Rabu, 21 Agustus 2019

THEOLOGIA SALIB

Salib: Bukti Kasih dan Keadilan Allah, Penderitaan dan Kemenangan Bagi Orang Percaya.

Salib adalah sebuah simbol dalam iman Kristen. Dalam simbol itu memiliki makna Kasih dan Keadilan Allah.
Allah itu adil sehingga dosa pasti dihukum. Namun Allah itu kasih, sehingga Ia menghukum dosa dengan kasih-Nya. Kasih-Nya dalam menghukum dosa dibuktikan dengan memberikan Diri-Nya sendiri yang menanggung hukuman dosa. Itu adalah konsep Allah yang Mahakasih. Tidak ada tempat dan satu simbol manapun yang dapat memberikan bukti pertemuan kasih dan Keadilan Allah. Hanya di dalam Saliblah terjadi pertemuan kasih dan Keadilan Allah. Ketika memandang Salib kita teringat betapa kita manusia berdosa dan layak dihukum disinilah keadilan Allah kita rasakan, tetapi pada saat yang sama kita juga mengerti di Salib juga kita menerima bukti nyata kasih Allah, bahwa hukuman dosa kita telah diselesaikan oleh Yesus Kristus, sehingga ketika memandang Salib kita teringat akan Allah yang maha kasih.
Salib merupakan simbol kasih dan Keadilan Allah. Di dalam salib kita mengerti bahwa Allah telah mendamaikan kita dengan Diri-Nya, di dalam Salib kita melihat bahwa bentuk Vertikal menunjukkan bahwa salib memperdamaikan manusia dengan Tuhan, lalu bentuk Horizontal menunjukkan bahwa manusia diperdamaikan dengan sesama manusia.
Jadi ketika memandang Salib, kita mengerti sebuah konsep cinta kasih. Di dalam salib cinta kasih kepada Tuhan dan sesama terpancar. Di dalam salib pengampunan dinyatakan.

Salib juga mengingatkan manusia bahwa salib adalah simbol penderitaan. Setiap orang yang memandang salib harus mengerti bahwa hidup ini ada dalam pemderitaan, karena Yesus Kristus ketika di salib merasakan kelelahan, penderitaan, kesakitan dan kematian. Ketika kita memandang Salib maka kita diingatkan bahwa iman kita diperhadapkan dengan penderitaan. Hidup sebagai pengikut Kristus akan mengalami penderitaan. Namun pada saat yang sama pada waktu kita memandang salib, kita diingatkan akan sebuah kemenangan. Yesus meskipun merasakan penderitaan Salib, Ia menunjukkan kemenangan. Ia lelah di salib tetapi masih memikirkan kelelahan orang lain, Ia menderita di Salin tetapi masih memikirkan penderitaan orang lain, Ia akan mati di Salib tetapi memikirkan keselamatan orang lain, bahkan Ia diejek dan dicacimaki tetapi masih memberikan pengampunan, Ia berkata: "Ya Bapa ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat!". Yesus menunjukkan kemenangan atas penderitaan-Nya dan itu dibuktikan di atas kayu Salib. Saat di mana manusia bisa mengucapkan sumpah serapah dan caci maki karena rasa sakit di Salib justru Yesus tidak jatuh dalam dosa saat menderita, justru Ia menunjukkan kemenangan-Nya atas dosa saat di Salib. Bahkan kemenangan itu semakin nyata saat Ia benar-benar taat menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa-Nya. Ia bisa saja memakai otoritasnya untuk menghindarkan diri dari penderitaan Salib, tetapi Ia taat dan menang atas keinginan daging.
Dengan demikian ketika kita memandang Salib kita sadar kita akan menderita tetapi kita juga disadarkan bahwa kita dapat menang dalam menghadapi penderitaan, karena kita mengingat Yesus yang menang atas penderitaan di Salib.
Penutup
Salib menunjukkan keadilan dan kasih Allah. Salib menunjukkan penderitaan dan kemenangan. Berita tentang Salib memang banyak dibenci, namun makna kehidupan terdalam memancar dari Salib. Salib bukan sekedar simbol yang harus terpakai, tetapi salib adalah simbol yang harus dihidupi dalam keseharian orang percaya. Dengan menghidupi salib maka cinta kasih kepada Tuhan dan sesama terpancar dari diri seorang Kristen.

Mezbah = Salib
Dalam konteks PL, Allah menetapkan hukum penghapusan dosa dengan cara memberikan korban penebusan dosa yaitu Domba yang tidak bercacat. Korban tersebut dipersembahkan di atas Mezbah. Lalu apakah orang Kristen masa kini masih melakukan hal itu jika ingin menebus dosanya?... Tidak!.

Dalam konteks PB, Allah telah menggenapi hukum penghapusan dosa dengan cara memberikan korban penebusan dosa yang sempurna, yaitu Yesus Kristus. Yesus Kristus disebut dalam Injil Yohanes 1:29 sebagai "... Anak domba Allah, yang menghapus dosa manusia." Yesus sebagai penggenapan dari korban yang sempurna dalam menebus dosa. Yesus Kristus sebagai korban yang sempurna rela mengorbankan Diri-Nya di Kayu Salib.

Jika kita melihat dalam PL mezbah adalah tempat meletakkan korban penebus dosa yaitu Domba yang tak bercacat. Dalam PB Salib adalah tempat meletakkan korban penebus dosa yang sempurna yaitu Anak domba Allah Yesus Kristus. Jadi mezbah dalam PL adalah bayangan dari Salib dalam PB. Salib dalam PB memberikan terang untuk memahami penggenapan pengorban korban penebus dosa do atas mezbah.

Jadi di Saliblah kita melihat nilai pengorbanan yang begitu agung. Yesus Kristus rela mengorbankan Diri-Nya menjadi tebusan dosa banyak orang dan itu hanya dilakukan satu kali (Ibr. 9:28). Maka ketika kita menghidupi makna salib kita menjadi pengikut Kristus yang siap hidup dalam pengorbanan. Yesus mengorbankan hidup-Nya bagi manusia yang berdosa, maka kita juga harus siap berkorban agar manusia yang berdosa mengerti pengorbanan Kristus yang menebus dosa. Pengorbanan Kristus adalah pengorbanan yang menggantikan (subtitusi) hukuman, murka Allah atas manusia yang berdosa ditumpahkan kepada Yesus Kristus, sehingga siapa yang percaya kepada Yesus tidak ada di bawah hukuman murka Allah. Karena salib Kristus telah menjadi tanda pengorbanan dan kasih Allah.
Oleh karena itu membangun mezbah keluarga artinya keluarga Kristen harus menghidupi makna salib dalam keluarganya. Mezbah keluarga sejati adalah karya Salib Kristus. Keluarga yang membangun mezbah keluarga melihat dan mengerti makna salib yang menunjukkan cinta kasih, keadilan, pengorban, Penderitaan dan kemenangan.
Soli Deo Gloria

Ditulis oleh: Made N. Supriadi (23/08/2019)

Ditulis oleh: Made N. Supriadi (21/08/2019)

Rabu, 07 Agustus 2019

PRINSIP TEOLOGI REFORMED: SOLA GRATIA

Oleh: Made N. Supriadi, S.Th
A. Latar Belakang Penulisan
     Dalam kehidupan manusia secara praktis kita sering melihat banyak manusia yang menyombongkan dirinya, apakah karena keberhasilan dalam jabatan, pendidikan akademik, kekayaan dan lain sebagainya. Kemudian dalam konteks spiritualitas kita menyaksikan manusia yang berjuang keras melakukan perbuatan baik dengan tujuan agar masuk ke sorga, sehingga cenderung memunculkan arah sikap melakukan segala sesuatu untuk dapat mengubah hati Tuhan agar menerimanya di sorga, keadaan demikian juga terkadang mendorong manusia dengan sungguh-sungguh memberikan segala sesuatu bagi Tuhan. Tidak sampai disana, bahkan ada manusia yang rela menghabisi nyawannya sendiri, dengan cara bunuh diri, dengan alasan hidupnya tidak berarti. Berdasarkan dari persoalan tersebut penulis melihat bahwa problematika yang dihadapi adalah kurangnya memahami prinsip sola gratia. Istilah sola gratia merupakan prinsip penting dalam Teologi Reformed. Dalam tulisan ini akan membahas mengenai konsep sola gratia, dalam pembahasan ini akan membahas mengenai definisi dari sola gratia, selanjutnya meninjau prinsip tersebut di dalam Alkitab, lalu bagaimana para tokoh Reformator mengimplementasikan prinsip tersebut, selanjutnya memberikan jawaban terhadap keberatan prinsip sola gratia dan terakhir adalah penutup serta aplikasi perinsip tersebut.
B. Definisi Sola Gratia
          Dalam definisi ini penulis akan mengutip tulisan dari Pdt. Stevri I. Lumintang dalam bukunya Theologia Reformasi Abad XXI: Gereja Menjadi Serupa Dunia. Dalam buku tersebut ia menuliskan, sola (alone atau only), gratia (grace) artinya hanya oleh anugerah saja (Stevri I. Lumintang, Theologia Reformasi Abad XXI: Gereja Menjadi Serupa Dunia, (Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2017), 80). Kata 'gratia' merupakan kata Latin yang memiliki arti kemurahan hati, anugerah dan syukur (Hen ten Napel, Kamus Teologi Inggris - Indonesia (Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia, 2012), 151). Selanjutnya Dr. R. Soedarmo dalam bukunya Kamus Istilah Teologi menjelaskan arti kata 'anugerah' yaitu sesuatu yang baik yang diberikan tanpa adanya jasa dari si penerima, malahan meskipun penerima sebenarnya harus dijatuhi hukuman. Dalam tulisan ini konteks yang dibahas mengenai kata gratia adalah pada konteks kesemalatan (soteriologi). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arti sola gratia adalah keselamatan hanya oleh anugerah saja. Atau dapat dimengeri juga bahwa keselamatan merupakan pemeberian Allah kepada manusia yang layak dijatuhi hukuman atas dosanya, namun tetap diberikan keselamatan tanpa adanya jasa dari manusia. Inilah pemahaman sola gratia dalam konteks keselamatan dalam iman Kristen. 
C. Prinsip Sola Gratia Di Dalam Alkitab
        Prinsip sola gratia atau hanya oleh anugerah, bukanlah prinsip yang baru. Prinsip ini sudah hadir dalam kehidupan manusia mula-mula. Manusia pertama yaitu Adam dapat hidup oleh karena nafas kehidupan yang diberikan oleh Tuhan. Dengan demikian hidup adalah anugerah Tuhan, manusia tidak dapat menciptakan 'kehidupan / nyawa' Alkitab mencatat dimulainya kehidupan karena Allahlah yang memberikannya dan memulainya. Selanjutnya prinsip hanya oleh anugerah dapat kita temukan dalam fakta kejatuhan manusia pertama dalam dosa, ketika manusia malu dan telanjang, Allah tidak mematikan mereka langsung, tetapi Allah memeberikan kesempatan hidup kepada manusia, bahkan untuk menutupi tubuh manusia yang telanjang Allahlah yang berinisiatif memberikan kulit binatang kepada manusia. Inilah fakta bahwa prinsip sola gratia bukanlah prinsip baru.
        Selanjutnya prinsip sola gratia juga nyata dalam kehidupan Henokh dan Elia di mana mereka diangkat oleh Tuhan ke Sorga dan tindakan tersebut jelas memperlihatkan terjadi karena anugerah Tuhan semata, tanpa ada campur tangan manusia. Peristiwa penyelamatan Nuh dan keluarganya dari Bah merupakan kasih karunia Allah yang dianugerahkan kepada Nuh sekeluarga. Pemanggilan Abraham juga merupakan anugerah Allah, pemilihan Yakub sebagai juga merupakan anugerah Allah.
         Prinsip hanya anugerah juga dapat kita temukan dalam fakta kehidupan Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya namun Allah memakainya menjadi penolong sauadara-saudaranya yang kelaparan di masa mendatang. Pembebesan umat Israel dari perbudakan di Mesir merupakan karya Allah yang menunjukkan anugerah-Nya. Dalam PL juga kita sering menemukan prinsip hanya anugerah Allah dalam kasus Daud mengalahkan Goliat dan menjadi raja merupakan karena anugerah Allah. Dalam PL juga kita melihat prinsip-prinsip anugerah Allah dalam peperangan melawan Asyur di mana Allah yang berperang bagi umat Israel itulah anugerah.
          Dalam Perjanjian Baru (PB) prinsip anugerah dapat kita lihat dari perkataan Tuhan Yesus yang menyatakan bahwa "Anak manusia datang untuk mencari yang terhilang (Matius 18:11)", Tulisan Paulus dalam Roma 5:8 menyatakan konsep anugerah Allah "akan tetapi Allah menunjukkan kasihnya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa". Selanjutnya lebih jelas kembali dalam Efesus 2:8-9 "sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah., itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." Jadi prinsip sola gratia adalah konsep yang Alkitabiah, karena Alkitab menunjukkan satu-satunya pribadi yang dapat memberikan anugerah keselamatan hanya karena karya Kristus (Ibr. 9:28). Dalam banyak teks PB kata anugerah sering disertai dengan kasih karunia Allah (Lih. Roma 12:3,6,15:15;1Kor. 1:4, 3:10, 15:10, 2Kor. 8:1; Gal. 2:9; Ef. 3:8, 4:7; Yak. 4:6; 1Pet. 1:13). Dengan demikian prinsip sola gratia adalah prinsip yang telah ada dalam Alkitab dan para reformator hanya meneruskan dan menegaskan kembali (reaffirmed) prinsip yang telah ada.
C. Implementasi Prinsip Sola Gratia
       Secara konseptual prinsip sola gratia diimplementasikan oleh para reformator. Marthin Luther yang telah mengikuti ritual dalam tradisi gereja Katolik Roma pada abad ke XVI akhirnya bergumul tentang keselamatannya. Melihat banyaknya tradisi yang menyusahkan manusia untuk bisa mendapatkan kesalamatan, sehingga dalam kehidupan Luther ia bingung tentang dosanya, namun setelah membaca Roma 1:16-17 ia dicerahkan oleh prinsip "keselamatan hanya oleh iman". Ketika memahami nats inilah Luther akhirnya mengerti bahwa keselamatan itu hanya dan melalui iman kepada Kristus.
       Selanjutnya dalam kehidupan tokoh Reformator John Calvin, prinsip teologi anugerah nyata diimplementasikan. Hal tersebut dapat terlihat dari tulisan-tulisan beliau, yang menekankan keselamatan adalah anugerah Allah. Kemudian dalam kehidupan praktis beliau, yang selalu bersyukur atas apa yang terjadi, baik dalam kehidupan keluarganya, di mana ia harus menghadapi kematian anak-anaknya dan istrinya. Serta sikap hidup yang bersandar pada anugerah Allah ia tunjukkan dalam pelayanannya yang penuh dengan tantangan, saat ditolak di Jenewa dan diterima kembali. Calvin menimplematasikan hidupnya sebagai anugerah dari Allah.
D. Menjawab Keberatan Terhadap Prinsip Sola Gratia
       Prinsip Sola Gratia tidak serta merta diterima dalam pemikiran keKristenan. Dalam sejarah keKristenan, memaknai prinsip anugerah dalam konteks soteriologi juga mendapat tantangan, munculnya ajaran-ajaran yang mendasari keselamatan melalui usaha manusia (Anthroposentris) banyak bermunculan, hal tersebut telah terlihat dalam konteks Bapa-bapa Gereja, yaitu hadirnya Pelagius yang berkontra dengan Augustinus, pada abad reformasi ada John Calvin dan Jacobus Armenius. Bahkan ada ajaran semipelagianisme, yang mencoba untuk memadukan konsep keselamatan antara anugerah Allah dan kemampuan manusia (sinergisme). Dalam hal praktis muncul pemikiran ateisme yang membawa manusia berpikir bahwa Tuhan tidak ada, kehidupan ini berjalan dengan sendirinya, sesuai dengan hukum alam semesta, sehingga manusia tidak pernah memikirkan bahwa kehidupan dan kenyamanan dalam alam semesta adalah anugerah Allah. Bahkan banyak manusia yang berhasil memiliki banyak materi selalu mengatakan bahwa keberhasilannya adalah usahanya sehingga mengabaikan peran Tuhan dalam keberhasilannya. Bahkan banyak manusia yang memiliki pemikiran yang sembrono dengan menilai rendah kehidupan, sehingga melakukan aksi bunuh diri dan membunuh sesama karena tidak mengabaikan bahwa kehidupan adalah anugerah Allah.
        Keberatan-keberatan yang muncul baik secara teologis, filosofis dan praktis tersebut juga menyerang dalam kehidupan iman Kristen. Teologia Reform memberikan jawaban yang tegas bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu,sehingga tidak ada satu pun yang ada dalam dunia dan terjadi dalam dunia di luar dari otoritas Allah. Sehingga dalam prinsip Teologia Reform memberikan jawaban tegas bahwa secara teologis keselamatan adalah anugerah Allah, manusia tidak memiliki campur tangan dalam keselamatan (Lih. Ef. 1:4). Selanjutnya dalam konteks sejarah dunia dan terpeliharanya alam semesta dalam Teologia Reform diajarkan doktrin Anugerah Umum (Common Grace) sehingga sekalipun manusia telah berada dalam kondisi rusak total (total depravity), namun kerusakan tersebut tidak sampai menghancurkan seluruh isi bumi dan alam semesta, meskipun manusia bisa memiliki senjata pemusnah masal namun perdamaian dunia masih tetap terjaga. Hal tersebut dalam perspektif teologi Reform karena adanya anugerah Allah secara umum, Allah memberikan matahari, hujan, musim panas, air dan sebagainya kepada semua orang yang ada di bumi, apakah dia jahat atau baik, percaya dan tidak percaya mereka merasakan berkat yang sama. Namun dalam teologia Reform juga mengajarkan tentang anugerah khusus (special grace) anugerah ini diberikan khusus oleh Allah kepada orang-orang yang dipilih dalam keselamatan. Anugerah ini bukanlah usaha manusia tetapi murni karya Allah. Orang yang diberikan anugerah ini akan mengenal siapa itu Yesus Kristus, siapa yang mengenal Yesus Kristus akan mengerti apa arti kehidupan ini, yang mengerti arti kehidupan ini tidak akan merusak hidupnya dengan bunuh diri dan tidak akan berhenti mengucap syukur bahwa segala sesuatu adalah pemberian Allah. Manusia yang diberikan anugerah khusus tidak dapat menjadai manusia yang ateis praktis, Alkitab memberikan catatan penting bahwa setiap manusia yang diberikan anugerah khusus, dia akan hidup meproklamasikan imannya, Yesus diberitakan melalui hidupnya dan kata-katanya, baik dalam keadaan susah maupun bahagia. Manusia yang menolak anugerah, bukan karena mereka punya power untuk menolak, tetapi karena Allah memanag tidak memberikan anugerah kepada hati mereka yang rusak oleh dosa, sehingga mereka hidup dalam kekerasan hati. Dalam teologia Reform diajarkan tentang anugerah yang tidak dapat ditolak (irrisistible of grace), jadi Allah memberikan anugerah-Nya bukan karena apa yang dilihat pada diri manusia, karena manusia sudah berdosa (Roma 3:23), sehngga dasar Allah memberikan anugerah-Nya adalah karena kehendak Allah sendiri. Dengan demikian manusia yang dapat memahami prinsip sola gratia adalah manusia yang memang diberikan anugerah oleh Allah, sehingga Roh Kudus bekerja melahirbarukan manusia sehingga manusia mampu untuk mengerti Pribadi dan Karya Allah.
E. Penutup
       Prinsip sola gratia merupakan prinsip Alkitabiah, prinsip teologis ini merupakan pilar penting dalam teologia Reform. Allah yang memberikan anugerah-Nya kepada manusia, akan membuat manusia memahami berharganya kehidupannya dan mengerti bahwa pemeliharaan Tuhan (the Providence of God) merupakan anugerah Allah. Manusia yang mengerti makna anugerah Allah akan mengerti bagaimana mensyukuri  hidupnya dan pasti akan menggunakan hidupnya dengan maksimal untuk melaksanakan mandat budaya (culture mandate) dan mandat misi (evangelitation mandate) dan hidup mempermuliakan Allah dan bersukacita selalu di dalam Kristus. Soli Deo Gloria