Selasa, 13 Desember 2016

BUKAN CINTA BIASA (Sebuah Refleksi Fenomenologis-Theologis-Kristologis)



Ditulis oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
”Yohanes 3: 16”
Karena Begitu Besar Kasih Allah Akan Dunia ini sehingga Ia mengaruaniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal.

Manusia Memiliki Cinta
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, Allah menciptakan manusia memiliki kehendak. Kehendak manusia bebas tetapi tetap ada dalam kuasa Allah. Manusia juga diberi hati nurani (counscience) untuk menimbang apa yang benar dan apa yang jahat, selain itu manusia juga diberikan otak untuk berpikir membuat sebuah rancangan, analisa dan konsep. Di dalam hati manusia inilah Allah menanamkan cinta kepada manusia, sehingga hati manusia menjadi wadah untuk mengerti kualitas cintanya. Cinta di dalam hati akan memberikan dorongan pikiran manusia sehingga manusia juga akan menunjukkan tindakan sesuai dengan kualitas cinta yang ada di dalam hatinya.
Apakah benar manusia ada cinta? Dalam sejarah kehidupan manusia telah terjadi perang antar sesama manusia, bahkan telah terjadi perang dunia I & II, dalam sejarah agama Kristen – Islam juga tejadi perang Salib ± 2 Abad, lalu masih ada manusia yang hidup dalam kelaparan, baru-baru ini muncul kelompok radikal yang bernama ISIS yang telah membunuh banyak manusia dengan kejam, dalam sejarah Indonesia juga telah terjadi penjajahan dari bangsa Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang. Beberapa berita pada saat ini menyiarkan maraknya gembong narkoba merusak banyak kehidupan manusia, pembunuhan berencana oleh elit politik, kerusuhan dalam demonstrasi, dan pembunuhan anak kandung oleh orang tua dan sebaliknya serta fitnah dan caci maki antar golongan partai politik. Melihat keadaan demikian kita bisa saja mengatakan manusia telah kehilangan cinta, manusia tidak memiliki cinta dalam hatinya.
Namun disisi lain kita juga melihat manusia mau memberi makan anaknya, manusia masih mau bekerja keras menafkahi keluarga, manusia mau menolong sesamanya yang terkena musibah bencana alam, manusia rela mengorbankan harta bendanya bahkan dirinya kepada sesamanya dan manusia mau membela dan mati bagi bangasanya. Tindakan-tindakan manusia tersebut menunjukkan adanya rasa cinta dalam diri manusia. Lalu seorang psikolog bernama Abraham Maslow menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, hal tersebut menunjukkan adanya kebersamaan dalam kehidupan manusia. Jika kita melihat keadaan dunia yang pernah perang dunia I dan II namun muncul kedamaian, hal tersebut menunjukkan adanya rasa cinta dalam diri manusia. Melihat dua keadaan di atas seolah-olah menunjukkan bahwa pada saat yang bersamaan dalam hati manusia ada cinta dan benci. Cinta manusia seolah-olah mudah pudar dan kebencian juga seolah-olah bisa pudar. Hal ini menunjukkan bahwa manusia ada cinta namun cinta manusia mudah berubah oleh karena situasi inilah yang disebut love conditional.
Manusia diciptakan memiliki hati nurani,
Hati nurani manusia memiliki cinta,
Cinta manusia berbeda kualitasnya,
Kualitas cinta manusia tergantung dari keadaan.

Cinta & Dosa
            Dalam dunia fiksi kita bisa melihat kisah fiksi Zorro, kisah tersebut menceritakan bahwa ia mencintai warga yang miskin, lalu untuk menolong mereka ia merampok harta para bangsawan untuk dibagikan kepada rakyat miskin. Cinta kepada rakyatnya telah membuat seorang Zorro jatuh dalam dosa perampokan. Apakah benar tindakan cinta Zorro?
Dalam konteks perang dunia II ada negara-negara yang menjadi sekutu perang yang dibagi menjadi blok barat dan blok timur, mereka saling membantu perang karena sesama sekutunya namun cinta mereka kepada sekutu telah membawa mereka membunuh sesama manusia. Apakah benar tindakan cinta negara sekutu?
Dalam konteks agama muncul kelompok ISIS yang mencintai agama dan dengan dasar agama mereka membunuh banyak orang yang berseberangan fahamnya. Apakah benar demikian tindakan cinta terhadap agama?
Dalam konteks sains manusia menciptakan teknologi canggih, namun saying sekali teknologin itu terkadang tidak digunakan untuk mencintai manusia tetapi mengancam manusia, contoh pembuatan alat-alat militer dan bom nuklir yang menimbulkan ketakutan manusia.
Dalam konteks ekonomi manusia tidak terarah mencintai sesama namun mencintai keuntungan, sehingga manusia lebih bersikap cinta uang dan keuntungan daripada mencintai kemanusiaan, terkadang demi keuntungan mereka rela memberi upah yang kecil kepada bawahannya. Bahkan para pengusaha rela bersahabat hanya sesama pengusaha dan mengabaikan orang-orang yang tidak ada hubungan dengan bisnisnya. Apakah benar sikap cinta yang demikian?
Dalam konteks kehidupan pemuda dan remaja masa kini cinta memang telah mempertemukan antar sesama dan muncul persahabatan, tetapi cinta pada sahabat sering berunjung pada pembelaan yang bodoh, seperti dalam hal tawuran antar pelajar, mereka rela berkelahi hanya karena cinta sahabat, mereka berkelahi meskipun tahu fakata bahwa sahabatnya yang salah, justru membela yang salah. Apakah benar cinta yang demikian kepada sahabat?. Lebih dari itu banyak pemuda/i dikendalikan oleh cinta sehingga saling menyukai lawan jenis namun mereka justru terjerumus dalam pergaulan bebas dan seks bebas. Apakah benar cinta yang demikian?
Fakta-fakta diatas memperlihatkan ada permasalahan serius dengan cinta manusia. Apakah yang memperngaruhi manusia sehingga memiliki cinta yang menjerumuskan manusia dalam ketidakbenaran. Disinilah kita melihat ada hubungan antara cinta dan dosa. Dalam Reformed Theology dosa merusak total keadaan manusia, hati nurani, pikiran dan keinginan telah dirusak oleh dosa. Dosa membuat manusia tidak dapat melakukan kebaikan yang sungguh-sungguh baik, kebaikan manusia relative bahkan manusia diarahkan untuk tidak mau mengenal kebenaran. Jika dosa sudah merusak hati nurani manusia maka dosa juga merusak cinta dalam hati manusia. JIka dosa sudah merusak pikiran manusia maka pola pikir cinta manusia menjadi rusak. Jika dosa sudah merusak keinginan manusia maka cinta yang diingini manusia juga rusak. Oleh karena itu dosa merusak kualitas cinta dalam diri manusia. Cinta manusia menjadi relative tergantung pada keadaan, objek dan kepentingan. Dosa membuat manusia kehilangan ketulusan dalam mencintai karena cinta yang sejati mengarahkan manusia kepada cinta pada Tuhan dan sesama, namun jika manusia tidak cinta Tuhan maka ketika mencintai sesama motivasinya sudah tercemar, bukan lagi untuk Tuhan tetapi untuk kepentingan dirinya sendiri. Cinta dalam keberdosaan adalah cinta yang merusak. Cinta dalam keberdosaan tidak memuliakan Allah. Cinta dalam keberdosaan menghancurkan kehidupan dan cinta dalam keberdosaan bisa membawa manusia ke dalam maut.
Dosa merusak total manusia
Dosa merusak cinta dalam hati manusia
Cinta menjadi berbahaya jika dikuasai dosa.

Bukan Cinta Biasa
            Dalam Injil Yohanes 3: 16 menyatakan bahwa ”karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini”. Allah datang menyatakan cinta mengapa? Dalam Yohanes 5: 42 menyatakan bahwa ”tetapi tentang kamu, memang Aku tahu bahwa di dalam hatimu kamu tidak mempunyai kasih akan Allah”. Alkitab menyatakan Allah adalah kasih (Lih. 1Yoh.4: 8). Dalam 1 Yohanes 4: 10 menyatakan bahwa ”Inilah kasih itu: bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”. Alkitab menyatakan bahwa Cinta yang sejati hanya ada pada Allah di dalam Yesus Kristus. Cinta sejati hanya diberikan Allah di dalam Yesus Kristus. Jadi manusia benar-benar memiliki cinta sejati jika Allah menyatakan cinta-Nya kepada manusia. Jika Allah membuka hati, pikirian dan keinginan manusia pada cinta-Nya maka manusia baru mengerti arti cinta Allah padanya dan manusia baru mengerti bagaimana mencintai sesama-Nya seperti Allah mencintai-Nya.
            Dalam dosa manusia tidak dapat menemukan cinta sejati. Namun karena Allah yang mengasihi manusia, Allah memberikan sekaligus menunjukkan bagaimana sebenarnya cinta sejati itu. Oleh karena itu untuk mengerti cinta sejati yang datang dari Tuhan, hanya dengan melihat pada pribadi Tuhan Yesus Kristus. Saat melihat Pribadi dan Tindakan Tuhan Yesus Kristus maka kita menemukan Cinta Allah Bukan Cinta Biasa. Mengapa disebut Bukan Cinta Biasa?
1.      Cinta tersebut tidak dipengaruhi keadaan (Uncoditional of Love)
Yesus datang ke duania, kepada manusia berdosa, Yesus tidak menolak manusia yang berdosa, setiap manusia yang berdosa Yesus panggil dan Yesus memberikan kabar baik kepada mereka. Kabar baik keselamatan dan hidup kekal tidak untuk orang kaya, orang pintar, orang merasa baik dan orang yang bijaksana, tetapi Yesus memberikan kabar baik kepada seluruh manusia yang berdosa. Jadi Kalau ingin menunjukkan cinta yang sejati, maka tunjukkanlah sikap yang mau menerima orang yang berdosa, bukan menjauhi, bukan mencaci maki, bukan memusuhi tetapi mendatangi dan menerima mereka, serta beritakan kabar baik.
2.      Cinta tersebut menyatakan kebenaran (Revealed the Truth of Love)
Allah menyatakan cinta juga kebenaran, kebenaran mengikuti cinta, maka inilah cinta yang sejati. Cinta tanpa kebenaran itu adalah cinta palsu. Cinta di dalam kebenaran dan cinta menghadirkan kebenaran itu adalah cinta sejati, dan cinta yang demikian hanya dinyatakan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Cinta tanpa kebenaran maka cinta itu akan menghancurkan kehidupan manusia, cinta tanpa kebenaran cinta tersebut menjerumuskan manusia. Allah menyatakan cinta di dalam kebenaran yaitu Di dalam Yesus Kristus. Manusia yang dicintai Allah akan diperbaharui oleh Allah dan hidup dalam kebenaran, yaitu hidup sesuai firman Tuhan.
3.      Cinta tersebut Sempurna (perfect of Love)
Yesus mengasihi tidak setengah hati, Dia menyatakan siapa yang dikasihi-Nya akan diselamatkan dan mendapat hidup kekal. Ini menujukkan cinta Tuhan Yesus totalitas tidak setengah-setengah. Tuhan Yesus menujukkan totalitas cinta-Nya dengan rela mengorbankan seluruh hidup-Nya, Ia rela mati di kayu Salib untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Ia mati untuk membebaskan manusia dari hukuman Allah. Manusia yang memiliki cinta sejati tidak pernah setengah hati dalam melakukan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan dalam hidupnya melalui lembaga-lembaga sekolah, Gereja dan persekutuan. Siapa yang memiliki cinta sejati memiliki kesungguh-sungguhan dalam mengerjakan tugas-tugasnya, belajar sungguh-sungguh dan percaya Tuhan sungguh-sungguh.
4.      Cinta tersebut membuat pendamaian (propitiation of Love)
Cinta Allah memulihkan hubungan manusia dengan Allah. Dengan cinta-Nya Allah mencari manusia yang terhilang sehingga manusia memperoleh hidup kekal. Yesus datang ke dunia menunjukkan bahwa Allah yang berinisiatif memulihkan hubungan dengan manusia.Manusia yang berdosa diampuni dosanya, sehingga manusia bisa merasakan kasih Tuhan, selanjutnya manusia yang sudah dipulihkan Tuhan memiliki tanggung jawab memulihkan hubungan dengan sesamanya. Siapa yang memiliki cinta sejati pasti mau memulihkan hubungan dengan sesamanya, cinta sejati dari Allah tidak membuat kita memelihara kebencian dalam diri kita, cinta sejati dari Allah justru membangun kedamaian dalam kehidupan manusia.
5.      Cinta tersebut bernilai kekal (Eternal of love)
Allah mengasihi manusia dengan kasih yang kekal, Kelahiran Yesus Kristus menunjukkan bahwa kasih yang kekal itu ingin Allah berikan. Cinta sejati Allah bernilai kekal, cinta tersebut tidak dipengaruhi dengan keadaan manusia. Cinta Allah tidak dibatasi waktu manusia. Kapan pun Allah bisa mengasihi manusia. Cinta kekal Allah ditunjukkan dalam tindakan Allah, yaitu siapa yang Ia cintai maka manusia tersebut memperoleh hidup kekal. Bagaimana dengan manusia? ini mengajarkan manusia, siapa yang memiliki cinta sejati maka ia akan setia sampai akhir hidupnya, jika manusia mempunyai cinta sejati maka ia akan setia sampai mati kepada Tuhan maupun kepada orang yang dikasihinya. 

Penutup
Cinta Allah bukan cinta biasa, karena cinta Allah tidak terpengeruh oleh keadaan (unconditional of love), cinta Allah menyatakan kebenaran (revealed the Truth of love), cinta Allah totalitas (totality of love), cinta Allah memulihkan (reconciliation of love) dan cinta Allah bernilai kekal (eternal of love). Manusia bisa memiliki cinta sejati jika Roh Kudus melahirbarukan manusia. Pembaharuan dari Allah akan membuat manusia dimampukan untuk melakukan hal-hal rohani yang nilainya sulit jika dinilai oleh manusia yang berdosa. Mencari yang berdosa, hidup diantara yang berdosa, melayani yang berdosa itulah menjadi keadaan hidup manusia yang memiliki cinta sejati dari Tuhan. Soli Deo Gloria

Jumat, 11 November 2016

DOKTRIN PEMILIHAN ALLAH


Oleh: Ev. Made N. Supriadi, S. Th
Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.
(Efesus 1: 4)
 Pemilihan adalah ajaran Alkitab dan bukan ajaran manusia, dan alasan inilah mengapa orang sering begitu sulit untuk menerimanya (Richard D. Philips).[1] Jika kita bergumul dengan doktrin pemilihan, seharusnya pertanyaan pertama adalah apakah hal itu diajarkan di dalam Alkitab? pertanyaannya bukan apakah anda belum mengerti atau apakah anda menyukainya. Gunakan rasio untuk meneliti dan mengkaji Alkitab dan gunakan perasaan dalam ketaatan dan pimpinan Roh Kudus. Jika rasio kita menemukan Alkitab mengajarkannya, maka ketaatan hati kita kepada Allah mengharuskan kita menerimanya. Dan melalui ketaatan pikiran kita, mengharapakan Allah untuk memimpin kita ke dalam pemahaman atas doktrin ini dan bersukacita di dalamnya.
Pembahasan mengenai doktrin pemilihan (election of God) dimulai dengan sebuah analogi, jika kita melihat pembangunan sebuah gedung, semakin tinggi gedung tersebut maka fondasi yang dibangunya semakin dalam sehingga bagunan tersebut menjadi kokoh. Begitu juga pemilihan Allah, manusia dipilih to hidup kekal maka pemilihan itu juga dimulai dari kekal. Maka benar kata firman Tuhan bahwa ”…Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan”. Karena di dalam Yesus Kristus kita akan hidup kekal di Sorga maka pemilihan itu tidak dimulai di dunia maka pemilihan itu dimulai dari kekekalan.
Richard D. Philips menuliskan: ”Rasul Paulus menunjukkan perhatian yang sama ketika ia membangun konsep keselamatan Kristen sesuai dengan rencana Allah. Jadi ia mulai dengan menggali dalam-dalam, membangun fondasi yang seteguh mungkin untuk sesuatu yang akan mencapai sorga. Allah memimpin kita, demikian Paulus mengajarkan, ke dalam kekekalan di masa depan, maka di dalam kekekalan masa lalulah Allah meletakan dasar untuk keamanan kita.”[2]
Doktrin pemilihan mengutip serangkaian tujuan yang ditetapkan Allah di dalam Kristus sebagai penyebab keselamatan pribadi kita. ”Mengapa seseorang menjadi Kristen? Karena ia percaya Injil”. Itu adalah kebenaran yang esensial. Tetapi kita bertannya kembali, ”Kenapa ia percaya sedangkan yang lain tidak? Apakah karena ada sesuatu di dalam orang Kristen yang lebih rohani, yang lebih baik dalam beberapa cara, yang memungkinkan mereka untuk percaya sementara orang lain mendengar berita yang sama tetapi tidak percaya?” Alkitab menjawab: ”Bukan! Ini bukan karena ada sesuatu di dalam diri mereka, tetapi karena ada sesuatu di dalam Allah, yaitu pemilihan-Nya yang kekal dan berdaulat atas individu-individu untuk menjadi milik-Nya sendiri melalui iman dalam Yesus Kristus.”
Ini adalah kabar baik bagi semua orang yang percaya, karena inilah fondasi dari keselamatan kita: bukan karena ada sesuatu di dalam diri kita, yang begitu lemah dan berubah-ubah, yang begitu campur aduk dalam afeksi kita, begitu tidak konstan dalam iman kita, tetapi pilihan Allah sendiri yang berdaulat dan tidak dapat diubah sejak kekekalan. Ia ”memilih kita sebelum dunia dijadikan.”

Arti Kata Pemilihan Dalam Efesus 1: 4
Alkitab berbicara mengenai pemilihan dari suatu arti seperti:
1.    Pemilihan orang-orang Israel sebagai umat Allah di PL (Ul. 4: 37’ 7: 6-8; 10: 15; Hos. 13: 5).
2.    Pemilihan orang-orang untuk beberapa jabatan atau pelayanan khusus (Ul. 18:5; 1Sam. 10: 2; Maz. 78: 70)
3.    Pemilihan orang-orang pada keselamatan (Mat. 22: 14; Rm. 11: 5; Ef. 1: 4).
Yang terakhir ini adalah pemilihan yang dibicarakan dalam hubungannya dengan predestinasi. Pemilihan ini dapat didefinisikan sebagai maksud Allah yang kekal untuk menyelamatkan beberapa keturunan manusia di dalam dan oleh Yesus Kristus. Secara khusu untuk mengerti arti kata pemilihan maka akan membahas secara khusus teks firman Tuhan dari Efesus 1: 4.
Efesus 1: 4 menyatakan salah-satu penyataan yang terang dari doktrin pemilihan. Dalam teks Yunani dituliskan ” kaqw.j evxele,xato h`ma/j evn auvtw/| pro. katabolh/j ko,smou ei=nai h`ma/j a`gi,ouj kai. avmw,mouj katenw,pion auvtou/ evn avga,ph|(” Kata pemilihan ditulis dengan kata evxele,xato (eselesato) merupakan kata kerja indicative aorist middle 3rd person singular dari kata dasar  evkle,gw Dalam Greek-English Lexicon of The New Testament mengartikan evkle,gomai choose, select Mk 13:20; Lk 9:35; 10:42; J 15:16; Ac 15:22, 25; Eph 1:4; Js 2:5.[3] Dalam teks tersebut kata evxele,xato (eselesato) ditulis dalam bentuk kata kerja indicative aorist yang menunjukkan bahwa kata kerja itu sudah selesai dilakukan dan dampaknya terasa sampai sekarang. Jadi pemilihan itu sudah dilakukan Allah dari semula sebelum dunia dijadikan dan pemilihan itu tidak hilang namun tetap dirasakan sampai sekarang.
Dalam bahasa Inggris ada dua kata yang perlu dipahami megenai pemilihan, pertama choosen dan election. Choosen dari kata dasar choose artinya memilih, memutuskan berdasarkan kehendak. Lalu election dari kata dasar elect artinya orang-orang yang terpilih atau kelompok golongan terpilih. Dalam Efesus 1: 4 menggunakan kata chose / choosen untuk menunjukkan keaktifan. Dalam teks tersebut jelas menunjukkan Allah yang aktif memilih dan memutuskan pemilihan tersebut baik waktu dan orangnya. Kata election menunjukkan kepasifan, jadi orang-orang yang sudah terpilih (election) merupakan tindakan dari pemilihan Allah (The choosen of God). Maka jelas mengapa dalam Theology Reformasi Injili memakai istilah election bukan choosen Karena itu untuk menunjukkan orang yang dipilih.
            Dalam bagian-bagian Alkitab yang lain seperti Markus 13: 20 menunjukkan istilah ”…orang-orang pilihan yang dipilih-Nya.” Dalam NIV dituliskan ” But for the sake of the elect, whom he has chosen.” Maka jelas bahwa orang-orang pilihan (the election) merupakan pilihan Allah yang memilih (choosen). Jadi Allah aktif memilih dan manusia pasif. Jika manusia terpilih karena keaaktifan Allah semata. Lalu dalam Lukas 9: 35 menunjukkan pemilihan Allah atas Anak-Nya Yesus Kristus. Yesus Kristus Anak Allah yang kekal (The Son of God of Eternality), Allah Bapa juga kekal, maka jika Allah Bapa menyatakan Yesus sebagai Anak-Nya maka itu pasti sudah terjadi dari kekal sampai kekal. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan itu sudah terjadi dalam kekekalan.
Dalam Yohanes 15: 16 menuliskan : ”Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu…” Dalam NIV menuliskan: ” You did not choose me, but I chose you.” Tuhan Yesus menyatakan bahwa para murid bukanlah penentu untuk mengikut Yesus tetapi Yesuslah yang menentukan siapa yang mengikut-Nya sesuai dengan pemilihan Yesus sendiri. Ungkapan ”tetapi Akulah yang memilih kamu.” Menunjukkan bahwa Tuhan Yesus pemilih murid-Nya (The choosen of Election). Richard D. Philips menuliskan: ”Yesus memilih mereka, padahal Ia mungkin saja dengan mudah membuat pilihan yang lain. Pemilihan-Nya yang menentukan kemuridan mereka”. Tuhan Yesus yang memanggil ke 12 murid dengan latar belakang berbeda, hal tersebut menunjukkan pemilihan tersebut tidak berdasarkan kualifikasi dari diri para murid tetapi Tuhanlah yang tahu.
 Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus telah ada dalam kekekalan. Alkitab memberikan cukup banyak bukti bahwa ada kovenan atau perjanjian di dalam kekekalan antara Allah Bapa dan Allah Anak, yang ditetapkan dalam pembicaraan prapenciptaan. Berikut penyataan Alkitab mengenai adanya perjanjian (kovenan) kekal:
Ibrani 13: 20 menyatakan: ” Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita.” Yohanes 17: 4 menyatakan: ” Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” 1Petrus 1: 19-20 menyatakan: ”19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.  20 Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.
Keputusan yang kekal ini disebut sebagai kovenan penebusan. Allah Bapa meletakan suatu tanggungan pada Allah Anak demi orang-orang yang dipilih sebelumnya. Sang Anak secara sukarela menerima tanggungan ini, yaitu bahwa Ia akan mengambil perkara mereka dan mati untuk mereka di atas salib. Sebagai imbalannya, Bapa menjanjikan kepada-Nya keselamatan bagi semua kaum pilihan, mereka yang dipilih dalam kekekalan untuk hidup kekal sebagai umat-Nya.
             Dalam Yesaya 46: 9-10 menyatakan: ”9 Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku,  10 yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan”. Ayat tersebut menunjukkan kedaulatan keputusan Allah. Dalam Perjanjian Lama kedaulatan keputusan kasih Allah dalam memilih umat Israel juga dinyatakan. Dalam Ulangan 7: 7-8 menyatakan: ”7 Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?  8 tetapi karena TUHAN mengasihi kamu dan memegang sumpah-Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu, maka TUHAN telah membawa kamu keluar dengan tangan yang kuat dan menebus engkau dari rumah perbudakan, dari tangan Firaun, raja Mesir.
            Dalam Perjanjian Baru di dalam pemilihan Bapa sendiri yang berdaulat memberikan orang pilihan kepada Yesus Kristus untuk ditebus. Yohanes 6: 37-39 menyatakan: ”Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.” Edwin H. Palmeer menuliskan:
”Di sini terlihat jelas bahwa orang-orang yang akan dibangkitkan pada akhir zaman, semua orang percaya sejati, diberikan oleh Bapa kepada Kristus. Dan hanya mereka yang diberikan oleh Bapa kepada Kristus yang dapat datang kepada-Nya. Keselamatan sepenuhnya terletak ditangan Allah Bapa. Bapalah yang memeberikan mereka kepada Yesus untuk diselamatkan. Sekali mereka telah diberikan kepada Yesus, Yesus akan menjaga sehingga tak satu pun dari mereka yang akan terhilang. Maka keselamatan tergantung sepenuhnya kepada Bapa yang memberikan sejumlah orang yang diselamatkan kepada Kristus. Ini tidak lain adalah pemilihan tanpa syarat.”[4]
 Di dalam Roma 9: 10, Paulus menggunakan contoh Esau dan Yakub untuk menunjukkan pemilihan dan penolakan Allah sebelum mereka lahir. Dasarnya ialah rencana Allah tentang pemilihan yang jelas dinyatakan dalam Roma 9: 11 ”Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan-Nya.” Dari ayat-ayat tersebut sangat jelas bahwa pemilihan adalah kedaulatan Allah. Maka jika Allah berdaulat, Allah memilih siapa saja yang dikehendaki, pemilihan Allh tidak dibatasi oleh faktor-faktor fisik manusia dan pemilihan Allah tidak dapat ditolak. Soli Deo Gloria


[1] Richard D. Philips adalah hamba Tuhan senior di First Presbyterian Church of Carol Springs di Margate, Florida. [Richard D. Philips, Apakah Pemilihan dan Predestinasi itu?, (Surabaya: Momentum, 2013), 11]
[2] Richard D. Philips, Apakah Pemilihan dan Predestinasi itu?...., 5
[3] William F. Arnddt Dan F. Wilbur Gingrich, A Greek-English Lexicon Of The New Testament and other Early Chriatian Literature, (Chicago: The University of Chicago Press, 1982), 60  
[4] Edwin H. Palmeer. The Five Points of Calvinism, (Surabaya: Momentum, 2011), 33

IMAN & PENDERITAAN

Sebuah Refleksi Filosofis-Theologis
Oleh: Made N. Supriadi, S. Th
       Penderitaan akan menjadi penderitaan jika penderita tidak diberikan iman oleh Tuhan. Penderitaan akan menjadi tangisan jika penderita tidak melihat pengharapan. Lalu apakah orang percaya hidup tanpa penderitaan? Penderitaan akan tetap ada namun inilah yang patut kita pelajari yaitu relasi iman dan penderitaan.
       Tuhan memberikan iman, iman memimpin manusia berpusat pada pribadi dan karya Allah, sehingga pikiran (mind) dan hati nurani (counscience) dipimpin berpusat pada pribadi Allah yang kasih dan karya-Nya yang mengasihi, konsep demikianlah yang membuat manusia tahu bahwa kehidupan ini ada dalam pemeliharaan Tuhan.
       Dalam Alkitab banyak tokoh iman yang menderita dalam Ibrani 11 tokoh tersebut hidup dalam iman juga penderitaan. Ayub juga mengalami penderitaan padahal ia orang beriman. Namun fakta Alkitab menyatakan mereka tidak menyebut penderitaan sebagai sebuah penderitaan. Mengapa? karena mereka diberikan iman oleh Tuhan.
      Tuhan Yesus juga mengalami penderitaan padahal Ia sumber Iman itu, namun penderitaan itu bukanlah menjadi penderitaan yang menguasai dan merubah tujuan dan nilai pribadi dan karya-Nya. Jadi penderitaan tidak akan menjadi penderitaan jika Tuhan memberikan iman, penderitaan bukanlah penderitaan jika berpusat kepada Tuhan. Lalu apakah setiap orang yang percaya akan menderita? Maka penderitaan itu hadir bukan karena orang tersebut beriman, karena orang tak beriman pun juga mengalami penderitaan. Penderitaan ada karena orang percaya hidup di dunia dan tidak mengenal Tuhan. Penderitaan orang yang tidak beriman pada Yesus Kristus dialami hingga kekekalan. Oleh karena itu dalam Roma 1: 24, 26, 28 menyatakan bahwa orang yang terus bergelut dalam kefasikan, kecemaran dan berbagai dosa bisa jadi orang tersebut sudah diserahkan Tuhan dalam penghukuman.
     Perhatikan dua orang yang disalib bersama Tuhan Yesus, mereka mengalami penderitaan fisik, namun penderitaan salah seorang yang disalib tidak bernilai kekal karena ia diterima Yesus di Firdaus, lalu yang satunya menderita fisik dan kekal karena menolak Tuhan Yesus.
        Penderitaan adalah sebuah tipuan bagi iman karena penderitaan mencoba merusak konsep iman, namun disaat yang sama penderitaan juga menjadi pengujian kualitas iman karena dalam penderitaan kemurnian konsep berpikir dan hati serta kekuatan iman menjadi terlihat. Penderitaan juga merupakan alat untuk membentuk iman orang percaya, penderitaan akan memperlihatkan gambaran konsep iman apakah itu iman yang diberikan Tuhan atau tidak. Iman dalam penderitaan memimpin orang percaya tetap memuliakan Tuhan, justru dalam penderitaan yang dimenangkan iman akan membuat Tuhan dimuliakan. Maka orang yang menderita dalam iman tetap menunjukkan ekspresi memuliakan Allah. Soli Deo Gloria.

SUBYEKTIVISME

Sebuah Evaluasi Filosofis-Theologis
Oleh : Ev. Made N. Supriadi, S. Th
        Subyektivisme merupakan paham yang menekankan segala sesuatu berpusat pada manusia. Maka jika filosofi tersebut diterapkan dalam memahami kebenaran hasilnya ialah manusia menjadi tolak ukur bagi kebenaran,benar dan salah ditentukan oleh siapa yang menafsirkan kebenaran. Seorang penganut filosofi ini menyatakan semua kitab sama saja, yang paling penting itu bagaimana cara manusia menentukan benar dan salahnya. Saya menanggapi:
       Pertama: "prinsip kebenaran ialah universal, mutlak, koheren, komprehensif dan objektif. Maka kebenaran itu tidak akan mejadi universal n objektif karena ditentukan manusianya, karena setiap manusia memiliki pikiran yang berbeda maka kebenaran itu akan menjadi relatif tidak mutlak karena masing-masing diri merasa benar."
         Kedua: "filosofi subyektivisme tidak logis dan tidak akan pernah menjadi logis karena menstandarkan pada pribadi manusia yang kelogisannya berbeda-beda maka tidak ada standar logis".
     Ketiga: "Filosofi subyektivisme hanya akan menghancurkan penganutnya karena, filosofi menstandarkan pada pikiran dan hati manusia. Secara esensi pikiran dan hati manusia sudah rusak total (total depravity), jadi kebaikan apapun yang dilakukan manusia hanya baik sebatas bertemu subyek-subyek yang berlatar belakang sama paling tidak budayanya. Namun jika bertemu dgn subyek yg berbeda latar belakang maka konflik berpotensi besar hadir."
     Keempat: "Penganut paham subyektivisme ini sedang mengosongkan dirinya sehingga memiskinkan sosialisasi dan pengetahuannya, karena penganut ini sudah membatasi pada dirinya yang benar."
      Kelima: "paham ini sama saja mrnuhankan diri sendiri sehingga manusia merasa superior atas yang lain karena merasa memiliki kebenaran, sehingga menyamai Tuhan yang menjadi penentu benar dan salah melalui Alkitab. Salah seorang penganut ini menyatakan bahwa dirinya adalah Tuhan dan Roh manusia itulah Roh Kudus ini sungguh pemahaman panteisme yg berakar dari subyektivisme."
     Jadi kebenaran tetaplah kebenaran. Kebenaran tidak menjadi, karena kebenaran sudah benar karena kebenaran itu konsisten dan mutlak. Kebenaran tidak lokal tetapi universal dan komprehensif. Kebenaran itu mutlak tidak relatif & kebenaran it obyektif tidak subyektif. Soli Deo Gloria.

FIRMAN ITU TELAH MENJADI MANUSIA

Sebuah Refleksi Theologis-Filosofis
Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
Firman itu telah menjadi manusia (Yoh. 1: 14 'kai ho logos sark egeneto'). Inkarnasi merupakan istilah (terminus teknikus) yg diadopsi dalam bidang Theologi to menunjukkan peristiwa kelahiran Yesus Kristus. Allah menjadi manusia, memberikan pengajaran penting dlm iman Kristen:
1. Menunjukkan kepeduliaan Allah bagi umat manusia.
2. Menunjukkan kesungguhan keilahian Yesua Kristus yg adalah firman.
3. Menunjukkan kesungguhan kemanusiaan Yesus Kristus yg telah menjadi manusia.
Natal menyatakan pribadi dan karya Yesus Kristus, pribadi Yesus yg 100% Allah & 100% manusia, karya Yesus yg menyelamatkan umat pilihan yg diberikan Bapa. Jika ada Natal maka ad pemberitaan pribadi & karya Yesus Kristus, namun jika ada perayaan (celebration) natal tanpa pemberitaan pribadi dan karya Yesus Kristus pada prinsipnya itu bukanlah makna natal. Jika hanya ada tarian, humor, drama, pujian namun menolak pemberitaan pribadi & karya Yesus Kristus maka itu bukan merayakan natal tetapi hanya merayakan kesenangan perasaan manusia. Saat ini banyak ekspetasi natal selalu ditunjukkan dgn beragam penampilan atraktif yg kreatif rela bersibuk ria dgn penampilan lalu melalaikan firman, apakah it Natal?.... Firman yg telah menjadi manusia itulah sentralitas natal, sesederhana perayaan natal asalkan sentralitas natal ialah pribadi dan karya Yesus Kristus maka itulah natal.
Banyak keberatan2 diajukan mengenai kelahiran Yesus dari seorang perawaan Maria. Banyak yg menyatakan kelahiran Yesus Kristus dianggap tidak masuk akal. Benarkah demikian? lalu kalau kehadiran Yesus hanya melalui seorang perawan Maria tanpa hubungan biologis dianggap tidak masuk akal, bagaimana kehadiran manusia seperti Adam dan Hawa apakah tidak logis?
Berikut Asal-usul keberadaan manusia, ad 4 pengajaran yg diterima manusia mengenai hadirnya manusia:
1. Manusia hadir dibumi tanpa hubungan biologis (pertemuan sel sperma dan sel telur) namun melalui penciptaan itulah Adam.
2. Manusia hadir dibumi melalui laki-laki itulah Hawa, karena ia diambil dari tulang rusuk Adam.
3. Manusia hadir dibumi melalui hubungan biologis yaitu Kain dan Habel dan kita semua manusia saat ini.
4. Manusia hadir dibumi hanya melalui seorang wanita tanpa hubungan biologis itulah Yesus Kristus.
Jadi adakah yg salah dengan kelahiran Yesus Kristus yg dikandung dari Roh Kudus lahir dari anak dara Maria. Jika point 1-3 kita banyak menerima kenapa point ke empat sulit diterima. Jadi kelahiran Yesus Kristus bukan suatu kebohongan atw rekayasa karena sebelum kelahiran Yesus Kristus sdh ad model-model kelahiran yg unik, tanpa ibu dan bapak (adam), tanpa ibu hanya laki2 (hawa), biologis (kain n habel dan manusia saat ini) dan Yesus Kristus (hanya melalui ibu).

Allah menjadi manusia itulah hal logis karena yg tak terbatas membatasi diri. Tetapi jika manusia menjadi Allah maka itu tidak logis karena yg terbatas tidak mungkin menjadi tak terbatas. Yesus ialah Allah yg sungguh-sungguh menjadi sama dengan manusia. Yesus menjadi manusia dan melewati proses yg sama dengan manusia, yaitu: dilahirkan, bertumbuh dewasa, belajar, merasakan penderitaan, dan kematian. Yesus tidak menjadi manusia jadi-jadian yg tiba2 hadir di dunia langsung dewasa, tetapi ia melewati setiap proses kehidupan manusia. Mengapa Ia menjadi manusia?
1. Manusia ciptaan mulia (Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah / peta dan teladan Allah).
2. Manusia objek keselamatan Allah (Predestinasi berbicara mengenai keselamatan yg ditetapkan Allah dari semula sebelum dunia dijadikan bagi orang pilihan-Nya).
3. Manusia membutuhkan teladan yg ideal dalam menjalani kehidupan (Yesus memiliki moralitas ilahi maka moralitas Yesus tanpa dosa sehingga moralitas yg ideal dibutuhkan setiap manusia dalam membentuk moralitas diri).
4. Allah menggenapi Janji-Nya (PL mengandung PB dan PB melahirkan atw menyatakan apa yg dikandung dlm PL yaitu janji Allah dimana Allah sendiri akan datang to menyelamatkan umat manusia dari kuasa dosa).
5. Allah memuliakan diri-Nya (hanya di dalam n melalui Yesus Kristus kemuliaan Allah nyata, karena semua manusia berdosa hanya Yesua sajalah yg hidup di dunia tanpa dosa maka hanya Yesuslah yg benar2 mulia, dan mempermuliakan Allah). Bapa dan Yesus adalah satu Bapa mulia Yesus mulia. Bapa berkuasa Yesus berkuasa. Bapa mengasihi Yesus mengasihi. Bapa berjanji Yesus menggenapi.
Allah yg perkasa bukan karena mujizat yg menjadi show of power tetapi karena pribadi yg ilahi, tanpa dosa dan cela. Orang yg memiliki kuasa tapi tdk bermoral maka kekuasaannya tdk efektif. Tetapi Yesus yg memiliki moralitas ilahi maka Ia menjadi mahakuasa. Segala sesuatu menjadi efektif di dalam Yesus baik kasih, pengorbanan, kesetiaan, ketulusan yang akhirnya menumbuhkan kekuasaan dalam hidup banyak orang. Inilah namanya lemah tapi kuat, miskin tapi kaya, rendah tapi berkuasa. Jadi kebenaran itulah kekuasaan. Siapa yg melakukan kebenaran maka kekuasaan itu akan mengikuti. Soli Deo Gloria

MENJADI SAKSI YESUS



Sebuah Refleksi Theologis Dari Kisah Para Rasul 1: 6-11[1] 
Oleh: Ev. Made Nopen Supriadi, S.Th 
Pada tahun 155 M ada seorang Uskup di Smirna bernama Polycarpus, saat itu ia ditawarkan untuk menyangkal iman agar bebas atau mati. Tetapi ia berkata ”selama 86 tahun Yesus yang kusembah tidak pernah mengecewakan saya, bagaimana saya dapat menyangkal-Nya”. Karena menolak menyangkal Yesus dan tidak mau menyembah Kaisar maka Polycarpus dijatuhkan hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Kata ”saksi” dalam kata dasar Yunani : ”ma,rtuj[2] yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris witness yang artinya saksi. Dari kata witness ini saksi ini memiliki fungsi yaitu mencerminkan, juga menyaksikan sebuah peristiwa (incident) atau pengalaman (experience). Oleh karena itu menjadi saksi Yesus juga memberitakan peristiwa yang dialami. Namun dalam sebuah buku berjudul Batu-Batu Tersembunyi memberikan arti istilah Martir yaitu membela & mempertahankan iman sampai mati. Jadi Menjadi Saksi Yesus dapat diartikan sebuah proses kehidupan yang mencerminkan karakteristik Yesus Kristus dan juga memberitakan peristiwa mengenai Yesus Kristus (karya kelahiran, pelayanan, kematian, kebangkitan, kenaikan dan janji kedatangan-Nya) serta pengalaman hidup di dalam iman kepada Yesus Kristus. Melalui firman Tuhan ini bagaimana orang Kristen dapt menjadi saksi Yesus?
1.      Diberikan Kuasa Rohani (ay. 6-8)
Dalam ayat 6-8 ada perbedaan pandangan tentang ’kuasa’ antara para murid dan Tuhan Yesus Kristus.
a.       Para Murid mengharapkan kuasa secar politik duniawi. Hal tersebut dapat kita lihat dari istilah ”…. Kerajaan Israel”. Israel dahulu sempat Berjaya di bawah kekuasaan raja Daud. Namun setelah Raja Salomo terjadi perpecahan kerajaan, yaitu Keraajaan Israel Utara dengan ibu kota di Samaria dan Kerajaan Israel Selatan dengan ibu kota di Yerusalem. Pada tahun 721 BC Israel Utara dibuang ke Asyur dan tidak kembali lagi. Lalu pada tahun 597 BC Israel Selatan dibuang ke Babel dan 586 BC kembali dibuang ke Babel, namun setelah 70 tahun mereka kembali lagi ke Yerusalem. Pada tahun 539 mereka pulang ke Yerusalem namun tidak ada lagi raja yang memerintah mereka di Yerusalem. Jika dihitung dari awal pulang pada tahun 539 BC ke zaman KPR 67 M maka ada 606 tahun sudah Israel tidak ada raja lagi. Karena itu para murid mengharapkan Yesus menjadi raja secara politik. Karena memang Yesus juga berasal dari garis keturunan Daud. Jika dibayangkan ekspresi para murid seperti seorang anak yang merengek minta sesuatu sebelum ditinggal orang tuanya. Keadaan demikian jugalah yang masih tampak hadir dalam kehidupan orang Kristen. Misi tidak berjalan karena banyak orang Kristen masih pada level merengek-rengek minta sesuatu sama Tuhan. Jika orang Kristen sudah dewasa dalam iman maka misi pasti berjalan.
b.      Tuhan Yesus memberikan kuasa rohani. Tuhan Yesus tidak serta merta menolak atau mengabaikan kerinduan hati para murid yang menginginkan hadirnya kekuasaan Israel, Tuhan Yesus tetap memberikan kuasa, namun kuasa yang bernilai rohani. Tuhan Yesus menghadirkan kekuasaan Israel rohani bukan duniawi. Dalam ayat 7 dan 8 menuliskan kata kuasa. Dalam ayat 7 ada istilah ”…. menurut kuasa-Nya” dan dalam ayat 8 ada istilah ”…. menerima kuasa”. Kata kuasa dalam ayat 7 ditulis dalam bahasa Yunani ”evxousi,a|” yang memiliki arti authority, absolute power. Lalu kata kuasa dalam ayat 8 ditulis dalam bahasa Yunani ” du,namij” yang artinya power, ability, capability. Ada perbedaan antara authority dan power. Untuk menjelaskan perbedaan kata ini saya memberikan ilustrasi seorang raja yang mengutus prajurit untuk mengirimkan surat. Raja tersebut memiliki otoritas atas prajurit dan prajurit tersebut mendapat kuasa untuk mengantar surat karena kuasa dari raja. Secara sederhana jika ditarik pada konteks masa kini seperti tukang parkir. Tukang parkir memiliki kuasa menentukan posisi mobil dan mobil mempunyai power untuk bergerak mengikuti arahan tukang parkir. Jadi Allah yang berotoritas memberikan kemampuan untuk menjadi saksi.
C. Kesimpulan
Para murid mendapatkan kuasa dari pribadi yang berotoritas yaitu Roh Kudus itu artinya penginjilan bergerak karena kuasa Allah, kuasa tersebut memberikan hikmat, kreatifitas dan semangat untuk penginjilan. Oleh karena itu orang Kristen sejati pasti mendapat hikmat untuk menginjili, kreatifitas untuk menyampaikan Injil dan tidak putus asa dalam penginjilan. Jadi Allah yang mulia, ingin mempermuliakan diri-Nya dengan memberikan kuasa bagi orang yang dipilih-Nya, untuk bersaksi bagi kemuliaan Tuhan.
2.      Siap Diutus Kemana Saja (ay. 8)
Jika Allah memberikan kemampuan untuk menjadi saksi, maka orang Kristen tidak memiliki alasan untuk menolak menjadi saksi di mana saja. Dalam ayat 8 Tuhan Yesus mengatakan bahwa ”… kamu akan menjadi saksiku di Yerusalem, Yudea, Samaria dan Ujung Bumi”. Mengapa Tuhan Yesus mengatakan hal demikian? Apa tujuannya?
a.       Yerusalem : Ditempat inilah Tuhan Yesus diadili dan dianiaya, ditempat inilah kebencian kepada Yesus diluapkan, ditempat inilah ancaman menakutkan bagi yang mengikuti Yesus. Di tengah kebencian, Yesus mengutus para murid untuk menjadi saksi, hal ini mengajarkan sebuah prinsip kasih kepada para Murid, bagaimana mereka bersaksi juga mengasihi mereka yang membenci, menganiaya dan membunuh. Permulaan kita menjadi saksi dimulai dari hati yang mampu mengasihi. Siapakah orang yang memusuhi kita jangan jauhi tetapi kasihi dengan tetap menyaksikan cinta kasih Tuhan. Dalam konteks Indonesia ada banyak tempat-tempat yang membenci Kristus, kita tidak boleh mengabaikan begitu saja karena kita tidak tahu kapan waktu Tuhan, seperti sejarah penginjilan di Sumatera Utara oleh Muson dan Liman, mereka terbunuh, tempat itu serasa begitu berbahaya, mengancam dan mematikan namun seorang penginjil bernama Nommensen tetap mengasihi dan mau menyaksikan cinta kasih Tuhan, dan Tuhan akhirnya membuat hati banyak orang di Sumatera Utara mengasihi Tuhan.
b.      Yudea: Daerah ini merupakan wilayah Israel selatan. Inilah sisa umat Israel yang kembali dari pembuangan dari Babel. Para Murid diutus menjadi saksi untuk umat pilihan Allah, karena berkat rohani ini memang dijanjikan juga bagi mereka. Yudea juga merupakan tempat keluarga para Murid. Hal ini mengajarkan bahwa keluarga juga harus kita perhatikan, penginjilan kepada keluarga juga tidak boleh dilupakan. Yudea adalah penduduk yang banyak tahu hukum Taurat tetapi belum mengerti anugerah keselamatn di dalam Yesus Kristus. Sama seperti orang berstatus Kristen namun belum mengerti keselamatan di dalam Yesus, oleh karena itu harus ada gerakan dari sesama orang percaya untuk menolong mereka. STTAB pada tahun 2017 sekitar bulan Juni-Juli akan mengadakan Mission Trip ke Pulau Siberut-Mentawai dan Ke Sumatera Utara, pelayanan ini guna membagun semangat rohani saudara-saudara kita. Da ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Oleh karena itu jika ada saudara-saudara kita yang berstatus jemaat ditempat ini namun tidak memiliki semangat rohani maka tanggung jawab kita untuk bersaksi dan menolong mereka, bukan mengabaikan.
c.       Samaria: Daerah ini dahulunya bagian Israel Utara, namun setelah pembuangan raja Asyur menempatkan orang-orang asing ditanah tersebut sehingga terjadilah kawin campur, hasil perkawinan campur antara umat Israel dan penduduk asing itulah yang menjadi warga Samaria. Penilaian orang Yahudi terhadap orang Samaria, mereka dianggap sebagai warga kelas dua. Hal ini mengajarkan kita bahwa orang-orang Kristen harus menjangkau orang-orang yang terasingkan, kita tidak bisa membiarkan mereka terabaikan, mereka juga butuh berita keselamatan dan penghiburan, kelegaan di dalam Yesus Kristus. Puji Tuhan masa kini sudah banyak lembaga-lembaga misi yang memiliki fokus kepada suku-suku yang terabaikan: GEKISIA Kota Bengkulu telah mengutus melayani daerah Krui dan rencana penjangkauan misi ke Batam. STTAB juga membuat gerakan doa suku terabaikan (GDST) setiap hari Sabtu, pukul 10.00 WIB.
d.      Ujung Bumi: Istilah ujung bumi dalam konteks Kitab Kisah Para Rasul menunjuk kepada Kota Roma. Itu artinya ujung bumi bisa diartikan penjangkauan inetrnasional. Oleh karena itu kita bisa melihat banyak para missionaris yang pergi menjadi saksi ke berbagai belahan dunia. Salah satu pandangan seorang pendidik dan pembidik bernama Bpk. Daniel Alexander menganggap ujung dunia ialah Papua, sehingga pada tahun 1994 ia tinggalkan Amerika dan Australia untuk tinggal di Papua. Namun dimana ujung bumi? Bentuk bumi itu bulat (elips pada kedua kutubnya), di manakah ujungnya? Maka konsep ini melampaui pemahaman pada tempat, tetapi pada esensi. Oleh karena itu sebuah filosofi mengatakan: ”Bisa saja orang yang paling dekat itulah yang paling jauh”. Artinya bisa saja orang yang dekat dengan kita jika ia belum percaya pada Yesus maka ia adalah orang yang paling jauh karena ia terhilang. Fenomena masa kini banyak orang tua Kristen anak tidak, atau anak Kristen orang tua tidak. Sekalipun mereka dekat karena hubungan darah namun sesungguhnya mereka sangat berjauhan dalam iman. Mari kita jangkau orang-orang disekitar kita, baik teman satu kantor, satu profesi, tetangga dll. Ujung Bumi ini juga bisa berarti titik dimana kita berdiri, itu artinya menunjuk pada diri kita, mari kita lihat apakah kita pribadi yang jauh dari Tuhan.
Kesimpulan:
Orang Kristen harus siap bersaksi dalam segala keadaan dimana saja ia berada fokusnya ialah kesaksian. Nyatakanlah Kristus dalam-Mu.
3.      Setia Sampai Maranatha (ay. 9-11)
Istilah Maranatha terdapat dalam 1 Korintus 16: 22 yang memiliki arti ”The Lord Comes (Tuhan Datang)”. Sampai kapan para murid harus bersaksi? Dalam ayat 11 menunjukkan bahwa Tuhan Yesus akan datang ke dua kali. Namun faktanya Tuhan Yesus belum datang kedua kali namun para Murid sudah meninggal. Ungkapan setia sampai maranatha memiliki dua arti, yaitu: pertama: setia sampai akhir hidup. Kedua: setia melanjutkan penginjilan dari generasi ke generasi. Oleha karena itu setiap pribadi kita harus memiliki kesetiaan dalam penginjilan dan meregenerasikan semangat penginjilan kepada generasi zaman ini. Fenomena saat ini banyak tokoh yang setia dalam penginjilan namun gagal mewariskan semangat penginjilan. Sehingga muncul sebuah keadaan orang tua aktif pelayanan anak pasif dalam pelayanan, atau sebaliknya anak setia pelayanan orang tua pasif dalam pelayanan.  
Kesimpulan
            Menjadi saksi Yesus Kristus adalah tanggung jawab setiapa orang yang percaya pada Yesus Kristus. Kuasa yang diberikan Roh Kudus adalah dasar untuk menjadi saksi, dalam menjadi saksi orang percaya juga disiapkan untuk bersaksi dalam konteks apa saja. Menjadi saksi Yesus Kristus tidak hanya dimiliki oleh pribadi, orang percaya diberi tanggung jawab  meregenerasikan semangat injili kepada generasi masa kini. Allah yang mulia ingin memuliakan diri-Nya dengan memberikan kuasa kepada orang yang dipilih-Nya untuk bersaksi bagi kemuliaan-Nya.






[1]Eksposisi Teks
Ayat 6menunjukkan harapan para murid-murid, yaitu memulihkan kerajaan bagi Israel. Kerajaan yang dimaksud ialah kerajaan secara politik, sama seperti kerajaan Daud. Pola pikir demikian juga masih melekat dalam kehidupan orang Israel yang belum percaya kepada Yesus Kristus, banyak diantara mereka percaya Mesias akan datang dan membangun kerajaan Israel sama seperti pemerintahan Raja Daud. Namun bukan hanya orang Israel yang berpikir demikian dalam kalangan umat Kristen juga berpikir demikian, sehingga munculah pengajaran kerajaan seribu tahun (millenium). Banyak pengajar Kristen mengajarkan adanya kerajaan 1.000 tahun, bahwa Yesus akan datang dan memerintah sebagai raja selama 1.000 tahun. Lalu orang percaya akan diangkat (rapture) sebelum datangnya penderitaan besar (tribulasi), sehingga yang mengalami penderitaan hanya orang yang belum percaya. Lalu setelah itu Yesus datang untuk mengalahkan musuh dan memerintah di bumi selama 1.000 tahun. Ini adalah kelompok yang sebenarnya ingin mengajarkan Teologi Kemakmuran, sehingga apa pun diajarkan asalkan menghindari penderitaan, sampai-sampai merumuskan ajaran kerajaan 1.000 tahun yang diperintah oleh Yesus. Dalam Matius 24: 13 menyatakan bahwa orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat, itu artinya penderitaan akan terus ada sampai dan akan berakhir pada kedatangan Tuhan Yesus yang ke dua. Lalu dalam menanti kedatangan Tuhan Yesus yang ke dua manusia diberi mandat untuk memberitakan Injil (lih. Mat. 24: 14). 
Ayat 7-8 Tuhan Yesus menjawab pertanyaan Para Murid yang merindukan pemulihan kerajaan Israel. Namun Tuhan Yesus menjawab kalau mereka tidak perlu tahu masa dan waktu yang ditetapkan oleh Bapa sendiri. Jawaban Tuhan Yesus ini tidak mengindikasikan akan adanya sebuah kerajaan Israel secara politis. Namun Tuhan Yesus mengarahkan pemikiran mereka agar tidak memikirkan hal-hal duniawi seperti itu. Namun Tuhan Yesus juga tidak mengabaikan apa yang dibutuhkan oleh para murid, dalam ayat ke 8 Tuhan Yesus memberikan janji bahwa mereka akan diberi kuasa oleh Roh Kudus, hal ini bertolak belakang dengan konsep kuasa dari para murid dan Tuhan Yesus. Para murid menghendaki kuasa politik dan Tuhan Yesus memberi kuasa rohani. Tuhan Yesus juga mengingatkan kita dalam Matius 28: 18 menyatakan bahwa segala kuasa di Sorga dan di bumi telah diberikan kepada Yesus Kristus. Itu artinya pada waktu itu Yesus secara esensi adalah raja, saat ini Ia juga raja dan kedepan-Nya nanti ia tetap raja. Yesus tidak memikirkan konsep kerajaan secara politis. Jika kuasa secara politis maka para murid akan memerintah dan mengatur bawahan dan mereka bukan melayani tetapi dilayani. Tetapi kuasa yang diberikan Yesus membuat mereka bukan memerintah secara duniawi, tetapi memimpin manusia untuk datang kepada Yesus, melayani orang-orang yang membutuhkan kasih. Kuasa yang diberikan oleh Yesus merupakan kuasa yang mendorong para murid untuk menjadi saksi baik di Yerusalem yang merupakan tempat Yesus dibenci, dihakimi dan dijatuhkan hukuman Salib. Itu artinya para murid memberitakan kebangkitan Yesus Kristus dan kenaikkan-Nya di tempat orang-orang yang membenci Yesus. Hal ini mengajarkan bahwa titik mula dalam menjadi saksi ialah kita bisa menunjukkan kasih kepada orang-orang yang membenci kita. Para murid harus bisa mengampuni penduduk Yerusalem yang menyalibkan Yesus, mereka tidak boleh membalas dendam kepada orang-orang yang telah menghukum guru mereka. Demikian juga setiap orang percaya sebelum menjadi saksi ke tempat lain pastikan bahwa hatinya sudah bisa mengampuni orang-orang yang membenci. Selanjutnya para murid bersaksi di Yudea yang merupakan daerah umat Israel yang sisa dari pembuangan, hal tersebut menunjukkan bahwa para murid juga harus memikirkan nasib bangsanya. Demikian juga setiap orang yang mengikut Kristus harus memikirkan nasib bangsanya, meskipun tidak mengubah situasi politik tetapi mengubah situasi rohani bangsa, dengan cara bersaksi bagi bangsa. Oleh karena itu seorang bangsawan yang baik adalah seorang yang menyaksikan kabar baik kagi bangsanya. Selanjutnya Tuhan Yesus juga menyarankan mereka bersaksi ke Samaria. Daerah itu merupakan daerah Israel yang telah dibuang ke Asyur dan penduduknya kawin campur dengan bangsa lain, sehingga merek disebut juga sebagai warga kelas dua dari umat Yahudi. Penduduk Samaria dikucilkan, dihina dan dianggap tidak layak bergaul dengan umat Yahudi, namun dengan bangsa seperti ini Tuhan Yesus mengutus murid-murid untuk bersaksi. Demikian juga kita tidak boleh ikut mengucilkan orang-orang yang dikucilkan tetap harus melayani mereka, orang Kristen harus mau menjangkau saudara-saudara yang terhina dan terbuang. Selanjutnya Tuhan Yesus mengarahkan para murid untuk bersaksi ke seluruh dunia, dalam konteks Kisah Para Rasul seluruh dunia menunjuk pada kerajaan Roma. Itu artinya seluruh dunia ialah keluar dari batas nasional para murid. Orang Kristen juga harus mau menjakau saudara-saudara yang ada di luar negara kita. Jika ada orang-orang yang mengalami bencana di luar negara kita maka kita tidak boleh mengabaikan mereka kita juga harus bersaksi bisa dengan menolong mereka, bahkan harus lebih dari itu, jika mereka bangsa yang belum mendengarkan Injil maka kita juga harus bertanggung jawab memberitakan Injil kepada mereka.  
Ayat 9-11 merupakan momentum kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga, kenaikannya memiliki bukti yang kuat, karena ada saksi dari bumi yaitu para murid dan saksi dari langit yaitu dua orang yang berpakaian putih. Dalam tradisi Yahudi sebuah peristiwa terbukti kebenarannya jika ada dua saksi mata. Dari bumi yaitu para murid kurang lebih 11 orang (lih. Kis. 1: 13). Pada saat kenaikan Tuhan Yesus merupakan pemandangan yang menyenangkan sehingga membuat murid-murid terpaku. Demikian juga banyak orang Kristen yang terpaku pada hal-hal yang indah sehingga enggan berpaling. Pada waktu itu dua orang yang berpakaian putih mengingatkan kepada para murid agar tidak melihat ke langit terus, lalu mereka memberitahu bahwa Yesus akan datang kembali sama seperti ketika Ia naik ke Sorga. Kedatangan Tuhan Yesus yang kedua merupakan akhir zaman, karena saat keadaan pada waktu kedatangan Tuhan Yesus ialah terjadinya masa kesusahan yang besar (tribulasi) (lih. Mat. 24; 29-31).
[2]ma,rturej noun nominative masculine plural common from ma,rtuj, ma,rturoj, o` witness1. in a legal sense Mt 18:16; Mk 14:63; Ac 6:13; 7:58; Hb 10:28.—2. in a nonlegal sense, esp. in reference to attestation in response to noteworthy performance or communication Lk 11:48; Ac 1:8, 22; 26:16; Ro 1:9; 2 Cor 1:23; 1 Ti 6:12; Hb 12:1; 1 Pt 5:1; Rv 11:3.—3. of one whose witness or attestation ultimately leads to death (the background for the later technical usage ‘martyr’) Ac 22:20; Rv 1:5; 2:13; 3:14; 17:6. [Gingrich, Greek New Tesatment Lexicon, 122]