Socrates berpesan, “kita
perlu memahami diri dengan sungguh”, namun sesungguhnya Socrates tidak
layak berkata seperti itu. Karena dia hanya memberi himbauan, tapi tidak
memberitahukan bagaimana caranya. Socrates memang hanya mengeluarkan
satu perintah yang penting dari segi wahyu umum saja. Sebenarnya antara
wahyu khusus yaitu firman Tuhan yang bisa memberi otoritas dan dasar
untuk memahami diri dengan benar. Sungguh amat kasihan keadaan orang
yang telah dilahirkan sebagai manusia namun dia tidak tahu apa itu
manusia, apa kuasanya, apa yang harus diucapkan dan bagaimana dia harus
hidup. Masalahnya, berapa banyak orang yang sungguh-sungguh mengetahui
hal itu. Saya percaya, ada begitu banyak orang yang sudah hidup sekian
puluh tahun masih belum mengetahui apa makna hidupnya. Konfusius yang
begitu agung, yang seumur hidup giat belajar menjadi manusia, sampai
berusia tujuh puluh tahun baru berkata, saya sudah mencapai usia tujuh
puluh, bisa tidak melanggar peraturan. Artinya dia sudah sukses besar.
Ironisnya dia mati di usia tujuh puluh dua tahun. Seumur hidup dia
belajar menjadi manusia, ketika sukses, malah dia sudah dekat dengan
ajalnya. Semasa hidupnya, Konfusius hanya menerima wahyu umum, sedangkan
kita telah menerima wahyu khusus, yang memungkinkan kita bisa memahami
makna hidup lebih dini. Itulah hak istimewa yang kita terima, lebih dari
apa yang dimiliki oleh Socrates dan Konfusius.
Mazmur 8:3-5
Inilah kesadaran yang ada pada
diri manusia terhadap wahyu umum. Ketika burung, kuda, anjing, babi dan
hewan lain mengamati keadaan di sekitarnya, mereka hanya memperhatikan
ada makanan atau tidak, tidak peduli dengan hal lain. Namun ketika
manusia memandang karya ciptaan Allah, maka akan muncul konsep tentang
Allah. Ini membuktikan bahwa kemampuan untuk memberi respon terhadap
wahyu umum ada di dalam diri manusia. Di dalam karya sastra Sdri. Xiao
Feng terdapat satu statemen yang begitu mengesankan: “ketika kita
menikmati panorama alam di tepi laut atau di dalam goa dengan sendirinya
kita akan teringat pada Pencipta dan mengagumi karya ciptaan-Nya.” Pada
waktu manusia memandang ciptaan Tuhan, dia bukan hanya menikmati
keajaiban, keindahan alam, tapi juga bisa mencetuskan rasa kagum dan
pujian seperti yang kita temui di dalam kebudayaan Ibrani, atau
menghasilkan penelitian seperti yang kita saksikan di dalam kebudayaan
Yunani. Selain itu, logika dan iman kepercayaan juga lahir dari sana,
respon manusia yang terwujud dalam bentuk kebudayaan dan agama. Namun
respon yang terpenting adalah apa yang tertulis dalam Mazmur 8, manusia
menemukan Engkau yang berada di balik alam dan hubungan antara Engkau
dengan dirinya. Berawal dari kesadaran akan adanya hubungan antara
Engkau dan aku ini lahirlah satu respon yang lain, yaitu Penilaian Diri.
“Apakah manusia?” saya percaya
statemen ini lebih agung dibandingkan seluruh pemikiran Socrates. Karena
ketika pemazmur membandingkan manusia dengan semesta alam berkatalah
dia, men are created in order to interpret everything; manusia
dicipta untuk menginterpretasikan segala sesuatu. Jadi menjelaskan
segala sesuatu adalah insting dan bakat yang ada pada diri manusia.
Menurut filsafat Yunani yang berpusat pada manusia, manusia adalah
standar untuk mengukur segala sesuatu. Pandangan tersebut berbeda dengan
apa yang dimaksudkan di bagian ini yaitu setelah manusia mengadakan
interpretasi terhadap sesuatu, segera disusul dengan statemen: “Engkau
telah membuatnya sedikit lebih kecil dari malaikat”, “Engkau mengutus
dia untuk mengelola segalanya”. Kedua statemen tadi telah meletakkan
tiga buah dasar teologia yang amat penting, yang tidak boleh dilupakan.
Pertama, reaction to the general revelation; reaksi terhadap wahyu umum interpretasi yang diberikan oleh manusia.
Kedua, correction from the special revelation; koreksi dari wahyu khusus.
Ketiga, interpretasi kebenaran
yang dikemukakan oleh pelbagai aliran filsafat dunia hanyalah semacam
interpretasi yang berkeping-keping tentang pengenalannya terhadap
kebenaran. Interpretasi terhadap segala yang ada di dalam alam adalah
respon manusia yang bersifat instingtif terhadap wahyu umum Allah. Namun
kekristenan memberitahu kita dengan jelas, wahyu khusus telah memberi
kita sebuah anak kunci yang dapat dipakai untuk mengoreksi semua
interpretasi manusia terhadap wahyu umum baik yang berbentuk filsafat
maupun kebudayaan. “Apakah manusia” adalah statemen yang terlontar dari
mulut manusia ketika dia membandingkan semesta alam yang begitu besar
dengan dirinya yang begitu kecil. Bila ditinjau secara kuantitas,
manusia memang tidak terhitung apa-apa. Banyak pemberita Injil masa kini
juga terjebak di dalam perbandingan yang keliru itu, ketika mereka
menyaksikan gerakan Kharismatik dapat membuat gereja bertumbuh dengan
cepat, lalu mereka mengambil kesimpulan: inilah masa depan bagi gereja!
Menetapkan nilai dari segi kuantitas bisa mendatangkan interpretasi yang
salah. Apa nilai manusia, apa status manusia? Pertanyaan seperti itu
tak dapat dijawab oleh para filsuf abad ke-20. Jawaban yang Allah
berikan kepada kita adalah: Engkau telah membuatnya sedikit lebih kecil dari malaikat, dan mengutusnya untuk mengelola segalanya. Jadi bukan lagi masalah besar kecil melainkan masalah kuasa yang Allah berikan kepadanya.
- Hak Asasi Manusia adalah Pemberian Allah
Mungkinkah manusia yang telah
dinodai oleh dosa memahami sifat kemanusiaan dengan tepat? Mutlak tidak
mungkin. Itulah sebabnya, baik penguasa atau psychiatrist perlu meninjau
sifat manusia dari segi wahyu Allah, agar dia lebih dimungkinkan
menjadi seorang penguasa atau psychiatrist yang benar. Terlihat di sini
kegagalan yang diderita oleh semua penguasa yang Ateis, yang tirani,
yang semena-mena, yang mengabaikan hak asasi manusia bukanlah kegagalan
politis atau kegagalam kultural, melainkan kegagalan teologis. Kegagalan
Komunisme adalah kegagalan teologis, karena Komunisme tidak mampu
menembus wahyu Allah untuk memahami segala ciptaan, mereka juga tidak
mampu mencapai kebenaran melalui kekuasaan yang ada pada mereka, juga
tidak mampu memahami apa itu hak asasi manusia dengan sesungguhnya.
Setiap kali kita berbicara
tentang manusia hendaknya memakai sikap yang sangat hormat dan tidak
sembarangan. Karena nilai manusia begitu tinggi, jauh lebih tinggi dari
segala ciptaan yang Tuhan letakkan di bawahnya. Kita perlu menerobos
batasan sejarah dan limitasi waktu untuk melihat nilai yang Allah
berikan kepada kita di dalam kekekalan, memahami potensi yang ada di
dalam kita, lalu mengasihinya, mendidiknya bahkan menguasainya. Suatu
kali, seorang profesor yang hidup di akhir abad ke-15 mengunjungi sebuah
SD. Sebelum sang guru menyuruh murid-murid di kelas berdiri dan memberi
hormat kepada sang profesor, profesor itu sudah memberi hormat terlebih
dahulu. Guru itu bertanya, apa bapak tidak salah? Bukankah seharusnya
saya yang menyuruh murid-murid memberi hormat kepada bapak, mengapa
bapaklah yang terlebih dahulu membungkukkan badan kepada mereka?
Jawabnya, Tidak! Saya percaya, di antara generasi penerus zaman ini, dan
sangat mungkin kelak salah seorang dari kelasmu itu akan menjadi tokoh
yang agung. Itu sebabkan izinkan saya terlebih dahulu menghargai
generasi penerus ini! Nyata di kemudian hari, salah seorang anak dari
kelas itu menjadi tokoh yang menggemparkan dunia, anak itu adalah Martin
Luther. Ketika dia masih berada di ruang kelas yang kecil itu, orang
tidak mengenal dia, namun profesor itu telah mempunyai firasat dari
kelas itu, bakal muncul seorang tokoh. Hari ini, bisakah kita menghargai
seorang anak karena dia adalah seorang manusia? Bisakah kita menghargai
setiap penyeberang jalan, bahkan orang kita hina sekalipun sebagai
manusia? Seberapa jauh kita memahami akan potensi dan kemungkinan yang
tersembunyi di dalam diri orang lain?
Mari kita mengkaji bagaimana PL
dan PB menilai manusia, sehingga kita bisa memakai Alkitab sebagai dasar
untuk membahas hak asasi manusia. Kejadian 9:6 mencatat statemen yang
Allah ucapkan setelah Nuh keluar dari bahtera: “Siapa yang menumpahkan
darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat
manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.” Memang ayat ini tidak
memberitahukan kepada kita berapa besar nilai manusia, namun ayat ini
menyodorkan satu penilaian yang amat penting: manusia sama dengan
manusia. Sehingga manusia tidak bisa seenaknya berkata, saya telah
membunuh seseorang, saya akan menggantinya dengan lima ribu dollar.
Karena nilai manusia tidak identik dengan lima ribu dollar. Kalau kau
membunuh satu orang, kau menumpahkan darahnya, darahmupun akan
ditumpahkan oleh manusia. Ayat ini tidak mengatakan orang pandai boleh
menumpahkan darah orang pandai, orang bodoh boleh menumpahkan darah
orang bodoh. Tidak! Darah manusia dibayar dengan darah manusia, karena
manusia identik dengan manusia, tidak peduli kelas, status, pintar atau
bodoh, pendidikan, hak khususnya di dalam masyarakat. Di sinilah hak
asasi manusia dipastikan.
Sampai di PB, wahyu progresif
memberikan satu penilaian yang lain terhadap manusia: “Apa gunanya
seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?” (Mrk.
8:36-37). Artinya nilai manusia lebih besar dari seluruh dunia. PL
mengajarkan nilai manusia sama dengan manusia, namun belum
memberitahukan berapa tinggi nilainya, sampai PB, barulah diberitahu
bahwa nilai manusia lebih tinggi dari seluruh dunia. Yesus Kristus
sendiri mengekspresikan sifat manusia dengan begitu tuntas dan sampai
puncaknya, Dia berkata kepada setan: mundurlah! Dia tidak membiarkan
kehormatan dan kemuliaan dunia merampas hak ibadah-Nya, yaitu hanya
menyembah kepada Allah saja. Inilah hak asasi manusia yang bisa kita
saksikan dengan jelas dari Alkitab di mana manusia identik dengan
manusia, manusia lebih bernilai dari seluruh dunia. Kitapun harus
memandang manusia dengan prinsip yang Allah wahyukan kepada kita. Dan
hanya dengan begitu barulah seorang penguasa dapat berdiri pada posisi
menghargai sesamanya untuk memerintah. Kalau seorang penguasa tidak
memandang manusia sebagai manusia, pastilah negara itu tidak mempunyai
masa depan yang cerah. Hanya melalui wahyu yang diberikan Allah,
Pencipta manusia, barulah kita dapat memahami sesama dengan
sesungguhnya.
Alkitab mengemukakan empat tujuan Allah menciptakan manusia:
- Untuk menjadi wakil-Nya mengelola semesta alam Itulah yang dikemukakan oleh Mzm. 8 dan Kej. 1: manusia adalah pengelola, artinya manusia melampaui alam. Juga mengindikasikan bahwa mandat budaya dan mandat science ada di atas diri manusia.
- Untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Itu artinya manusia mempunyai tanggung jawab moral di dalam hal merefleksikan kebenaran Allah dan karakter Allah melalui hidupnya.
- Supaya manusia menikmati diri Allah, menikmati kasih-Nya. Dengan kata lain, manusia menjadi wadah kasih. Lewat anugerah Allah manusia bisa menikmati hidup yang berlimpah, menikmati persekutuan dengan Allah.
- Untuk melaksanakan kehendak Allah, berbagian di dalam rencana Allah.
Jelas sudah, manusia dicipta demi
Allah, maka hubungan timbal balik antar manusia dan Allah menjadi satu
hal yang begitu jelas.
Waktu Allah menciptakan manusia,
Dia berfirman, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa
Kita.” Mengenai “gambar dan rupa” ini, Ef. 4 (satu-satunya bagian di
dalam Alkitab) memberikan interpretasi dan pertanggungjawaban yang
begitu jelas: kebenaran, kasih, keadilan, dan kekudusan. Dari ketiga
segi ini kita tahu manusia mempunyai rasio, hukum, dan etika, tiga
fungsi yang terbesar di dalam dirinya:
- Fungsi berpikir dan melakukan penilitian yaitu rasio
- Fungsi berlaku adil dan menghakimi atau memberi keputusan yaitu hukum
- Fungsi berbuat bajik dan moral yaitu etika
Dengan demikian, yang dimaksud
dengan hak asasi manusia adalah: manusia mempunyai kebebasan untuk
berpikir, melakukan penelitian, memberikan putusan dengan adil,
mempunyai kebebasan dan hak hukum di hadapan hukum, mempunyai kebebasan
untuk menyatakan kebajikan, moral, mengembangkan fungsi hati nurani.
II. Akar dari Hak Asasi Manusia
Selain hal-hal yang disebut tadi,
manusia masih mempunyai beberapa esensi khusus yang tidak boleh kita
lalaikan, karena esensi itulah yang membuat kita berbeda dengan
binatang:
The Spiritual transcendence
Allah menciptakan manusia seturut
dengan gambar dan rupa-Nya. Allah adalah Roh, manusia yang menyerupai
Allah, itu berarti manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai roh, yang
memungkinkan manusia mempunyai fungsi kultural, membuat manusia berbeda
dari ciptaan lain dan sekaligus menjadi ciri khas yang penting bagi
manusia.
The consciousness of self existence
Sadar akan keberadaan diri
merupakan satu hal yang penting. Ketika rakyat ramai-ramai menyadari
akan keberadaan dirinya, mereka akan menjadikannya sebagai dasar untuk
melakukan aksi massal. Misalnya, ketika harga diri manusia dilecehkan,
kehormatan dan hak manusia dieksploitasi, perlakuan itu akan membuat
manusia teringat pada hak yang seharusnya dia miliki, yang selama itu
bersembunyi di bawah sadarnya. Ketika kesadaran itu berkembang menjadi
kesadaran umum maka terbentuklah satu aksi massal. Kesadaran umum itu
timbul dari potensi the consciousness of my own existence.
Karena kesadaran inilah manusia membuat batasan yang sangat jelas antara
aku dan bukan aku: aku bukanlah dia, dan dia bukan aku. Kesadaran ini
timbul dari fungsi kesadaran diri yang kekal.
Kemandirian
Karena Allah adalah Tuan, maka
manusia yang dicipta-Nya mempunyai kebebasan. Kemandirian itulah yang
memungkinkan manusia dapat mengurus, mengembangkan dirinya, mewujudkan
apa yang ada di dalam dirinya secara bebas ke dalam aktivitas hidupnya.
Kreativitas
Manusia memiliki kreativitas sebagai yang dicipta (created creativity).
Karena Allah meletakkan insting kreativitas di dalam diri manusia,
itulah yang membuat manusia serupa dengan Allah. Maka ketika kebudayaan
membuka lembaran barunya, itu berarti terjadi satu penerobosan baru di
dalam sejarah, dan setiap kali manusia meraih kesuksesan baru, itulah
bukti manusia sedang mengembangkan kreativitas dirinya. Kreativitas
adalah penyebab kemajuan sejarah, perubahan zaman, juga merupakan
perwujudan gambar Allah yang sangat jelas. Namun jangan lupa,
bagaimanapun juga kreativitas yang ada pada diri manusia adalah
kreativitas yang dicipta, manusia perlu mempertanggungjawabkannya secara
penuh kepada Allah.
Ketika para penyair, seniman,
penggubah lagu memproduksi karya yang agung, pasti membelah zaman
menjadi dua masa yang berbeda, saat itulah gambar Allah dinyatakan
dengan jelas melalui potensi yang ada di dalam diri manusia, dan
sejarahpun didorong untuk melangkah maju ke depan.
Kekekalan
Manusia bukan hanya saja
menyadari akan keberadaan dirinya, kemandirian dirinya, kreativitas
dirinya, tapi juga mempunyai sifat kekekalan yang merangkum semua sifat
dan fungsi dasar manusia. Manusia tidak akan bisa mendapatkan kepuasan
yang sungguh sampai dia yakin nilai dirinya akan tinggal tetap sampai
selamanya. Dengan demikian, sifat kekekalan adalah refleksi yang amat
penting dari gambar Allah.
Ketika beberapa esensi yang
penting ini disatukan dengan logika, hukum dan etika terbentuklah hak
asasi manusia, yaitu dasar dari harga diri manusia. Manusia disebut
sebagai manusia, karena manusia begitu hormat dan mulia. Ketika Allah
menciptakan manusia, tidak karena manusia secara materi lebih kecil dari
binatang lain lalu Allah mengurungkan kemuliaan yang disediakan bagi
manusia. Hormat dan mulia yang Allah berikan kepada manusia tidak
ditentukan oleh besar kecilnya menurut ukuran materi, melainkan
ditentukan oleh status rohnya, status yang merefleksikan sifat Allah.
Itu sebabnya kita adalah gambar Allah, kita juga memiliki rupa Allah.
Puji Tuhan! Terlihat dari sini posisi dan status yang Allah berikan
kepada manusia adalah satu penyebab penting bagi manusia untuk merebut
hak asasinya.
Saya mengetahui dengan jelas,
demokrasi yang terdapat di dalam sejarah Barat memiliki dua sumber, bila
bangsa kita tidak menemukan perbedaan dari keduanya, artinya negara
kita masih belum memiliki masa depan. Jangan lupa, demokrasi telah
membunuh Socrates. Teriakan yang berbau demokrasi menghantar Yesus
dipaku di atas kayu salib. Karena suara massa yang begitu keras, maka
kebenaranpun tertudung; karena banyaknya jumlah massa, suara
minoritaspun tenggelam. Di tengah proses demokrasi, kita menyaksikan
kebenaran bisa saja dibunuh, karena kebenaran belum tentu berada di
tengah massa. Sebab itu, sebagai orang Kristen, ketika kita harus
berjuang bagi demokrasi, janganlah lupa bahwa konsep demokrasi dunia
yang dibelenggu oleh dosa. Karena teriakan keras orang Yunani Socrates
divonis mati. Peristiwa ini mengusik orang yang berperasaan adil dari
zaman ke zaman untuk tidak menerima tindakan seperti itu. Di abad ke-19,
Hegel di masa tuanya pernah mengembangkan renungan filsafat, mengadakan
interpretasi ulang terhadap sejarah filsafat, dia memberikan banyak
alasan yang begitu membingungkan untuk orang-orang yang membunuh
Socrates. Misalnya situasi dan kondisi masyarakat massa itulah yang
menyebabkan demokrasi terpaksa harus mengambil langkah itu yaitu
membunuh Socrates. Karena menurut mereka, Socrates telah melakukan dosa
yang mutlak tidak bisa diampuni. Saat ini saya bukan membahas masalah
itu, namun saya ingin mengingatkan bahwa suara dunia bisa benar bisa
juga salah, suara massa tidak langsung identik dengan kebenaran. Kalau
orang Kristen hanya melihat corak-corak demokrasi Yunani, zaman
Renaissance, Revolusi Perancis, dan banyak lagi slogan-slogan demokrasi
masa kini, saya yakin, kita belum mendapatkan jawaban yang sesungguhnya.
III. Konsep Hak Asasi Manusia Dari Humanism
Demokrasi di Barat mempunyai sumber yaitu Penilaian Humanism tentang manusia.
Kalau ditinjau dari Humanism dan penilaian yang dibuatnya, kita tahu
akibat yang ditimbulkan oleh beberapa gerakan kebudayaan yang penting
yaitu demokrasi tidak mendatangkan bahagia, melainkan mengundang
malapetaka dan marabahaya. Di zaman Renaissance, sejarah manusia pernah
mencapai kesuksesan yang gemilang, bagaikan terang besar menerangi bumi,
begitu menggetarkan kalbu. Mengapa kita mau terus menerus dikelabuhi
oleh pendiri agama? Mengapa kita mau ditenggelamkan oleh agama, hingga
kita tidak berdaya mengembangkan potensi yang berada di dalam diri kita?
Marilah kita berpaling! Tapi siapa yang akan membimbing kita?
Kebudayaan Yunani kuno; the Greco-Roman achievement. Kesuksesan
yang pernah diraih oleh Roma dan Yunani terpapar di depan kita, menjadi
mode yang dapat diandalkan di dalam sejarah. Itu sebabnya mereke
mengenang, mendambakan kesuksesan kebudayaan yang pernah diraih itu bisa
menjadi aspirasi mereka untuk coba mengubah sejarah. Kalau konsep
demokrasi dan hak asasi manusia diperoleh dengan cara seperti itu,
artinya kita belum menemukan bahwa keduanya memiliki hubungan apa-apa
dengan firman Allah. Karena paling sedikit Renaissance memiliki empat
semangat yang penting:
- Menganggap rasio sebagai sarana yang mutlak dapat dipercaya, itu sebabnya mereka begitu percaya diri.
- Kesuksesan Yunani kuno di bidang kebudayaan dan seni dijadikan mode yang bisa ditiru, rel yang bisa ditelusuri di zaman ini di mana yang kita ingin capai adalah meniru kesuksesan yang pernah diraih pada zaman Yunani kuno. Sebab itu, panutannya adalah Yunani kuno, dasar dan sarana mutlaknya adalah rasio.
- Sasarannya adalah hidup masa kini, membuang semua perkara supra natural. Hidup masa kini adalah tugas utama kita, terus mengejar kesuksesan masa kini.
- Semesta alam dijadikan obyek penelitian. Selain itu, tidak ada tuntutan lain.
Pada dasarnya, keempat semangat
tersebut bertentangan dengan semangat teologia Kristen, juga
bertentangan dengan semangat firman Allah dan semangat yang diwahyukan
oleh kebenaran. Tegasnya seluruh perkembangan yang nampak di zaman
Renaissance adalah menentang kekristenan. Tatkala orang Kristen
dikelilingi oleh pelbagai gerakan, kita perlu meneliti dengan hikmat dan
cermat, tahu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, tidak
mengekor dengan sembrono. Meski kita juga berbicara tentang demokrasi,
hak asasi manusia, keadilan, namun apa yang kita bahas berbeda di mana
keadilan yang kita bahas bukanlah keadilan yang terdapat di dalam hukum
Romawi, melainkan keadilan yang terdapat di dalam rencana Allah yang
kekal. Demokrasi yang kita bahas bukanlah demokrasi urakan gaya Revolusi
Perancis, melainkan demokrasi yang Allah siapkan di dalam kekekalan,
yaitu hak istimewa yang Allah berikan sesuai dengan kehormatan dan
keadilan yang terdapat di dalam sifat-Nya. Berkat dampak yang
ditimbulkan oleh Renaissance, Humanism menegakkan kepala, kita saksikan
tiga gerakan yang sangat besar telah terjadi di masa akhir dari abad
ini. Bagi dunia, gerakan yang pertama dan yang ketiga amat penting,
gerakan yang kedua tidak penting. Namun bagi kita, gerakan yang terjadi
di antara kedua gerakan yang terjadi di antara kedua gerakan yang
dianggap penting itulah yang terpenting. Adapun ketiga gerakan tersebut
adalah: Renaissance, Reformation, Enlightenment. Renaissance terjadi
sebelum Reformasi agama yang terjadi pada abad ke-16, dan gerakan yang
segera menyusulnya terjadi pada abad ke-17 dan 18 yaitu Enlightenment.
Di antara kedua gerakan itu terdapat gerakan yang kita kenal dengan
sebutan Reformasi, gerakan yang mereformasi agama kembali kepada
Alkitab.
Terlihat di sini, manusia yang
memperalat rasio dengan penuh keyakinan diri menapaki jalan yang
sepertinya tidak perlu disesali untuk selamanya: hanya cukup berpaling
ke belakang menatap pada Yunani, maka ketika dia memandang ke depan
seolah-olah telah mempunyai masa depan yang tak terhingga. Sungguh,
suatu sikap yang angkuh. Puncak dari semangat Renaissance nampak di
dalam pemikiran Davinci. Dari Lousiana yang terletak di bagian Utara
Itali, sampai ke Florence, ke Roma, kita menyaksikan sastra, seni dan
bidang-bidang lain terus menerus mengalami kemajuan. Sampai di masa
Davinci, Monalisa dijadikan representatif. Kalau kita mengamati lukisan
Davinci, kita menemukan lukisannya mengekspresikan hikmat yang sangat
dalam dan senyuman yang sulit diterka. Di balik misteri yang amat sangat
dalam itu tersembunyi kemenangan yang penuh percaya diri; self confident victory.
Kemenangan itu terpancar dari sorot mata Monalisa yang menatap ke
tempat jauh dan senyumannya. Ketika kita memperhatikan latar belakang
Monalisa, kita mendapati kesalehan yang terdapat di abad pertengahan dan
hal-hal yang supra natural telah lenyap sama sekali. Davinci memiliki
sebuah draft kasar, melukiskan seorang yang berada di tengah-tengah
alam, orang itu mengulurkan tangan menjamah tepi dunia, dan ketika
tangannya terkulai, dia bangkit. Itulah semangat Renaissance. Manusia
adalah pusat dari semesta alam, Allah bukan pusat semesta alam. Seluruh
aktivitas berpusat pada manusia. Manusia menang, itulah sebabnya
Monalisa tersenyum.
Davinci, Michael Angelo, Rafello,
yang satu mewakili hikmat, yang lain mewakili keberanian dan yang lain
lagi mewakili kebaikan. Begitulah masa akhir atau puncak dari
Renaissance. Higher Renaissance di Barat dinyatakan, bila kau ingin
menyaksikan wujud dari senyuman, kelembutan, pandanglah patung Madonna
dari Rafello. Kalau Anda ingin menyaksikan wajud dari hikmat manusia,
kau bisa menemukannya dalam pemikiran Davinci. Ketiga benar-benar
seperti pengkoleksi lengkap dari ide-ide orang sezamannya. Seluruh seni
telah berubah begitu rupa, manusia menjadi terlalu percaya diri. Kalau
kau meneliti penilaian Sorokin tentang seni, kau menemukan sesungguhnya
Sorokin memandangnya dari sudut yang berlawanan.
Perkembangan seni dari abad
pertengahan sampai sekarang yaitu dari kesalehan yang tinggi yang
diarahkan pada roh yang berada di dunia yang tak terbatas sampai
realisme, merupakan perubah total dari yang begitu anggun berubah
menjadi yang murahan dan tidak bermoral. Sebab itu, komentar Sorokin
adalah coba perhatikan lukisan masa kini, apa yang dilukiskan? Kalau
kita meneliti filsafat seni, kita mendapati dari zaman Aristotles sampai
sekarang telah terjadi perubahan begitu besar, menurut Aristotle, seni
adalah mengcopy alam. Sampai di zaman Davinci, seni adalah aktifitas
jiwa. Sampai zaman ini, seni adalah pengekspresikan perasaan.
Di tengah proses perubahan
filsafat seni ini kita menemukan posisi kekal, posisi hukum rohani,
supra natural berangsur-angsur menghilang. Dalam lukisan El Greco
tentang kerangka tubuh manusia, kita dapati dia sengaja memperpanjang
garis tengah dan memperpendek garis horisontal. Memperpanjang garis
tengah berarti membangun satu jarak yang begitu serius dengan Allah,
ekspresi kesalehan yang ada di antara manusia dan Allah. Di dalam
lukisan-lukisan abad ke-14 dan 15, kita masih dapati para pelukis
sengaja melukis jari-jari yang begitu panjang, mata yang menengadah ke
atas, menggambarkan manusia yang hidup di dunia mengarahkan dambaan,
takut dan hormatnya yang tidak terhingga pada dunia kekekalan. Namun
semua ini tidak lagi kita dapati pada lukisan abad ke-20. Yang terlihat
di dalam lukisan abad ke-20 hanyalah penduduk kota yang sederhana,
panorama alam, beberapa kuntum bunga, manusia yang berjalan di jalanan.
Adapun soal tradisi, bahasa, kostum, warna, background nampak di dalam
drama. Khususnya drama musikal yang juga menyertakan musik di dalamnya.
Ketika kita menyaksikan sebuah lukisan, jangan hanya menyaksikan
warnanya saja, tapi telitilah juga filsafat yang ada di balik lukisan
itu, yang ingin diutarakan oleh si pelukis. Seni yang agung
merefleksikan semacam prinsip, yang mengekspresikan perasaan dalam
dirinya.
Kembali pada wahyu umum yang kita
bahas tadi. Melalui alam, Allah memberi wahyu kepada manusia untuk
menginterpretasikan diri-Nya. Penginterpretasian ini disalurkan melalui
jiwa ditambah dengan apa yang disebut keahlian, jadilah tuntutan
filsafat atau ekspresi seni. Picasso memberikan coretan di sana sini
pada kanvasnya untuk mendemonstrasikan dirinya sebagai pencipta. Banyak
pelukis abad ke-20 juga ingin menginterpretasikan alam sebagai ungkapan
dari pengalaman mereka yang subyektif, respon dari perasaan mereka. Di
akhir dari seniman-seniman kelas tinggi ini Renaissance memberikan satu
evaluasi total, hasilnya adalah mendesak keluar semua hal yang berkaitan
dengan anugerah Allah, nilai kekekalan dari dalam pikiran manusia.
Sehingga di dalam karya seni Renaissance tidak lagi ditemukan tempat
bagi Allah, di dalam sasaran total Renaissance juga tidak ditemukan
tempat bagi hal-hal yang supra natural. Yang ditonjolkan hanyalah harga
diri manusia, kesuksesan yang mungkin diraihnya. Ironisnya peraih
kesuksesan tertinggi ternyata adalah mereka yang moral hidupnya bobrol
luar biasa. Michael Angelo dan Davinci adalah kaum homo. Ketika saya
berdiri di bawah patung perunggu Davinci di kota Milan, Itali, saya
merenungkan secara mendalam, membuat konklusi, saat saya melintas pada
introspeksi total terhadap filsafat sejarah dan filsafat seni, hati saya
menjadi begitu sedih. Karena orang-orang ini dan mereka yang dipandang
paling agung, paling menghargai sesama, mengekspresikan harga diri
manusia, ternyata adalah orang-orang belum mempunyai pengenalan yang
sungguh terhadap harga diri manusia.
Sembilan tahun lalu, pihak
Vatikan mengizinkan satu kelompok khusus dari Jepang untuk membersihkan
seluruh gereja mereka, termasuk eternit dan lukisan-lukisannya, guna
memulihkan wujud aslinya. Namun ada satu perkara yang membuat saya sedih
sekali di mana sebagian ornamen yang dipakai untuk menutupi ukiran yang
telanjang itu sekarang sudah dilepas semuanya. Saya percaya,
orang-orang di zaman Renaissance telah meraih kesuksesan yang agung,
mereka berusaha mengembangkan habis-habisan akan harga diri manusia,
namun pengenalan mereka terhadap harga diri manusia masih jauh dari
Alkitab.
Hak asasi manusia yang kita bahas
adalah hak asasi manusia setelah kejatuhan, atau harga diri semula saat
diciptakan? Dari kacamata mana, dan dari saluran mana kita memahami
siapa itu manusia? Ke mana sejarah dunia ini mengarah — Allah tahu.
Kitalah yang sering kali merasa kabur, namun kita dapat mencari tahu apa
yang harus orang Kristen lakukan, bukan malah mengikuti arus dunia ini.
IV. Konsep Hak Asasi Manusia Pada Gerakan Reformasi
Mari kita perhatikan sumbangsih
gerakan Reformasi pada abad ke-16 juga hubungan antara gerakan ini
dengan masalah hak asasi manusia. Reformasi agama di abad ke-16 dan
Renaissance yang berlangsung sebelum abad ke-16 sama-sama ingin
menemukan kembali harga diri manusia yang sudah hilang. Baik Martin
Luther, Calvin atau Zwingli sama-sama mencari harga diri manusia.
Bedanya adalah Renaissance mencari harga diri manusia dari kesuksesan
yang pernah diraih Yahudi sedangkan para Reformator mencari harga diri
manusia dari wahyu Allah. Kesuksesan Yunani memang sangat agung, tetapi
saya harus mengatakan sesuatu yang sangat kontradiktif, karya-karya
seniman besar ini, bukan saja saya sukai bahkan sayapun pernah
menelitinya dengan sungguh-sungguh. Saya bersyukur kepada Allah, karena
di dunia ini pernah ada orang yang bernama Bethoven, meski dia adalah
penderita penyakit syphilis. Saya bersyukur kepada Allah, karena di
dunia ini pernah ada orang yang bernama Davinci, meski dia adalah
seorang homo. Saya bersyukur kepada Allah karena di dunia ini pernah ada
orang yang bernama Schumann, meskipun dia mengakhiri hidupnya dengan
mencebur ke laut. Saya bersyukur kepada Allah karena di dunia ini pernah
ada oarang yang bernama Tchaikowsky, meski dia juga seorang homo. Saya
bersyukur kepada Allah karena di dunia ini pernah ada orang yang bernama
Freud, meski dia adalah seorang yang menentang Allah. Namun dari
respon-respon mereka terhadap wahyu umum, nyata bahwa mereka telah
melihat banyak hal yang tidak dilihat oleh orang Kristen. Meskipun
demikian, interpretasi mereka, semua kesuksesan mereka perlu dikaji
ulang, dikritik ulang oleh konsep nilai yang terdapat di dalam wahyu
khusus. Jadi kita sebagai orang Kristen masih belum selesai. Di satu
pihak, kita bersyukur kepada Allah untuk mereka-mereka ini, namun di
lain pihak, kita juga merasa sayang. Karena mereka tidak menggunakan hak
istimewa, potensi yang Allah berikan semaksimal mungkin, mencapai tahap
yang paling sempurna.
Tatkala kita membandingkan mereka
yaitu tokoh-tokoh yang agung di dalam sejarah dengan Yesus maka segera
terlihat adanya perbedaan kualitatif. Di balik kesuksesan-kesuksesan
mereka terdapat kebobrokan sifat manusia, maka ketika dibandingkan
dengan Yesus, segera terlihat akan perbedaan kuantitatif. Tatkala para
Reformator akan mendiskusikan harga diri manusia, mereka harus menoleh
ke belakang untuk mengkaji dengan sungguh-sungguh apa yang disebut
gambar dan rupa Allah. Interpretasi Katolik sebelum Reformasi dan
interpretasi para Reformator setelah Reformasi serta perkembangan
akhir-akhir ini, menunjukkan kepada kita bahwa perkara ini amat sangat
besar. Segala kesuksesan, penelitian, pengembangan yang dilakukan oleh
manusia tidak bisa terlepas dari pengenalannya terhadap sifat manusia.
Dan pengenalan terhadap sifat manusia ini tidak dapat terlepas dari dua
titik tolak dasar yaitu yang satu bertitik tolak dari wahyu yang
berpusat pada Allah. Yang lain bertitik tolak dari rasio manusia yang
sudah jatuh ke dalam dosa. Hari ini kita menyaksikan tatkala politikus
mendiskusikan hak asasi manusia, titik tolak mereka tidak dapat terlepas
dari distorsi dan penyelewengan interpretasi rasio mereka yang sudah
jatuh di dalam dosa. Sebab itu, kita perlu kembali kepada Alkitab.
Manusia yang dikemukakan oleh
Alkitab adalah manusia yang seperti apa? Menurut filsafat Agustinus,
kita dapat menggambarkannya dengan tiga garis dan empat wilayah, dan
sekarang cara inipun sudah menjadi salah satu konten yang amat penting
di dalam pemikiran teologia Protestan:
Ketiga garis itu adalah: Garis
kejatuhan, garis penebusan, garis penggenapan. Garis yang berada di
tengah adalah rencana Allah yang kekal. Di dalam rencana kekal ini,
Allah pernah memperbolehkan manusia jatuh di dalam dosa. Itu bukan
rencana-Nya, melainkan diizinkan oleh-Nya. Di dalam rencana Allah yang
kekal, ada penebusan yang Allah siapkan bagi kita, inilah titik pusat
sejarah. Dan di akhir sejarah ini, ada perkara yang akan Allah genapkan
seturut dengan kehendak-Nya. Namun di antara penciptaan dan penebusan
pernah terjadi satu fakta yang tidak dapat disangkal, yaitu kejatuhan
manusia. Fakta ini tidak dapat diterima oleh teologia Modern, Ateisme,
kaum intelektual masa kini dan teori Evolusi. Baik kau berada di luar
maupun di dalam gereja, kalau kau menyangkal fakta ini, maka
interpretasimu tentang kosmos tidak dapat terlepas dari noda dan
kesalahan yang dibawa oleh dosa. Sayang sekali, karena kaum intelektual,
khususnya orang Kristen, tidak mendapatkan latihan teologia yang
orthodoks, sebab itu, meski sudah sekian lama menjadi orang Kristen
masih tetap memegang sesuatu yang samar-samar. Kalau saja semua ini
sudah dibereskan, sumbangsih yang diberikan oleh para peneliti terdahulu
tentu akan menjadi begitu besar.
Garis kejatuhan adalah fakta,
meski disangkat oleh teori evolusi, komunis, materialisme, dan teologia
modern, tapi kepastian dari garis kejatuhan ini justru menghindarkan
kita menjalani jalan yang sia-sia, dan membawa teologia terus berada
pada jalur yang benar. Barangsiapa menyangkali garis kejatuhan dan
menyangkali fakta sejarah tentu akan terjerumus ke dalam pola pikir
optimisme yang kosong yaitu kesuksesan masa datang yang “optimis”
dijadikan arah yang pasti. Lebih lagi, tidak mau menerima garis
kejatuhan yang pernah ada itu adalah efek samping dari teori evolusi,
yang sudah mempengaruhi ke setiap lapisan kebudayaan.
Di dalam filsafat sejarah Hegel
terdapat teori evolusi yang “optimis” ini. Teori biologi Darwin telah
mempengaruhi pemikiran evolusi sosialnya Herbert Spencer dan Thomas
Henry Huxley, yang mempengaruhi Tubingen School, juga mempengaruhi
sebagian pemikir Liberal seperti Adolf von Harnack, Wilhelm Hermann.
Kemudian pemikiran tersebut juga merasuki pikiran Carl Marx, Encles,
Lenin, Mao Ze Dong menjadi pikiran Materialisme dan Evolusi yang
bersifat politis. Kemudian pemikiran-pemikiran tersebut juga membentuk
semacam pemikiran masa depan optimis yang palsu baik di dalam maupun di
luar gereja. Namun orang-orang ini tidak sanggup menyelesaikan masalah
manusia, karena mereka tidak menemukan penyakit yang sesungguhnya
terletak pada fakta kejatuhan di dalam sejarah manusia.
Bagaimana kondisi manusia ciptaan
yang asli? Bagaimana kondisi manusia setelah kejatuhan? Bagaimana
kondisi manusia yang telah diselamatkan? Bagimana kondisi manusia
sempurna di dalam kekekalan? Kebebasan yang semula pada saat dicipta itu
adalah kebebasan yang seperti apa? Setelah manusia jatuh di dalam dosa,
kebebasannya berubah menjadi seperti apa? Bagaimana dengan kebebasan
sejati yang Yesus Kristus berikan setelah manusia ditebus? Bagaimana
kebebasan manusia disempurnakan di dalam kekekalan? Karena saat itu kita
tidak dapat berbuat dosa lagi, kita akan beserta dengan Tuhan yang
kudus untuk selama-lamanya, tidak mungkin mengalami kejatuhan lagi.
Kebebasan saat dicipta adalah kebebasan yang belum mengalami ujian,
yaitu kebebasan yang pertama. Kebebasan yang kedua adalah kebebesan
setelah dirusak oleh dosa. Kebebasan yang ketiga adalah kebebasan
setelah ditebus. Dan kebebasan yang keempat adalah kebebasan yang
disempurnakan. Dengan demikian, tatkala kita membahas kebebasan, bukan
hanya membahas sesuatu secara supervisual saja, melainkan memahami dari
segi wahyu Allah yang melampaui sejarah. Demikian juga hak asasi
manusia. Ketika kita membahas hak asasi manusia, kita perlu mengamati
kebebasan semula yang Allah berikan kepada manusia. Setelah kejatuhan,
kerusakan apa yang dialami oleh kebebasan manusia? Setelah manusia
ditebus, tahap mana yang mungkin dicapai oleh kebebasan manusia? Kali
ini kita tidak memikirkan hal-hal tersebut secara mendalam. Namun kita
akan membahas beberapa point tentang dasar hak asasi manusia dari
Alkitab.
V. Tujuh Butir Dasar Hak Asasi Manusia
Manusia mempunyai hak hidup
Dari mana kita mengetahui hal
itu? Baik kita hidup, kita bergerak, kita ada, semua itu bergantung pada
Tuhan. Paulus telah memastikan hal tersebut di Aeropagus, Atena. Allah
memberi hidup kepada manusia bukan untuk dipermainkan dan dihujat
semaunya. Allah memberikan hak hidup kepada manusia adalah supaya
manusia menikmatinya. Sebab itu, bila terjadi salah membunuh atas
keputusan hukum yang tidak adil, Allah menyediakan kota perlindungan
bagi bangsa Israel, membuktikan hak hidup adalah sesuatu yang dihargai
Tuhan. Ketika orang lain memfitnahmu, Allah berfirman, jangan hanya
berdasarkan satu orang saksi saja; agar jangan sampai kamu salah
dibunuh. Diperlukan banyak saksi adalah bukti Allah menghargai hak
hidupmu. Dengan demikian, hak manusia disatukan dengan hidupnya, badan
hukum manapun tak boleh memperlakukan seseorang dengan sembarangan,
tidak boleh merampas hak hidup seseorang dengan seenaknya, karena Allah
sendiri menghargai hak itu. “Jangan membunuh. Siapa yang menumpahkan
darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia.” Statemen ini
begitu tegas, begitu mutlak di mana Allah menghargai hidup manusia,
tidak menginginkan manusia menumpahkan darah sesamanya. Sudah barang
tentu masih ada perkecualian yang perlu didiskusikan, seperti membunuh
orang di dalam peperangan, atau mereka yang bertugas sebagai
pengeksekusi hukuman mati. Bukankah mereka juga turun tangan membunuh
orang? Di sini kita tidak membahas hal-hal itu. Karena hal-hal tersebut
termasuk di dalam wilayah etika, bukan di dalam wilayah dasar hak asasi
manusia yang kita bahas.
Manusia mempunyai hak beragama
Manusia mempunyai hak untuk
beribadah kepada Allah. Jadi, jelaslah sudah bahwa Allah memberi manusia
insting untuk mengadakan komunikasi dua arah. Insting ini lahir dari
sifat relasi antara manusia dengan Allah; the relation between men and God is the relational nature of communication.
Itu sebabnya Allah menyediakan hari Sabat, agar manusia boleh menikmati
perhentian yang Allah berikan kepadanya dan bersekutu dengan Allah.
Ketika hak bangsa Israel untuk beribadah ini diganggu, Allah berfirman
kepada Musa, pergilah menghadap Firaun, katakanlah kepadanya, biarkanlah
umat-Ku pergi untuk melayani Tuhan; menyembah Allah mereka. Inilah
reservasi dari hak beragama: menyembah dan melayani Tuhan.
Saudara harus memperhatikan hal
ini, baik kau berada di kalangan penguasa atau kalangan rakyat, ingatlah
bahwa hak beragama bukan bukan pemberian pemerintah, kebebasan beragama
bukanlah pemberian pemerintah; pemerintah tidak layak memberi hak bebas
beragama kepada manusia. Bebas beragama sudah dimiliki oleh manusia,
tidak perlu mengaisnya dari pemerintah. Kuasa pemerintahanpun diberi
oleh Allah. Ketahuilah jauh sebelum Allah memberikan hak apapaun Dia
telah memberikan hak bebas beragama kepada manusia.
Manusia dicipta oleh Allah, maka
manusia mempunyai kebebasan untuk menyembah Allah, ini adalah hak
beragama. Seturut dengan apa yang manusia terima di dalam hati nurani
dan pemahamannya terhadap kebenaran dalam iman, lahirlah penyembahan.
Manusia mempunyai hak bekerja
Mengembangkan bakat yang ada
lahir dari sifat ciptaan. Bakat apapun yang ada padamu, kau mempunyai
kemungkinan untuk mengembangkannya. Itulah sebabnya kau harus memilih
pekerjaan yang sesuai dengan bakat yang kau terima dari Tuhan dan
mengembangkan potensimu, itulah kebebasan bekerja. “Kau akan makan dari
hasil jerih lelahmu,” pekerjaanmu lancar dan kau dapat makan dari hasil
jerih lelahmu. Kau bisa makan buah dan menikmati keteduhan di bawah
pohon buah yang kau tanam sendiri, menikmati apa yang kau peroleh.
Manusia mempunyai hak untuk bekerja dan menikmati hasil kerjanya.
Komunisme membelah sejarah
manusia menjadi beberapa wilayah: dari sistem feodal sampai sistem
Kapitalisme, dari sistem Kapitalisme sampai sistem Sosialisme, dari
sistem Sosialisme sampai sistem Komunisme. Setelah kau berada di
masyarakat Sosialisme, tiap orang melakukan sebisanya dan mendapatkan
hasil yang sesuai dengan nilai kerjanya. Tetapi setelah meningkat ke
jenjang yang tertinggi yaitu masyarakat Komunisme, setiap orang
melakukan sebisanya dan mendapatkan hasil sesuai dengan kebutuhannya.
Sungguhkah? Ketika orang-orang Polandia mendapati sebuah kereta api
keluar rel dan terguling, mereka berebut untuk menengok apa yang ada di
dalam kereta api tersebut. Saat itu, barulah mereka tahu apa sebabnya
banyak kaum sebangsanya menderita kelaparan. Karena roti-roti dikirim ke
Soviet, hingga mereka sendiri tidak bisa makan dari hasil jerih
lelahnya. Saat itu barulah mereka sadar hak asasi mereka sebagai manusia
sudah dirampas, maka gelombang mogok kerjapun melanda negeri itu,
sampai persatuan buruh Polandia berhasil merebut kemenangan yang memberi
pengaruh besar terhadap dunia. Kalau saja “yang menggunakan pedang akan
binasa oleh pedang,” maka Komunisme yang mengawali gerakannya dengan
mogok kerja juga akan berakhir dengan mogok kerja.
“Bangkitlah buruh-buruh di dunia,
putuskan semua rantaimu! Lawanlah kaum Kapitalis yang mengeksploitasi
kamu untuk memperoleh nilai sisa.” Deklarasi Komunisme tahun 1848
berbunyi yaitu: “kalaupun kalian gagal, kalian tidak rugi apa-apa.
Karena kalian adalah golongan proletarian yang tidak mempunyai harta,
sebab itu tidak rugi apa-apa. Yang rugi adalah rantai kalian.” Sungguh
suatu statemen yang sarat hasutan. Statemen itu bagaikan api yang
menjalar ke seluruh dunia, akhirnya kita saksikan sendiri, Komunis yang
mengawali gerakannya dengan mogok kerja juga berakhir dengan mogok
kerja. Di Polandia terjadi gerakan yang besar juga mendatangkan pengaruh
besar. Karena hak yang seharusnya mereka nikmati dari hasil jerih
payahnya telah dieksploitasi, tidak heran kalau Paul Tillic, teolog itu
mengemukakan satu statemen: Komunisme mutlak bukan pengganti
Kapitalisme, Komunisme hanyalah musuh dari Kapitalisme, musuh
persaingannya.
Secara ketat bisa kita katakan,
Komunisme hanyalah Kapitalisme yang lebih egois, lebih mengelompok,
lebih sentralisasi, bedanya kapitalis itu bernama Deng Xiao Ping, Yang
Sang Kun, dan lain-lain.
Selama 15 tahun ini, banyak
pemerintah telah belajar satu hal, perusahaan yang dimiliki umum,
perusahaan yang dikelola pemerintah semuanya rugi, dan ketika
perusahaan-perusahaan tersebut diserahkan kepada swata akan lebih mudah
berkembang. Saya tidak sepenuhnya menyetujui pendapat itu. Karena akar
permasalahannya adalah setelah garis kejatuhan, manusia baru menjadi
begitu egois, sehingga benda-benda umum sering dianggap sebagai benda
yang tidak bertuan (something or anything belonging to everybody means it belongs to nobody).
Itulah sebabnya bau toilet umum begitu menusuk hidung, dan tatkala
segala-galanya berubah menjadi milik umum akan segera jadi sulit diurus.
Manusia mempunyai hak untuk menikah dan membina rumah tangga
Menikmati kesenangan dalam
berumahtangga, menghargai pernikahan adalah ajaran Alkitab yang begitu
jelas, sebab itu, “setiap orang harus menghargai pernikahan” adalah satu
perkara yang penting di dalam hak asasi manusia.
Hendaknya setiap orang menghargai
pernikahan. Kau mempunyai hak untuk memilih partner, setelah menjalin
hubungan kasih barulah kalian membina rumah tangga yang kau anggap
ideal, itu adalah hak manusia. Alkitab mengajarkan dengan jelas,
pasangan yang telah disatukan oleh Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh
manusia. Statemen itu tidak menjelaskan, pasangan itu harus percaya
dengan yang percaya, atau yang percaya dengan yang tidak percaya, atau
yang tidak percaya dengan yang tidak percaya. Asal kau adalah manusia,
pasangan suami istri tidak boleh pisah. Sebab itu, orang yang belum
percaya Tuhan sekalipun, setelah mereka membina rumah tangga, kau bukan
saja tidak boleh memisahkannya, bahkan harus menganggap mereka sebagai
pasangan yang disatukan oleh Allah.
Allah menciptakan pria seturut
gambar-Nya, Allah juga menciptakan wanita seturut gambar-Nya. Ketika
pernikahan dihargai, rumah tangga menjadi satu unit yang tetap. Jadi,
sebuah pernikahan, baik pernikahan antara orang percaya atau antara
orang tidak percaya, setiap orang harus menghargainya. Karena rumah
tangga mereka adalah satu unit yang paling dasar dalam membentuk
masyarakat. Manusia mempunyai hak untuk menikmati pernikahannya, sudah
barang tentu, yang dimaksud pernikahan juga mencakup tanggungjawab yang
harus mereka tunaikan.
Manusia mempunyai hak untuk menikmati harta pribadinya
Di dalam sepuluh hukum
disebutkan, jangan menginginkan harta orang lain. Jangan mencuri. Kita
tahu bahwa Allah menghargai manusia dan memberinya hak untuk menikmati
harta pribadi. Meskipun Alkitab juga mengajarkan banyak hal tentang
memperoleh harta dengan cara yang halal, namun Alkitab juga mengajarkan,
setelah seseorang memperoleh harta pribadi, Allah tidak menghendaki
orang lain menggunakan pelbagai alasan untuk merampas dan
mengeksploitasinya dengan semena-mena.
Manusia mempunyai hak untuk menikmati keadilan di tengah-tengah masyarakat
Sifat adil atau sifat hukum
terdapat di dalam sifat dasar manusia yaitu kebenaran, loving kindness,
dan kekudusan, maka manusia ingin menikmati keadilan. Yesus mengajarkan,
segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,
perbuatlah demikian juga kepada mereka. Artinya, di antara kau dan
sesamamu harus terjadi perlakuan yang adil. Ini adalah dasar
bermasyarakat, dasar etika, dan juga hak manusia. Setelah kau menikmati
perlindungan dari negara, jangan lupa membayar pajak kepada negara. Itu
sebabnya, saya pernah mengemukakan, Yohanes Pembatis tidak berkata
kepada para prajurit yang menyandang senjata yaitu letakkan pedangmu,
jangan menjadi prajurit lagi. Karena prajurit membunuh orang, melanggar
hukum keenam dalam sepuluh hukum. Tapi katanya yaitu jangan menggunakan
kuasamu dengan semena-mena untuk menelan milik orang lain. Cukuplah
dengan apa yang kita miliki. Artinya di dalam masyarakat ini kita
mempunyai hak untuk memberi dan menerima, untuk berlaku adil.
Manusia mempunyai hak untuk berbicara dengan bebas dan untuk berbuat seturut hati nuraninya
Alkitab mengajarkan, setiap orang
harus berbuat, berkata-kata seturut dengan hati nuraninya. Meski
Alkitab juga mengajarkan: hati nurani manusia perlu diperbaharui dan
dikuduskan, sehingga kita selalu mempunyai hati nurani yang murni baik
terhadap Allah maupun terhadap sesama. Artinya kita harus mengucapkan
kata-kata yang benar, yang jujur, mengutarakan perasaan yang ada di
dalam hati nurani kita. Ini adalah hak dan kewajiban kita. PL secara
khusus mengemukakan yaitu jadilah mata bagi orang buta, jadilah telinga
bagi orang tuli, bukalah mulut demi orang bisu. Statemen ini adalah
dasar yang terpenting dari hak asasi manusia. Ketika kau menyaksikan
sebagian orang dianiaya dan tidak berdaya berbicara, karena haknya untuk
mengemukakan pendapat sudah dirampas. Sebagai orang Kristen, kau harus
menggantikan dia untuk berbicara. Tatkala orang lain mempunyai mata tapi
tidak bisa melihat, kau harus menjadi mata bagi orang buta,
menggantikan dia untuk melihat. Tatkala orang lain bertelinga tapi tidak
dapat mendengar, kau harus menggantikan dia untuk mendengar. Semua ini
menyatakan bahwa Allah begitu menghargai manusia.
Setelah kita menyaksikan dari
Alkitab bahwa Allah begitu menghargai manusia, memberi manusia kebebasan
dan hak untuk membangun konsep politik kita, untuk membangun dan
mempersiapkan kita menjalani jalan yang harus kita lalui, sehingga kita
tidak perlu meniru orang dunia dalam hal menggunakan rasio yang sudah
jatuh di dalam dosa itu dengan sembarangan, demi mencapai pelbagai
tujuan politik, melainkan menjadikan keadilan, kebenaran, firman Tuhan
sebagai terang untuk menuntun kita.
VI. Konklusi
Kita sudah menyinggung akan
ketidakkonsistenan Komunisme, saya percaya, bukan hanya Komunisme, tapi
penguasa-penguasa dunia sering tidak mempunyai hati yang mantap, tidak
memelihara kebenaran secara konsisten. Dunia ini sudah sampai pada
tahap, di mana untung rugi menudungi salah benar, menudungi kejahatan,
maka untung rugi sering diletakkan di depan salah benar dan kejahatan di
mana asal beruntung bagiku, tak perlu berbicara soal baik jahat, soal
benar salah. Jadi, untung rugilah yang menetapkan segala sesuatu. Tidak
demikian dengan orang Kristen, kita harus mendahulukan tahta Allah, hak
yang seharusnya dimiliki oleh manusia, sampai hubungan timbal balik
antar manusia dapat berlangsung dengan adil. Itu sebabnya Alkitab
mengajarkan, bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar pajak
kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak
menerima cukai, rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut
dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat (Rm. 13:7). Ayat
ini penting sekali, menandakan bahwa hak yang seharusnya ada pada diri
manusia perlu dihargai, perlu diperlakukan dengan adil.
Bagaimana dengan manusia pada
umumnya? Yang seharusnya ditakuti justru tidak ditakuti, yang seharusnya
dihormati justru tidak dihormati, yang harus membayar pajak justru
berkelit dari kewajibannya. Sungguh amat kasihan! Kadang-kadang saya
berpikir, orang Asia sangat pelit dalam menghargai dan memuji orang
lain. Khususnya orang-orang yang lebih muda darinya. Untuk apa saya
menghargai dia? Tidak memakinya habis-habisan saja sudah bagus. Bila
orang lain meraih kesuksesan, dan kau menanyakan bagaimana pendapatnya?
Orang asing (Barat) akan berkata, memang dia pantas menerima. Artinya
dia menghargai hak orang lain, memberikan apa yang pantas dia dapatkan.
Kiranya Tuhan menolong kita, supaya kita takut pada Allah di dalam
hal-hal seperti ini, memahami hak yang telah Allah tetapkan bagi
manusia, dan menunaikan kewajiban kita dengan baik. Tidak perlu takut
air bah atau gelombang dunia ini akan melenyapkan kehendak Allah yang
kekal. Itu tidak mungkin terjadi. Khususnya bagi kita yang hidup di
akhir abad ke-20 ini, abad yang menjadi tempat praktek bagi ideologi
manusia, abad di mana kita beroleh pelajaran yaitu orang-orang yang
menyebut diri sebagai orang modern ini ternyata berlaku begitu bodoh,
memasukkan dirinya jerat yang salah. Namun tak perlu takut, Allah masih
tetap duduk di atas tahta-Nya.
Kalau Polandia membutuhkan
sepuluh tahun baru melihat hasilnya — meraih hak asasi manusia. Namun
kita lihat di Jerman Timur, mungkin tidak memerlukan sepuluh tahun,
sepuluh bulan saja sudah cukup. Kalau Allah cukup memakai sepuluh bulan
untuk membenahi Jerman Timur, Allah juga bisa mengatakan, sepuluh minggu
saja cukup bagi Cekoslovakia. Kalau Ceko cukup dengan sepuluh minggu,
Romania mungkin hanya perlu sepuluh hari. Polandia membutuhkan sepuluh
tahun, Jerman Timur membutuhkan sepuluh bulan, Cekoslovakia membutuhkan
sepuluh minggu, Romania membutuhkan sepuluh hari, mungkin Beijing hanya
memerlukan sepuluh jam sudah beres. Baru saja saya mengatakan di Hong
Kong, kalian takut melewati tahun 1997? Yang harus takut bukanlah
kalian, melainkan Deng Xiao Ping. Saya kira, dia tidak bisa melewati
tahun 1997; apakah dia masih bisa hidup tujuh tahun lagi? Hari itu dia
berkata, setelah Hong Kong dikembalikan ke RRC, 50 tahun tidak akan
berubah. Saya berpikir, beberapa tahun lagi apakah perkataanmu itu masih
dapat dipegang? Belum tentu. Dengan apa kau bisa menjamin Hong Kong
tidak berubah selama 50 tahun?
Allah kita adalah Allah yang
kekal dan hidup. Saya akan menyampaikan sesuatu secara khusus kepada
satu orang, yaitu Jimmy Carter. Dia dianggap sebagai seorang Presiden
Kristen yang penakut, yang membawa nama Amerika turun sampai begitu
rendah, sehingga untuk merebut hak asasi manusiapun tidak berdaya sama
sekali. Ketika Carter masih bertugas, sepertinya tidak memberikan
sumbangsih atau kesuksesan apa-apa terhadap Amerika: ekonominya merosot.
Namun sebenarnya Carter telah meraih satu kesuksesan yang sangat
penting di ajang Internasional: hak asasi manusia bukan urusan dalam
negeri. Karena hak asasi manusia adalah urusan internasional. Kau boleh
menutup pintumu dan memukul anjingmu, namun kau tidak boleh menutup
pintumu lalu memukul rakyatmu. Karena rakyat adalah milik bersama,
rakyat harus dilindungi dan dihargai bersama di bawah kolong langit ini.
Dalam hal ini, Carter telah menyatakan semangat kekristenannya. Puji
Tuhan!
Kiranya Tuhan menolong dan
mengasihi kita, yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang bergolak,
berubah-ubah tak menentu ini tahu apa itu harga diri manusia, sehingga
kita bisa menghargai diri sendiri juga menghargai sesama kita.
Sumber: Majalah MOMENTUM No. 37 – September 1998
Dikutip dari https://thisisreformedfaith.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar