Kamis, 04 Maret 2021

Pengantar Perjanjian Lama: Benang Merah Sejarah Umat Israel

Ditulis oleh: Made Nopen Supriadi
Dari Buku: Fullfilment
Penerbit: PERMATA RAFFLESIA
Tahun: 2020
Kota: Bengkulu

Abraham - Yakub
Sejarah Umat Israel dalam tulisan ini akan dimulai dari Pemanggilan Abraham, karena Abraham dalam konteks umat Israel sebagai bapa orang beriman. Abraham (sekitar 2000 BC) dipanggil oleh Allah dari tempatnya di Mesoptamia menuju ke tempat yang dijanjikan oleh Allah. Abraham tidak tahu ke mana tujuannya tetapi ia tetap melaksankan perintah Allah sehingga ia disebut sebagai Bapa orang beriman, karena dengan iman ia melakukan perjalanan tersebut. Abraham saat itu belum mempunyai keturunan, lalu Allah menjanjikannya seorang keturunan, setelah 25 tahun menanti akhirnya Tuhan memberikan Ishak sebagai anak yang sah yang dijanjikan oleh Allah. Selanjutnya Ishak memperanakan Yakub dan Esau, Allah menerima Yakub dan menolak Esau. Melalui keturunan Yakub Allah membentuk umat Israel. 

Umat Israel di Mesir         
Dalam sejarah umat Israel mereka menetap di Mesir yaitu di daerah Gosyen oleh karena Yusuf anak Yakub memiliki posisi yang terpandang di Mesir, lalu pada masa selanjutnya dalam pemerintahan Kerajaan Mesir muncul Firaun yang tidak mengenal Yusuf, sehingga memberikan dampak umat Israel mengalami perbudakan di Mesir kurang lebih 430 tahun. Allah memperhatikan umat-Nya dan atas otritas-Nya Allah membangkitkan Musa untuk memimpin umat Israel keluar dari Mesir. Saat itu dalam sebuah catatan kurang lebih ada 2 juta orang yang keluar dari Mesir.

Umat Israel di Padang Gurun - Menguasai Tanah Perjanjian
Sejarah mencatat Allah mengijinkan Umat Israel berada di Padang Gurun kurang lebih 40 tahun. Pengalaamn tersebut Allah ijinkan untuk membentuk karakter mereka sebelum memasuki tanah perjanjian dan Allah menolong mereka yang secara mentalitas belum siap menghadapi bangsa-bangsa yang menyerang mereka. Dalam perjalanan keluar dari Mesir secara garis besar mereka melakukan perjalanan dari Mesir - Sinai - dataran Moab - Kanaan. Musa melakukan pelanggaran dengan tidak mentaati perintah Allah maka Allah tidak mengijinkan Musa masuk ke tanah Perjanjian. Setelah Musa meninggal dalam usia 120 tahun Allah memilih Yosua untuk menggantikan Musa. Dalam sejarah umat israel banyak generasi pertama yang keluar dari Mesier binasa di padang Gurun. Dan Allah mengijinkan generasi kedua memasuki tanah Perjanjian. Yosua dan Kaleb adalah generasi pertama yang dicatat diijinkan memasuki tanah Perjanjian karena mereka menunjukkan iman dan ketaatan mereka kepada Allah saat diperintahkan mengintai tanah Kanaan. Melalui kepemimpinan Yosua Allah menginjikna umat Israel menguasai tanah Kanaan dan membagi tanah kanaan, sesuai dengan jumlah suku Israel. Hanya suku Lewi yang tidak mendapat bagian karena mereka harus berada di tiap suku untuk menjadi Imam dan melakukan pelayanan spiritual kepada umat Israel.   

Umat Israel: Transisi dari Teokrasi Menuju ke Monarki
Umat Israel belum menjadi sebuah kerajaan, saat itu Allah langsung memimpin mereka dengan memakai orang-orang pilihan, yaitu para Nabi dan Hakim. Dalam masa hakim-hakim umat Israel terjatuh dalam lingkaran dosa. Lalu pada masa hakim Samuel umat Israel menuntut agar mereka sama seperti bangsa di sekitar Kanaan. Mereka ingin memiliki seorang Raja. Maka umat Israel mengalami transisi kepemimpinan dari Teokrasi menuju ke monarki. Tuhan mengijinkan adanya seorang Raja dan Saul (1050-1010 BC) menjadi Raja yang pertama, setelah itu digantikan oleh Daud (1010-970 BC) dan Daud digantikan oleh  Salomo (970-930 BC). Setelah masa Salomo kerajaan Israel terpecah menjadi 2 bagian, yaitu Kerajaan Israel Utara (930 - 722/21 BC) yang beribu kota di Samaria dan Israel Selatan (930-586 BC). 

Umat Israel: Memasuki Masa Pembuangan
Pada waktu Kerajaan Israel telah terbagi dua, yaitu Israel Utara (930-722/21 BC) dan Israel Selatan (930-586 BC) mereka selalu terlibat dalam perang saudara dan terjadi perebutan tahta dengan cara-cara yang tidak benar. Dalam sejarah dunia Allah mengijinkan bangkitnya Kerajaan Asyur, pada tahun 722/21 BC Asyur dipakai Allah menjadi alat untuk menyatakan penghakiman-Nya. Allah mengijinkan Kerajaan Israel Utara di buang ke Asyur dan mereka tidak kembali. Selanjutnya Asyur juga menjadi ancaman bagi Israel Selatan, namun Allah menolong umat Israel Utara dari ancama Asyur. Allah membangkitkan sebuah Kerajaan bernama Babel (Babilonia), pada tahun 612 BC Kerajaan Babel mengalahkan Asyur. Setelah umat Israel Selatan bebas dari Asyur mereka belum mau berbalik kepada Tuhan. Maka Tuhan memakai Kerajaan Babel untuk menghakimi Kerajaan Israel Selatan. Ada 3 kali pembungan yang dialami oleh umat Israel Selatan:
1. Tahun 605 BC: Babel mengangkut orang-orang Muda dan berhikmat yang ada di Kerajaan Israel Selatan, inilah masa rombongan Daniel dan teman-teman di buang ke Babel.
2. Tahun 597 BC: Babel kembali menyerang Israel Selatan dan mengangkut kurang lebih 18.000 orang untuk dibawa ke Babel.
3. Tahun 586 BC: Babel kembali menyerang dan Bait Suci di rusakkan serta isinya diangkut ke Babel. Pada Masa inilah orang-orang bangaswan juga diangkut ke Babel dan Kerajaan Isarel Selatan kehilangan otoritas atas daerahnya.

Umat Israel: Pulang Dari Pembuangan
Allah membangkitkan Kerajaan Media-Persia yang bersatu dan bergabung yang dikenal dengan Kerajaan Persia. Pada tahun 539 BC kerajaan Persia mengalahkan Babel. Melalui kerajaan Persia inilah Allah mengijinkan umat Israel pulang ke Yerusalem setelah kurang lebih 70 tahun berada di pembuangan. Ada tiga tahap pemulangan umat Israel.
1. Tahun 539 BC: Allah mengijinkan Zerubabel untuk memimpin umat Israel pulang ke Yerusalem, kurang lebih 50.000. Tujuan mereka ialah untuk membangun kembali Bait Suci dan melaksanakan ibadah kepada Allah. Karena mereka mengalami kemunduran semangat  maka Allah mengutus Hagai dan Zakharia untuk menegur mereka dan memotivasi agar menyelesaikan pembangunan Bait Allah.
2. Tahun 486 BC: setelah Bait Suci selesai Allah mengijinkan Ezra untuk memimpin umat Israel pulang, kurang lebih ada 15.000 orang yang pulang. Tujuannya ialah untuk melakukan reformasi rohani, oleh karena mereka mengalami kemerosotan rohani.
 3. Tahun 455 BC: Karena situasi keamanan di Yerusalem yang kurang kondusif. Allah memanggil Nehemia untuk pulang ke Yerusalem. Tujuannya untuk membangun kembali tembok Yerusalem.
Ada beberapa kelompok umat Israel yang tidak pulang ke Yerusalem dan tetap tinggal di Persia itulah kisah Ester dan umat Israel lainya.

Penutup
Sejarah disusun berdasarkan prinsip selesksi dan koneksi. Dalam perspektif Teologis semua sejarah telah ditetapkan oleh Allah. Dari sejarah umat Isarel kita melihat pemeliharaan Allah terhadap umat pilihan-Nya, maka demikian juga dengan kita di masa kini kita harus percaya pada pemeliharaan Allah. Dalam perspektif Theologia Reform mujizat terjadi dalam rangka pemeliharaan Allah atas kehidupan manusia saat ini. Oleh karena itu kita harus memandang dengan luas, yaitu dengan mau belajar dari sejarah. Tujuannya ialah kita tahu fakta sejarah dan kita bisa menambah hikmat dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tulisan ini terbatas hanya dalam konteks umat Israel dari Kitab Kejadian - Ester, oleh karena itu ketekunan dari pembaca sangat diharapkan untuk melengkapi sejarah tersebut sehingga betul-betul membentuk kesatuan Perjanjian Lama dalam persepketif historis. Soli Deo Gloria.

Minggu, 28 Februari 2021

IMAN & DELUSI (YOHANES 14: 21)

Bagaimana kita menunjukkan iman?. Ada banyak fenomena dan realita manusia menujukkan apa yang diimaninya, salah satunya dengan mengenakan pakaian agama, menguncapkan istilah-istilah agama, lalu menghadiri pertemuan-pertemuan agama. Ekspresi tersebut tidak salah, nasmun belumlah cukup, karena itu hanya kepada relasi kepada diri sendiri dan Tuhan.  Oleh karena itu apa yang dimani bukan hanya ditujukan kepada diri sendiri tetapi kepada sesama manusia. Pada bagian ini manusia masih banyak yang mengalami kesulitan dan kendala, bahkan gagal menujukkan relasi yang baik dengan sesama sekalipun beragama, oleh karena itu problematika ini sering membawa agama dan iman hanya sebatas delusi. Karena iman tersebut belum mampu menujukkan bukti nyata kepada sesama.

Pada abad kekristenan mula-mula untuk menujukkan apa yang diimani membutuhkan banyak pengorbanan bahkan nyawa, sehingga iman yang sejati terlihat dari kesetiaan dan kesiapaan untuk menghadapi kematian karena iman kepada Yesus Kristus. Sembari berhadapan dengan aniaya namun orang kristen mula-mula juga menujukkan kasih dan pengampunan terhadap yang membencinya. Sebuah kisah pada abad ke 2 pada masa pemerintahan Kaisar Marcus Aurelius (161-170 M) penganiayaan menyebar di beberapa kota di kekaisaran Romawi, salah satu kisah yang dicatat di Perancis (Gaul) tentang kisah Blandina. Ia ditangkap dan disiksa oleh prajurit romawi dan dipaksa untuk menyangkal imannya. Dalam penyiksaan itu ia berkata: "Saya orang Kristen. Kami tidak melakukan sesuatu yang membuat kami perlu merasa malu."  Mendengar perkataan itu Parjurit Romawi semakin geram. Balandina digantung disebuah tiang salib, namun karena masih hidup ia dimasukkan ke arena singa-singa yang kelaparan namun singa-singa tidak menyentuhnya hal itu terjadi sampai dua kali. Namun pada kali yang ketiga dia serang oleh para singa, namun ia belum mati, kemudian tentara membawanya untuk dicambuk, kemudian dimasukkan ke dalam jaring dan diseret banteng liar dan didudukan di sebuah kursi logam yang membara dengan telanjang. Namun ia belum juga mati, lalu seorang prajurit menghunuskan pedangnya untuk membunuh Blandina. Peristiwa tersebut menujukkan bahwa terkadang iman ditunjukkan dengan kesetiaan dan ketaatan meskipun menderita. Tidak selalu iman ditunjukkan dengan aktivitas-aktivitas keagamaan tetapi sikap hidup.
 
Apa itu iman?. Ibrani 11: 1 menyatakan: "iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari sesuatu yang tidak kita lihat." Pada ayat ini ada dua prinsip penting yang perlu kita pahami tentang iman, dalam kaitannya secara umum dan secara khusus tentang keselamatan. Pertama, ungkapan "iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan." Prinsip ini menunjukkan bahwa secara umum manusia memiliki pengharapan. Pengharapan manusia secara umum dapat semakin besar dan dapat semakin kecil hal tersebut bergantung pada dasarnya yaitu iman. Setiap manusia memiliki harapan, harapan semakin besar jika manusia melihat banyak hal positif dan baik yang mendukung untuk mewujudkan harapan. Contoh: Manusia berharap bahwa ia akan menikah, harapan tersebut semakin besar ketika manusia diyakinkan ada seorang pasangan yang menerima dirinya, lalu setelah menikah ada harapan untuk mempunyai seorang anak, harapan tersebut semakin besar ketika diyakinkan dari hasil USG sang istri telah mengandung, kemudian harapan berlanjut agar anaknya sukses dan mandiri, harapan tersebut semakin besar ketika diyakinkan dengan prestasi anak di sekolah yang baik dan terbukannya lowongan pekerjaan bagi sang anak, selanjutnya harapan untuk menikah dan memiliki cucu hadir di dalam diri orang tua, dan harapan tersebut semakin besar tak kala diyakinkan dengan sang anak yang serius untuk mau menikah. Dengan demikian manusia secara umum memiliki sebuah pengharapan dan harapan tersebut semakin besar tak kala ada sesuatu dasar yang meyakinkan akan terwujudnya harapan tersebut.

Harapan yang tidak bisa dilihat dengan mata jasmani dan dipegang dengan tangan, namun hal itu adalah sebuah kenyataan yang hanya dapat dimengerti oleh masing-masing manusia.Namun harapan juga dapat semakin kecil, ketika manusia diperhadapkan dengan banyak hal negatif dan kesulitan. Tidak ada banyak hal yang mendukung dan menyakinkan untuk mencapai harapan tersebut. Sebagai contoh: ketika manusia berharap ingin bisa menikah, namun belum juga mendapatkan orang yang mau menerima dirinya maka harapan untuk menikah menjadi kecil. Apalagi jika ada orang tua yang berharap akan dapat menimang cucu, namun melihat kondisi tidak menyakinkan dan tidak mendukung karena anaknya belum menikah, maka harapan menjadi kecil bahkan bisa terjatuh dalam keputus asaan. Dengan demikian secara umum setiap manusia memiliki pengharapan dan harapan tersebut bisa semakin besar dan kecul berdasarkan dari sesuatu yang mampu meyakinkan dirinya.

Mari kita refleksikan dalam konteks rohani. Manusia memiliki harapan, jika mati maka harapannya masuk surga. Untuk memperbesar harapan tersebut maka manusia melakukan banyak hal untuk memberikan keyakinan bahwa harapan masuk ke surga semakin besar. Manusia berbuat baik, melakukan kegiatan sosial dan banyak menolong sesama, hal-hal demikian dirasakan memberikan dasar keyakinan bahwa ia akan masuk surga. Namun tak kala manusia mendapatkan sebuah panggilan Injil, Roh Kudus memimpin manusia kepada kebenaran dan ketika membaca Alkitab menemukan fakta bahwa "semua manusia berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah" (Rom. 3: 23) maka manusia yang pertama telah memiliki harapan yang besar menjadi merenung dan bertanya apakah benar saya akan dapat masuk surga?. Harapan yang besar yang dibangun dengan perbuatan baik, dengan aksi sosial dan suka menolong sesama mulai goyah dan mengcil, keraguan mulai muncul, perbuatan baik tidak mampu memberikan keyakinan apakah bisa ke surga. Lalu ketika kembali membaca Alkitab maka diingatkan bahwa "tidak ada yang benar seorang pun tidak" (Rom. 3: 10). Maka semakin mengecilah harapan manusia yang ingin ke surga, perbuatan baik mulai gagal meyakinka untuk ke surga. Ditambah lagi ketika manusia membaca Alkitab dan menemukan pernyataan: "sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu (Taurat), tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya." (Yak. 2: 10). Maka semakin kecil dan habislah harapan manusia untuk kesurga. Manusia mulai mempertanyakan di dalam dirinya apakah saya telah melakukan seluruh hukum Taurat dengan benar dan sempurna?. Maka Roh Kudus yang bekerja akan menyakinkan manusia bahwa betapa berdosanya manusia dan tidak ada kesempatan masuk ke surga dengan perbuatan baik. Maka pada titik ini, perbuatan baik yang dilakukan tidak mampu memberikan harapan yang besar kepada manusia, manusia telah kehilangan harapan dan putus asa karena tidak ada kepastian apakah setelah mati saya masuk surga?. 

Selanjutnya Roh Kudus memimpin manusia untuk terus membaca kebenaran Injil, maka manusia mendapatkan pernyataan Alkitab bahwa hanya karena kasih karunia maka manusia diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil perbuatan manusia tetapi pemberian Allah, sehingga manusia tidak bisa memegahkan diri (Ef. 2: 8-9).  Ketika Roh Kudus menuntun manusia semakin memahami kebenaran, maka Injil menuntun manusia kepada Yesus Kristus. Manusia ditunjukkan kepada pribadi dan karya Yesus. Manusia menemukan Yesus yang secara pribadi mampu melaksanakan hukum Taurat dengan sempurna dan Yesus juga yang menggenapi pelaksanaan penghukuman atas manusia yang gagal dan terkutuk di bawah kuasa hukum Taurat. Manusia semakin dibawa untuk menyadari kebutuhannya akan keselamatan, Yesus berkata ketika Ia datang nanti apakah Ia akan menemukan iman di bumi?. Dengan demikian Allah bukan lagi melihat perbuatan baik, tetapi adakah iman manusia yang meyakini bahwa Yesus Kristus adalah Mesias yang telah mati menggantikan manusia yang berdosa. Pada titik ini maka manusia mulai memiliki pengharapan akan keselamatan, keyakinan untuk hidup di surga muncul karena Yesus Kristus yang menjamin, maka iman memperbaharui pengharapan manusia dan meneguhkan pengharapan manusia akan kehiduapn kekal di Sorga. Dengan demikian manusia berada pada titik kehidupan iman yang sejati di dalam keselamatan. 

Kedua, ungkapan selanjutnya yaitu tentang iman adalah bukti segala sesuatu yang tidak kita lihat. Pernahkah kita bertanya, kenapa ada bumi, kenapa ada matahari dan kenapa ada bulan?. Kenapa ada musim, laut, pemandangan alam dan alam semesta yang teratur?. Kenapa bisa demikian?. Pertanyaan tersebut akhirnya mampu dijawab dan membuat hati manusia tenang ketika manusia meyakini bahwa karena 'Tuhanlah maka semua tercipta dan terpelihara.' Namun coba manusia mentiadakan Tuhan untuk menjawab pertanyaan tersebut?. Maka manusia pasti akan memiliki rasa bingung dan ketidakmampuan untuk bisa memberikan penjelasan detail tentang hal tersebut, karena manusia perlu membangun teori-teori dan teori-teori tersebut perlu mendapatkan sebuah pengakuan. Namun sehebat apapun teori belum mampu untuk memuaskan adanya keyakinan iman bahwa Tuhanlah yang beperan utama dalam penciptaan dan pengaturan alam semesta. Meksipun di masa yang akan datang Tuhan akan membukakan hikmat kepada manusia lebih dalam dan banyak untuk mengetahui misteri alam semesta, namun pada masa kini keyakinan iman tetaplah memiliki peranan penting untuk menjawab sesuatu yang tidak mampu manusia lihat kembali, yaitu masa lalu dan masa yang akan datang.

Dalam kaitan dengan iman dan keselamatan, manusia tidak pernah melihat Yesus, tidak pernah melihat surga atau neraka. Namun di dalam diri manusia memiliki sebuah keyakinan bahwa Yesus telah memulihkan kehidupannya, keyakinan akan kelahiran baru, keyakinan akan iman, keyakinan akan pertobatan dan keyakinan akan menjalani hidup yang baru, bahkan manusia merasa telah melihat surga sekalipun tidak benar-benar melihat secara mata jasamni, namun iman yang sejati menjadikan nyata apa yang manusia belum bisa lihat. Manusia juga memiliki keyakinan bahwa Alkitan adalah firman Allah dan mempercayai isi Alkitab sebagai kebenaran darimanakah sumber keyakinan ini?. Siapakah yang memberikannya?. Maka inilah iman Kristen yang sejati, ia bukan sekedar keyakinan yang bersandar pada perasaan dan pikiran tetapi berdasar pada Alkitab.

Dalam Yohanes 14: 21 Yesus berkata barasiapa "memegang perintah-Ku" ungkapan tersebut merupakan sebuah kata kerja yang memiliki makna "memiliki dan mengingat perint Yesus". Artinya manusia mampu mengingat perintah-perintah Allah. Dalam sebuah situs website mencatat ada 7 orang yang mampu menghapal ayat-ayat Alkitab dengan sangat banyak:

1. Charles matlock, seorang penginjil tradisional Amerika yang dikenal sebagai "Alkitab berjalan dari Tennessee Bart" menghafalkan hampir seluruh bagian Alkitab. Charles Matlock mulai menghafalkan sejak usia 12 tahun. Ia mengembangkan kemampuannya dari menghafalkan tugas sekolah kepada menghafal Alkitab.

2. Dr. William Evans menulis buku berjudul How to Memorize the Bible pada tahun 1919. Ia dapat menghafalkan seluruh Alkitab versi King James Version dan seluruh bagian Perjanjian Baru dalam Versi American Standard Version. 

3. Van Impe, menghapal 14.000 ayat (hampir setengah Alkitab) setelah 35.000 jam menghafalkannya. Ia menerapkan metode dengan kartu dan menhapal ayat sesuai dengan topik doktrin.

4. Jon Goetch, wakil presiden eksekutif di West Coast Baptist College menghafal lebih dari 14.000 ayat. Ia menghapal sambil berolahraga dan jalan kaki.

5. Nadine Hammonds seorang tunanetra yang berhasil menghafal puluhan Kitan dalam Alkitab.

6. Herdian Putranto, seorang mahasiswa Unair yang menghafal Alkitab sejak SMP.

Dalam kehidupan manusia ada beberapa tahapan penting ketika mempelajari tentang hukum Taurat, yaitu: membaca, menulis, menghafal, mengajar dan melakukan. Pada tahap membaca, menulis dan menghafal ada banyak manusia bisa melakukannya dengan sangat baik. Namun pada tahap mengajar dan melakukan maka semua manusia gagal melakukannya. Hal tersebut terlihat ketika Yesus Kristus menegur para murid agar waspada terhadap ragi orang farisi dan saduki yaitu ajarannya (Mat. 16: 5-12) dan teguran Yesus kepada orang-orang Farisi yang munafik (Mat. 23).  Oleh karena itu iman yang sejati adalah iman yang bukan hanya mengaku percaya Yesus namun iman yang juga melakukan apa yang Yesus perintahkan. 

Dalam Yohanes 14 merupakan konteks ketika para murid melakukan perjamuan makan bersama, dalam bagian Injil Lukas 22: 24-27 terjadi diskusi tentang siapakan yang terbesar di antara para Murid. Para murid terjebak dalam sebuah delusi, mereka berpikir bahwa mengikut Yesus akan menjadi yang terbesar dan memiliki kedudukan penting serta dilayani, delusi para Murid adalah megalomania (merasa diri besar). Para murid bersama Yesus namun ingin merasa diri lebih besar dari yang lain, akhirnya Yesus menyelesaikan delusi para murid dengan menyatakan bahwa siapa yang terbesar adalah yang melayani. Tindakan Yesus yang membasuh kaki para murid dalam Yohanes 13 menunjukkan sikap hamba kepada para murid. Dengan demikian, Yesus mengingatkan para murid agar tidak terjebak dalam sebuah delusi, yaitu megalomania. Yesus ingin para murid menjadi seorang pelayan dalam memberitakan Injil. Bahkan dalam mengasihi sesama.

Problematika delusi megalomania pada masa kini tidak hilang dalam gereja, kegagalan dalam melakukan perintah Yesus ialah ketika orang Krsiten mulai merasa diri lebih besar dari yang lain. Ketika manusia merasa lebih besar dari yang lain bahkan memiliki konsep penilaian bahwa sesamanya manusia lebih rendah, maka manusia ingin memposisikan diri sama dengan Tuhan. Iman yang sejati ditunjukkan dengan sikap saling mengasihi, bahkan Yesus memberikan perintah untuk "memikul salib." Ungkapan memikul salib pada konteks Yesus dipahamai sebagai hukuman mati, dengan demikian Yesus memberikan pengajaran jika ingin mengikut Yesus maka kita harus mengalami kematian, yaitu kita siap sedia dimatikan kehidupan lama kita dan kembali dihidupkan dengan kehidupan yang baru. Sebab hidup yang kita hidupi bukan kita lagi melainkan Kristus yang hidup di dalam kita. Istilah perintah menunjuk juga kepada hukum Taurat dan teladan Yesus Kristus. Ada konsep yang diperbaharui ketika Yesus Kristus telah hadir di dunia. Para murid yang awalnya sibuk menghafal hukum-hukum Taurat namun ketika mengikuti Yesus mereka melihat kesempurnaan Yesus dalam melakukan hukum Taurat dan mereka hanya tinggal mengikuti teladan dari Yesus Kristus. Sama seperti kita, siapa yang sanggup selalu membaca hukum Taurat dan menghafal, setelah itu melakukan?. Maka ini adalah sebuah kesulitan, namun jika kita membaca kisah Yesus maka kita mengerti teladan apa yang harus kita ikuti dari Kristus yaitu kasihnya kepada Bapa di Sorga dan sesama manusia. Dengan demikian iman yang kita hidup bukan sekedar delusi yaitu iman yang tanpa dasar, tetapi iman yang memiliki dasar dan fokus yaitu Yesus Kristus. (MNS). (Bahan Khotbah di GKY Bengkulu, 28/02/2021)