Selasa, 27 November 2018

PUJIAN NATAL: Sebuah Evaluasi Teologis-Praktis

Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
          Dalam moment natal kita sering mendengar lagu-lagu bernuasa natal dikumandangkan. Tetapi beberapa waktu ini, pernahkah kita bersama menyadari bahwa pujian natal tidak lagi menjadi sentral dalam sebuah ibadah natal. Pujian natal dalam sebuah ibadah natal hanyalah sampingan! bahkan pujian natal hanya terdengar saat di moment penyalaan lilin malam kudus. Lalu banyak sepanjang ibadah natal diisi dengan pujian-pujian yang sesungguhnya tidak relevan dengan moment natal. Pujian-pujian yang memuaskan emosional lebih cenderung ditampilkan daripada lagu-lagu natal yang bisa memberikan kita makna teologis tentang natal. Bahkan lagu natal malam kudus dinyayikan dalam bahasa asing yang membuat banyak jemaat justru tidak mengerti makna malam kudus karena ikut bernyayi dalam bahasa asing yang dia tidak mengerti. Oleh karena itu saya mencoba memberikan evaluasi mengenai Pujian Natal dalam sebuah ibadah di moment Natal. Dalam tulisan ini pertama akan membahas tentang prinsip pujian yang Teologis dan penerapan secara praktis dalam moment natal.
          
A. Prinsip Pujian yang Teologis
         Pujian merupakan bagian yang penting dalam ibadah Kristen. Pujian memberikan pengaruh dalam suasana emosional. Tetapi melalui pujian juga rasio kita mengerti akan firman Tuhan. Dr. Stevri Indra Lumintang dalam khotbahnya pada waktu KTN ke - 49 di I3 Batu, menyatakan adanya 3 fenomena prinsip dalam memuji Tuhan, yaitu prinsip antroposentris, memuji secara artificial/simbolis dan pujian yang Theosentris.

1. Pujian yang antroposentris adalah pujian yang menjadikan manusia pusat pujian. Akibatnya manusia menyanyikan pujian berdasarkan standar manusia, sehingga setiap pertujukan pujian sasarannya adalah apakah manusia terpuaskan, baik melalui melodi, syair, skill dan suara pemuji. Sehingga gereja sibuk mencari-cari orang yang mampu memenuhi standar pendengar di Gereja dan lebih parahnya gereja masa bodoh terhadap pertobatan seseorang yang penting ia tampil memuji Tuhan dan menyenangkan jemaat.

2. Memuji secara artificial/simbolis adalah pujian yang tidak sungguh-sungguh atau sejati. Banyak orang Kristen bisa memuji Tuhan dengan mulutnya dan menyembah Tuhan dengan tangan-Nya, tetapi hatinya jauh dari Tuhan. Kondisi demikian menujukkan orang Kristen yang munafik. Akibatnya di Gereja muncul sikap dualisme, yaitu: Bersuara merdu saat memuji Tuhan tetapi hati penuh dendam yang tak terselesaikan. Mengangkat tangan ketika menyembah Tuhan, tetapi memakai tangan untuk memukul sesama saat tidak disembah. 

3. Pujian yang Theosentris: yaitu Allah yang mulia ingin mempermuliakan diri-Nya sendiri, melalui manusia sebagai instrumen (alat) untuk memuliakan diri-Nya (bdg. Roma 11:36). Jadi secara Teologis jika manusia sungguh-sungguh memuji Tuhan maka sebenarnya Allahlah yang sedang memakai mereka untuk memuji-Nya, Allah beroperasi dalam hidup manusia sehingga setiap kehidupan manusia menujukkan keindahan pujian. Artinya secara Teologis tidak ada aspek dalam kehidupan manusia yang tidak memuji Tuhan, semua yang dilakukan manusia terarah untuk memuji Tuhan, karena semua aspek kehidupan manusia harus mempermuliakan Tuhan. Pujian sejati bukan dari alat musik yang hebat, pujian sejati bukan dari suara yang merdu tetapi pujian yang sejati ialah hati yang memuliakan Tuhan.

          Dalam Teologi Reform manusia telah rusak oleh dosa (total depravity of Man). Kerusakan manusia telah membuat manusia gagal untuk memuliakan Allah. Oleh karena itulah Allah yang mencari manusia dan menyelamatkan manusia melalui karya Yesus Kristus yang telah menebus dosa manusia di kayu Salib. Maka dengan demikian Allah sendiri yang mengharmoniskan relasi manusia dengan Diri-Nya. Keharmonisan yang lakukan Allah membuat manusia akhirnya mengerti bagaimana mereka harus menjadi alat di tangan Tuhan untuk menyuarakan keharmonisan tersebut, yaitu Kasih Allah. Jadi pujian yang benar harus menyatakan kasih Allah bagi manusia. Namun pujian tersebut juga harus memiliki makna pengharapan, karena manusia yang ada di dalam dunia tetaplah manusia yang terbatas. Manusia yang terbatas pasti mengalami penderitaan, oleh karena itu pujian bukanlah untuk membius manusia sehingga kehilangan kesadaran emosional dan membawa manusia seolah-olah tidak ada masalah kehidupan dan selalu hidup dalam berkat-berkat materi. Justru pujian yang Teologis semakin menyadarkan manusia akan penderitaan hidupnya dan penderitaan-Nya. Dan dalam pujian tersebutlah manusia mengekspresikan adanya pengharapan kepada Allah.

          Pujian yang Teologis meruntuhkan kebanggan manusia, sehingga pujian bersifat Theosentris. Dalam pujian banyak ekspresi yang bisa ditunjukkan tetapi Tuhan adalah Allah yang juga menuntun etika umat-Nya. Jika dalam dunia kerja kita dituntut tertib dan kita bisa tertib, maka Allah juga mengehendaki kita juga tertib dalam memuji Dia, Tuhan mengijinkan banyak ekspresi dalam pujian berkembang di dunia, tetapi Tuhan tidak menghendaki kita juga salah berekspresi, Tuhan mengehendaki kita tertib dalam berekspresi. Daud ketika memuji Tuhan memang menari-nari, tetapi perhatikan tarian tersebut tidak dilakukan dalam konteks ibadah tetapi dalam konteks selesai berperang. Dalam konteks ibadah di Bait Suci secara prinsip Allah ingijn umat-Nya datang memuji Dia, mempersembahkan korban kepada-Nya tetapi Allah tidak mau sebatas ekspresi ceremonial, Allah ingin hati, pikiran dan tindakan manusia tersebut juga dipersembahkan kepada-Nya.

        Pujian yang Teologis ialah pujian yang benar secara teks, artinya pujian tersebut selaras dengan Doktrin yang benar dalam Alkitab. Tetapi Pujian yang sesuai teks juga harus diterapkan dalam konteks yang tepat. Dalam konteks Gereja yang Injili harusnya semakin gencar menyanyikan pujian yang membakar semangat penginjilan, sehingga generasi-generasi penerus yang ada di Gereja Injili tidak kehilangan semangat penginjilan. Namun jika Gereja Injili mulai merasa bosan dengan Pujian Penginjilan maka Gereja tersebut akan kesulitan untuk mengentalkan makna Penginjilan kepada generasi selanjutnya, Khotbah memang bisa mengajarkan tentang penginjilan tetapi tanpa pujian yang Injili maka manusia tidak mengalami pengentalan makna Penginjilan. Pujian menunjukkan semangat sehingga denagn Pujian yang Injili semangat penginjilan terus dikobarkan dan semangat yang telah berkobar perlu diisi dengan Khotbah yang Injili. Perpaduan keduanya akan membuat Gereja semakin mengalami pengentalan tentang penginjilan. 

 B. Aplikasi
         Secara Teologis pujian tersebut harus sesuai dengan teks dan teraplikasi pada konteks. Pujian tersebut harus benar beradasarkan doktrin Alkitab dan pujian yang benar tersebut juga pasti memiliki konteks, sehingga tidak sembarangan menyanyikan pujian. Contoh: Pujian Natal malam kudus benar secara doktrin tetapi tidak tepat jika dinyanyikan dalam konteks ibadah penghiburan (orang yang meninggal). Maka begitu juga lagu-lagu natal yang benar secara teks harusnya ditempatkan kembali pada konteks yang tepat. Yaitu saat moment natal. Pengentalan makna natal menjadi berkurang, karena khotbah yang bertema tentang natal tidak didukung pujian tentang natal. Oleh karena itu pujian yang tidak mengentalkan makna natal jika dinyanyikan dalam suasan natal akan membuat memudarnya nilai dan makna natal. Coba anda bayangkan: saat anda ulang tahun, pemandu acara sudah menyampaikan kata-kata sambutan ulang tahun tetapi tidak ada lagu selamat ulang tahun dinyayikan kepada anda, maka anda merasakan ulang tahun anda akan aneh. Anda tidak merasakan pengentalan makna ulang tahun karena ketidakseimbangan yang terjadi. Jadi keseimbangan perlu dijaga dalam sebuah ibadah. Jika moment natal maka fokuslah pada pujian-pujian natal. Ingat!!! tidak semua kita memahami makna natal dan arti natal tetapi Allah mengijinkan lagu-lagu bertema natal diciptakan, tetapi Allah tidak menghendaki kita mengabaikannya, Allah menghendaki kita terus menyanyikannya pada moment natal.

Penutup
        Pujian yang Teologis adalah pujian yang berpusat kepada Allah (Theocentric), Pujian yang berpusat kepada Allah pasti berpusat pada firman-Nya. Pujian Natal adalah pujian yang menceritakan kisah dan makna natal yang dikemas dalam syair dan melodi. Pujian tersebut Allah ijinkan hadir untuk mempersiapkan hati kita memasuki suasana natal dan menerima firman Tuhan tentang makna Natal, dengan demikian kita memiliki pengentalan makna tentang natal.

Ecclesia Reformata semper Reformanda secundum Verbum Dei Soli Deo Gloria.