Minggu, 31 Mei 2020

MANDAT BUDAYA DAN MANDAT MISI DALAM KONTEKS PANDEMIK COVID-19

 Oleh: Made Nopen Supriadi
Dalam tulisan ini akan memberikan kajian singkat mengenai implementasi mandat budaya dan mandat misi dalam konteks covid-19. Dalam pembahasan ini secara singkat akan menjelaskan tentang pengertian dari mandat budaya dan mandat misi, pengaruh dosa dalam realisasi mandat budaya dan mandat misi, implementasi Yesus terhadap mandat budaya dan mandat misi, penerapan mandat budaya dan mandat misi pra-covid-19, penerapan mandat budaya pada masa covid-19 dan pada era "new normal."

A. Pengertian Mandat Budaya dan Mandat Misi

1. Analisa Kata
Sebelum membahas lebih pengertian mandat budaya dan mandat misi, maka ada tiga kata penting yang perlu kita mengerti yaitu, kata 'mandat,' 'budaya' dan 'misi'. Kata mandat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata benda yang memiliki arti perintah, arahan (instruksi) dan perwakilan. Kata 'budaya' memiliki arti sebagai akal budi, pikiran, adat istiadat, peradaban dan kebiasaan. Kata 'misi' menunjuk kepada pengutusan, dalam konteks iman Kristen kata misi juga menunjuk kepada pengutusan orang percaya atau gereja untuk menjadi saksi bagi 'dunia'. Dengan demikian secara sederhana mandat budaya dan mandat misi dapat diartikan sebagai. Perintah yang diberikan oleh sang pemberi perintah dalam konteks ini Allah Tritunggal (Lih. Kej. 1:26-28 dan Mat. 28:18-20) kepada manusia yang diciptakan untuk mengembangkan dan membangun peradaban dan juga menjadi saksi di dalam peradaban yang dibangun tentang 'kebenaran'.

2. Pengertian Mandat Budaya Dalam Alkitab
Membangun pengertian mandat budaya dan mandat misi sangat penting juga membangun pengertian tersebut berdasarkan dari prinsip Alkitab. Di dalam Alkitab prinsip mandat budaya dituliskan di dalam Kejadian 1: 28, setelah Allah memberkati manusia Allah memerintahkan mereka untuk 'penuhilah bumi,' 'taklukanlah' dan 'berkuasalah'. Daniel P. Martono menjelaskan istilah 'penuhilah bumi' menunjukkan bahwa manusia membangun kehidupan sosial. Dan istilah 'taklukanlah dan berkuasalah' menunjukkan manusia memanfaatkan isi alam. Dalam perkembangan kehidupan manusia ada yang menyalahgunakan ayat ini untuk melakukan 'eksploitasi alam' sehingga merusak tatanan ekosistem. Oleh karena itu memahami mandat budaya dalam arti memanfaatkan isi alam harus memperhatikan Kejadian 2:15 yaitu Allah menempatkan manusia di taman Eden untuk 'mengusahakan' dan 'memelihara'. Dengan demikian manusia diberikan mandat oleh Allah untuk mengembangkan kehidupan sosial, mengembangkan peradaban, ilmu pengetahuan dan sebaginya dengan memanfaatkan alam yang telah diciptakan Allah dan diberikan kepada manusia untuk dikelola. Dalam kajian Yakub Tri Handoko dalam tulisannya tentang 'Mandat Budaya (Kejadian 1:28)' menjelaskan: 

Hal pertama yang perlu kita pahamai adalah bahwa pemberian mandat budaya kepada manusia di Kejadian 1:28 tidak berarti pengalihan kepemilikan atas alam semesta dari Allah kepada manusia. Seluruh bumi tetap menjadi milik Allah (Maz. 24: 1), juga binatang-binatang liar di padang dan di gunung (Maz. 50:10-12). Ulangan 22:6 mengajarkan perlunya manusia melestarikan kehidupan binatang. Apa yang dilakukan seseorang terhadap binatang bahkan akan mempengaruhi keadaa orang itu (Ul. 22:7). salah satu tujuan di adakannya hari sabat adalah supaya binatang dan para budak bisa beristirahat (Kel. 23:12). Allah bahkan mengatur penggunaan lahan untuk bertani/berladang, yaitu suatu ladang boleh dipakai secara terus-menerus selama 6 tahun, sesudah itu tanah itu harus dibiarkan begitu saja pada tahun ketujuh (Ul. 25:3-4). Ayub bahkan sadar bahwa ladang akan mendakwa dia apabila ia telah menyalahgunakannya (Ay. 31: 38-40). (Handoko, 2017)
Dengan demikian penguasaan yang dilakukan adalah penguasaan yang dalam arah memiliki sikap tanggung jawab untuk tetap memelihara kehidupan dan stabilitas ekosistem. Mandat budaya adalah perintah yang diberikan Allah untuk manusia mengembangkan peradaban. Sehingga jika saat ini banyak peradaban yang telah berkembang maka semua itu tidak terlepas dari realisasi mandat budaya. Manusia semakin dibukakan hikmat oleh Allah untuk dapat mengelola isi alam semesta bagi kemajuan berbagai bidang kehidupan, baik itu politik, ekonomi, sains, arsitektur dan lain sebaginya. Jadi mandat budaya adalah mandat dari Allah Tritunggal kepada manusia untuk mengembangkan kehidupan melalui pengelolaan isi alam yang diberikan oleh manusia dengan penuh tanggung jawab.

3. Pengetian Mandat Misi Dalam Alkitab
Alkitab memberikan prinsip di mana Allah menghendaki agar manusia memberitakan pribadi dan karya Allah. Perintah tersebut telah dinyatakan dalam rancangan kekekalan Allah. Efesus 1:3-10 menunjukkan bahwa dalam pemilihan Allah sebelum dunia dijadikan di dalam Kristus manusia ditetapkan dalam kekudusan dan tak becacat di hadapan-Nya (bdg. Rom. 8:29-30). Rancangan tersebut telah ada dalam kekekalan, namun secara manusia realisasinya terjadi berdasarkan kehidupan manusia yang telah dipilih Allah di dalam Kristus akan menyaksikan pribadi dan karya-Nya. Dalam konteks kehidupan manusia perwujudan dari pemilihan Allah, membawa manusia dalam kehidupannya memberitakan tentang kebenaran Allah. Hal tersebut telah direalisasikan dalam penciptaan manusia yang pertama.
Di Taman Eden selain melaksanakan mandat budaya juga telah merealisasikan mandat misi yaitu menyatakan kebenaran dan memuliakan Allah di dalam setiap tanggung jawab. Perintah Allah untuk tidak memakan buah yang dilarang menunjukkan manusia memiliki tanggung jawab untuk merealisasikan kebenaran Allah. Mandat misi ialah membicarakan bagaimana manusia menjadi saksi bagi dunia. Yesus Kristus memberikan mandat misi dengan sangat jelas hal tersebut dapat kita baca di dalam Matius 28:18-20; Markus 16:15-16; Lukas 24:45-48.  Perintah tersebut sungguh sangat jelas menunjukkan bahwa di dalam Kristus manusia memiliki satu mandat penting yaitu mandat misi. Manusia di dalam Kristus diutus untuk memberitakan pribadi dan karya Allah. Manusia memiliki tanggung jawab untuk menyaksikan kebenaran Allah ditengah 'dunia'. Dengan demikian ada kaitan antara mandat budaya dan mandat misi. Budaya yang dibangun hendaknya terarah untuk memuliakan Allah dan misi yang dibangun hendaknya mentransformasi budaya.     

B. Pengaruh Dosa Dalam Realisasi Mandat Budaya Dan Mandat Misi
Secara prinsip mandat budaya dan mandat misi telah diberikan sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Kata 'budaya' dalam bahasa latin yaitu 'cultura' yang diterjemahkan menjadi 'kultur atau budaya'. Kata 'cultura' ini berasal dari kata dasar 'cult' yang memiliki arti 'ibadah atau penyembahan.' Martono menuliskan bahwa kata 'mengusahakan' dalam Kejadian 2:15 memiliki arti 'membajak atau mengolah tanah.' Ia melanjutkan bahwa kata tersebut dalam bahasa latin dituliskan dengan kata 'cultura'. Dengan demikian maka prinsip bekerja mengelola isi alam dan beribadah telah diberikan Tuhan secara bersamaan kepada manusia di Taman Eden. Secara prinsip menjelaskan bahwa pada waktu manusia bekerja maka ia tidak melepaskan hidupnya kepada Tuhan. Manusia melekat kepada Tuhan dalam mengerjakan tanggung jawabnya dan tanggung jawabnya dilakukan karena Tuhan. Jadi sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, manusia telah meberapkan prinsip ideal dalam mandat budaya dan mandat misi.
Kejadian pasal 3 memberikan gambaran bagaimana manusia jatuh ke dalam dosa. Kejatuhan manusia ke dalam dosa memberikan dampak kepada pelaksanaan mandat budaya dan mandat misi. Untuk membahas ini perlu dibagi menjadi dua.
1. Pengaruh Dosa dalam Mandat Budaya
Mandat budaya adalah mandat yang diberikan Allah kepada manusia untuk membangun kehidupan dan peradaban. Allah mengijinkan manusia menguasai dan mengelola serta memelihara alam semesta untuk mengembangkan kehidupan. Namun setelah manusia jatuh ke dalam dosa. Prinsip untuk melaksanakan mandat budaya tetap ada, namun hal tersebut menjadi lebih berat (Bdg. Kej. 3:17-19). Meskipun kondisi melakukan mandat budaya namun peradaban manusia terus berkembang. Pada masa Kain dan Habel sistem pertanian dan peternakan telah berkembang. Lalu pada Kejadian 4:17-26 menunjukkan bahwa keturunan Kain tetap melaksanakan mandat budaya sehingga pada masa itu, kehidupan sosial, seni dan pertukangan semakin menunjukkan kemajuan. Namun yang menjadi masalah ialah perkembangan peradaban tersebut tidak turut disertai sikap tunduk kepada Tuhan. Manusia mulai menunjukkan egoismenya dalam setiap karya yang dibuat. Kejadian 6 menunjukkan bagaimana akhirnya Allah memutuskan untuk memberikan air bah karena peradaban manusia berkembang ke arah yang rusak secara moral dan spiritual. Setelah peristiwa air bah pada Kejadian 11 manusia kembali menunjukkan sikapnya dalam mengembangkan peradaban dengan merencanakan pembangunan sebuah menara yang tinggi, namun karena dosa yang merusak manusia membuat arah dan tujuan pembangunan menara tersebut untuk menentang Allah dan menunjukkan superioritas manusia semata. Hal tersebut menunjukkan bahwa mandat budaya terus berlanjut namun dosa juga ikut meruskkan sesnsi pelaksanaan mandat budaya. Pada Masa kini hal tersebut juga tetap terjadi banyak penemuan sains, perkembangan ekonomi, politik, arsitektur dan seni justru semakin membawa manusia kepada sikap yang menentang Tuhan. Dosa membawa manusia dengan hasil karyanya untuk menyombongkan diri kepada sesama manusia dan juga kepada Tuhan. Sehingga tidak heran jika masa kini kita dapat melihat ada ilmuwan, sastrawan, ekonom, politikus, public figure yang menunjukkan sikap menentang Allah.  
2. Pengaruh Dosa dalam Mandat Misi
Kejatuhan manusia ke dalam dosa membawa manusia gagal untuk menjadi utusan yang memberitakan pribadi dan karya Allah. Kisah Kain yang membunuh Habel menunjukkan bahwa akibat dosa bukan hanya menyebabkan manusia bisa mati secara fisik, tetapi manusia memiliki keberanian untuk mematikan sesama manusia. Hal tersebut terus berlanjut pada keturunan Kain. Dampak kejatuhan manusia ke dalam dosa menghadirkan banyak konflik-konflik dalam kehidupan manusia. Konflik tersebut telah merusak tatanan kehidupan relasional manusia secara sosial. Hingga saat ini dosa terus membawa manusia dalam kondisi yang rusak. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan mandat bagi manusia untuk menjadi utusan Allah menjadi rusak. Manusia yang seharusnya hidupnya dipakai untuk menggarami dan menerangi dunia justru jatuh pada kondisi hidup yang rusak. Meskipun manusia telah mengalami kerusakan total (total depravity), Allah tetap memberikan manusia pilihan-Nya untuk memberitakan kebenaran. Allah mengutus para Nabi dan Rasul untuk memberitakan tentang penghukuman Allah atas dosa dan penyelamatan Allah bagi manusia. Dengan demikian mandat misi tetap terlaksana di tengah manusia yang berdosa, namun pelaksanaan itu tidak melibatkan seluruh manusia, hanya manusia yang dipilih, dintentukan dan dipanggil Allah.   
3. Rangkuman
Dari pembahasan di atas menunjukkan bahwa kerusakan dosa telah merusak natur manusia dan berdampak pada kehidupan manusia. Kerusakan akibat dosa memberikan pengaruh baik dalam realisasi mandat budaya dan mandat misi. Manusia gagal untuk berfokus untuk mempermuliakan Allah baik dalam mengembangkan peradaban dan gagal untuk bersaksi menjadi garam dan terang bagi dunia yang berdosa.

C. Implementasi Yesus Terhadap Mandat Budaya & Mandat Misi
Yesus Kristus adalah penggenap Hukum Taurat. Sebagai Penggenap maka Yesus Kristus harus memenuhi standar telah mampu untuk melakukan Hukum Taurat dan menggenapi hukuman kegagalan melakukan Hukum Taurat yang dilakukan oleh manusia yang dipilih dalam keselamatan. Pada bagian ini akan memberikan sebuah refleksi bagaimana Yesus merealisasikan mandat budaya dan mandat misi. Yesus ketika Ia berinkarnasi maka Ia hidup dalam tradisi dan budaya yang telah ada. Namun Yesus sekalipun berada dalam sebuah budaya, Yesus justru tetap melakukan mandat budaya. Hal tersebut ditunjukkan dengan Yesus melakukan transformasi budaya, Yesus menegur kebiasaan yang berdosa yaitu penipuan, penyalahgunaan tempat ibadah, kemunafikan, kekerasan dan ketidakadilan. Banyak hal yang diperbaharui Yesus menjurus kepada prinsip pelaksanaan pola kehdiupan pada masa itu. Yesus tidak melarang membayar pajak kepada Kaisar jika itu memang telah ditetapkan oleh penguasa, namun Yesus melarang para pemungut pajak melakukan pungutan lebih dari apa yang telah ditetapkan. Yesus tidak melarang untuk memberi kepada Allah, namun Yesus melarang jika memberi kepada Allah dijadikan sebagai Alasan untuk mengabaikan pemeliharaan orang tua. Yesus tidak melarang pelaksanaan penghukuman, tetapi Yesus melarang jika pelaksanaan penghukuman tanpa pengadilan yang benar. Yesus tidak melarang para tokoh agama mengajar agama, tetapi Yesus melarang jika mengajar agama dalam hidup yang munafik. Dengan demikian Yesus tetap mengijinkan berkembangnya budaya saat itu namun Yesus lebih memfokuskan bagaimana perkembangan kebudayaan memiliki nilai-nilai Teologis yang benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa Yesus dalam tindakan pribadi dan karya-Nya melakukan mandat budaya dan mandat misi bersama. Yesus dalam kebudayaan yang ada tetap memberitakan Kerajaan Allah, yang didalamnya berisi berita pertobatan dan penggenapan janji Mesias di dalam Diri-Nya. Sampai akhir hidupnya Yesus tidak menolak budaya atau tradisi yang menjadikan sarana penghukuman-Nya di kayu Salib, namun Yesus melalui budaya penghukuman Salib justru merealisasikan Misi-Nya. Dengan demikian dari kehdiupan Yesus kita dapat melihat bagaimana budaya dan tradisi sebisa mungkin dikaji dan ditemukan titik tarnsformasinya untuk membawa manusia memahami karya keselamatan. Di dalam Yesus kita dapat belajar sebuah intergrasi antara mandat budaya dan mandat misi.
Setelah karya penebusan Yesus Kristus, maka relasa manusia dan Allah dipulihkan. Pada waktu Yesus naik ke Sorga, maka Roh Kudus dijanjikan kepada para Rasul. Roh Kudus bekerja melahirbarukan manusia yang diselamatkan dan kondisi demikian membawa manusia memiliki kesadaran penuh akan tujuan dan sikap hidup, yaitu memuliakan Allah (Roma 11:36). Pembaharuan yang Roh Kudus kerjakan itulah yang memampukan orang yang percaya kepada Yesus untuk melaksanakan mandat budaya dan mandat misi (Bdg. Ef. 2:1-10). Roh Kudus yang memimpin orang percaya ke dalam kebenaran akan menolong orang percaya menerapkan kebenaran dalam kehdiupannya. Sehingga pada kondisi ini orang percaya akan mampu menjadi garam dan terang.

D. Penerapan Mandat Budaya & Mandat Misi Pada Masa pra-covid-19, covid-19 & "New Normal."
Pada masa pra-covid-19 pelaksanaan mandat budaya dan mandat misi bersifat normal. Manusia menjalin sosialisasi dan banyak yang selalu bersama dalam melakukan pengelolaan alam semesta. Manusia melakukan pengembangan peradaban dan ilmu pengetahuan dengan cara kebersamaan baik bersama dalam tempat maupun bersama juga dalam komunikasi. Namun fakta memperlihatkan sebelum pandemik covid-19 terjadi kebersamaan manusia dalam mengelola alam semesta menjadi hal yang membahayakan banyak ekosistem. Sehingga pelaksanaan mandat budaya banyak memperlihatkan degradasi lingkungan hidup. Dalam tindakan misi manusia telah terbiasa dengan pelaksanaan misi yang langsung hadir ke tengah-tengah masyarakat. Namun kita bisa melihat pada waktu pandemik covid-19 maka banyak kegiatan yang berhubungan dengan interaksi sosial menjadi dibatasi. Protokol kesehatan menganjurkan agar manusia melakukan social distancing, physical distancing, stay at home menjaga kesehatan diri dengan memakai masker, rajin mencuci tangan dengan sabun dan melakukan work from home (WFH). Kondisi demikian mempersulit gerakan manusia dalam melaksanakan pengelolaan alam dan sosialisasi. Pelaksanaan misi yang harusnya bersosialisasi kini tidak dapat dilakukan. Namun apakah hal tersebut mentiadakan pelaksanaan mandat budaya dan mandat misi. Sebelum masa pandemik covid-19 pelaksanaan mandat budaya telah terjadi dan banyak hal kerugian yang terjadi di alam semesta. Pelaksanaan mandat misi juga sudah banyak berkembang melalui media elektronik dan online. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam mandat budaya memang harus ada yang dibenahi, namun dalam mandat misi telah mampu mengantisipasi kondisi covid-19. Namun persoalan timbul, pada masa pandemik covid-19 ketika manusia semakin banyak memanfaatkan teknologi dan media sosial. Justru ada beberapa orang yang menggunakan media sosial untuk menyatakan ajaran yang salah dan tidak Alkitbiah. Kondisi ini semakin mendorong para pemberita Injil untuk mengambil bagian dalam melakukan apolohetika. Lalu dalam konteks mandat budaya, maka pada masa covid-19 menjadi sebuah waktu untuk melakukan refleksi terhadap sikap dalam mengelola dan menguasai alam semesta serta sikap dalam membangun moral peradaban. Beberapa waktu ini telah banyak berita yang menyiarkan akan adanya masa memasuki situasi hidup yang disebut dengan 'new normal.' Kondisi ini juga diharpkan dapat membawa sebuah pemikiran yang baru bagi manusia secara khusus orang percaya dalam mengelola alam semesta dan membangun peradaban yang juga melaksanakan mandat misi. Konsep hidup dalam 'New Normal' juga harus kita pahami sebagai hasil dari pemikiran mandat budaya, yaitu pengembangan pradaban hidup manusia. Namun di dalam kondisi hidup normal baru kita jangan sampai gagal menjadi saksi. Jangan sampai kita menjadi orang Kristen yang hanya mau menggengam dunia dan isinya tapi tidak mau memuliakan Allah Tritunggal.

E. Penutup
Mandat Budaya dan Mandat Misi adalah mandat Allah Tritunggal kepada manusia. Mandat tersebut akan efektif terealisasi secara khusus dalam kehdiupan manusia yang dipilih ke dalam keselamatan. Karena kesadaran dan tanggung jawab mengelola alam semesta tidak terlepas dari kesadaran secara spiritual yang telah diperbaharui oleh Roh Kudus. Pada masa kini pelaksanaan mandat budaya dan mandat misi tidak terhenti tetapi menyesuaikan dengan situasi yang terjadi pada masa pandemik covid-19. Oleh karena itu setiap orang percaya juga diajak semakin berpikir kreatif bagaimana tetap membangun peradaban dan kehidupan semakin baik dan juga membawa orang kepada Kristus di masa kini. Soli Deo Gloria.






















Tidak ada komentar: