Jumat, 11 Mei 2018

HAK ASASI MANUSIA (HAM)


Artikel ini diterjemahkan dari salah satu seminar Pdt. Stephen Tong di Taiwan

        Socrates berpesan, “kita perlu memahami diri dengan sungguh”, namun sesungguhnya Socrates tidak layak berkata seperti itu. Karena dia hanya memberi himbauan, tapi tidak memberitahukan bagaimana caranya. Socrates memang hanya mengeluarkan satu perintah yang penting dari segi wahyu umum saja. Sebenarnya antara wahyu khusus yaitu firman Tuhan yang bisa memberi otoritas dan dasar untuk memahami diri dengan benar. Sungguh amat kasihan keadaan orang yang telah dilahirkan sebagai manusia namun dia tidak tahu apa itu manusia, apa kuasanya, apa yang harus diucapkan dan bagaimana dia harus hidup. Masalahnya, berapa banyak orang yang sungguh-sungguh mengetahui hal itu. Saya percaya, ada begitu banyak orang yang sudah hidup sekian puluh tahun masih belum mengetahui apa makna hidupnya. Konfusius yang begitu agung, yang seumur hidup giat belajar menjadi manusia, sampai berusia tujuh puluh tahun baru berkata, saya sudah mencapai usia tujuh puluh, bisa tidak melanggar peraturan. Artinya dia sudah sukses besar. Ironisnya dia mati di usia tujuh puluh dua tahun. Seumur hidup dia belajar menjadi manusia, ketika sukses, malah dia sudah dekat dengan ajalnya. Semasa hidupnya, Konfusius hanya menerima wahyu umum, sedangkan kita telah menerima wahyu khusus, yang memungkinkan kita bisa memahami makna hidup lebih dini. Itulah hak istimewa yang kita terima, lebih dari apa yang dimiliki oleh Socrates dan Konfusius.

Mazmur 8:3-5
        Inilah kesadaran yang ada pada diri manusia terhadap wahyu umum. Ketika burung, kuda, anjing, babi dan hewan lain mengamati keadaan di sekitarnya, mereka hanya memperhatikan ada makanan atau tidak, tidak peduli dengan hal lain. Namun ketika manusia memandang karya ciptaan Allah, maka akan muncul konsep tentang Allah. Ini membuktikan bahwa kemampuan untuk memberi respon terhadap wahyu umum ada di dalam diri manusia. Di dalam karya sastra Sdri. Xiao Feng terdapat satu statemen yang begitu mengesankan: “ketika kita menikmati panorama alam di tepi laut atau di dalam goa dengan sendirinya kita akan teringat pada Pencipta dan mengagumi karya ciptaan-Nya.” Pada waktu manusia memandang ciptaan Tuhan, dia bukan hanya menikmati keajaiban, keindahan alam, tapi juga bisa mencetuskan rasa kagum dan pujian seperti yang kita temui di dalam kebudayaan Ibrani, atau menghasilkan penelitian seperti yang kita saksikan di dalam kebudayaan Yunani. Selain itu, logika dan iman kepercayaan juga lahir dari sana, respon manusia yang terwujud dalam bentuk kebudayaan dan agama. Namun respon yang terpenting adalah apa yang tertulis dalam Mazmur 8, manusia menemukan Engkau yang berada di balik alam dan hubungan antara Engkau dengan dirinya. Berawal dari kesadaran akan adanya hubungan antara Engkau dan aku ini lahirlah satu respon yang lain, yaitu Penilaian Diri.
        “Apakah manusia?” saya percaya statemen ini lebih agung dibandingkan seluruh pemikiran Socrates. Karena ketika pemazmur membandingkan manusia dengan semesta alam berkatalah dia, men are created in order to interpret everything; manusia dicipta untuk menginterpretasikan segala sesuatu. Jadi menjelaskan segala sesuatu adalah insting dan bakat yang ada pada diri manusia. Menurut filsafat Yunani yang berpusat pada manusia, manusia adalah standar untuk mengukur segala sesuatu. Pandangan tersebut berbeda dengan apa yang dimaksudkan di bagian ini yaitu setelah manusia mengadakan interpretasi terhadap sesuatu, segera disusul dengan statemen: “Engkau telah membuatnya sedikit lebih kecil dari malaikat”, “Engkau mengutus dia untuk mengelola segalanya”. Kedua statemen tadi telah meletakkan tiga buah dasar teologia yang amat penting, yang tidak boleh dilupakan.
Pertama, reaction to the general revelation; reaksi terhadap wahyu umum interpretasi yang diberikan oleh manusia.
Kedua, correction from the special revelation; koreksi dari wahyu khusus.
Ketiga, interpretasi kebenaran yang dikemukakan oleh pelbagai aliran filsafat dunia hanyalah semacam interpretasi yang berkeping-keping tentang pengenalannya terhadap kebenaran. Interpretasi terhadap segala yang ada di dalam alam adalah respon manusia yang bersifat instingtif terhadap wahyu umum Allah. Namun kekristenan memberitahu kita dengan jelas, wahyu khusus telah memberi kita sebuah anak kunci yang dapat dipakai untuk mengoreksi semua interpretasi manusia terhadap wahyu umum baik yang berbentuk filsafat maupun kebudayaan. “Apakah manusia” adalah statemen yang terlontar dari mulut manusia ketika dia membandingkan semesta alam yang begitu besar dengan dirinya yang begitu kecil. Bila ditinjau secara kuantitas, manusia memang tidak terhitung apa-apa. Banyak pemberita Injil masa kini juga terjebak di dalam perbandingan yang keliru itu, ketika mereka menyaksikan gerakan Kharismatik dapat membuat gereja bertumbuh dengan cepat, lalu mereka mengambil kesimpulan: inilah masa depan bagi gereja! Menetapkan nilai dari segi kuantitas bisa mendatangkan interpretasi yang salah. Apa nilai manusia, apa status manusia? Pertanyaan seperti itu tak dapat dijawab oleh para filsuf abad ke-20. Jawaban yang Allah berikan kepada kita adalah: Engkau telah membuatnya sedikit lebih kecil dari malaikat, dan mengutusnya untuk mengelola segalanya. Jadi bukan lagi masalah besar kecil melainkan masalah kuasa yang Allah berikan kepadanya.
  1. Hak Asasi Manusia adalah Pemberian Allah
        Mungkinkah manusia yang telah dinodai oleh dosa memahami sifat kemanusiaan dengan tepat? Mutlak tidak mungkin. Itulah sebabnya, baik penguasa atau psychiatrist perlu meninjau sifat manusia dari segi wahyu Allah, agar dia lebih dimungkinkan menjadi seorang penguasa atau psychiatrist yang benar. Terlihat di sini kegagalan yang diderita oleh semua penguasa yang Ateis, yang tirani, yang semena-mena, yang mengabaikan hak asasi manusia bukanlah kegagalan politis atau kegagalam kultural, melainkan kegagalan teologis. Kegagalan Komunisme adalah kegagalan teologis, karena Komunisme tidak mampu menembus wahyu Allah untuk memahami segala ciptaan, mereka juga tidak mampu mencapai kebenaran melalui kekuasaan yang ada pada mereka, juga tidak mampu memahami apa itu hak asasi manusia dengan sesungguhnya.
        Setiap kali kita berbicara tentang manusia hendaknya memakai sikap yang sangat hormat dan tidak sembarangan. Karena nilai manusia begitu tinggi, jauh lebih tinggi dari segala ciptaan yang Tuhan letakkan di bawahnya. Kita perlu menerobos batasan sejarah dan limitasi waktu untuk melihat nilai yang Allah berikan kepada kita di dalam kekekalan, memahami potensi yang ada di dalam kita, lalu mengasihinya, mendidiknya bahkan menguasainya. Suatu kali, seorang profesor yang hidup di akhir abad ke-15 mengunjungi sebuah SD. Sebelum sang guru menyuruh murid-murid di kelas berdiri dan memberi hormat kepada sang profesor, profesor itu sudah memberi hormat terlebih dahulu. Guru itu bertanya, apa bapak tidak salah? Bukankah seharusnya saya yang menyuruh murid-murid memberi hormat kepada bapak, mengapa bapaklah yang terlebih dahulu membungkukkan badan kepada mereka? Jawabnya, Tidak! Saya percaya, di antara generasi penerus zaman ini, dan sangat mungkin kelak salah seorang dari kelasmu itu akan menjadi tokoh yang agung. Itu sebabkan izinkan saya terlebih dahulu menghargai generasi penerus ini! Nyata di kemudian hari, salah seorang anak dari kelas itu menjadi tokoh yang menggemparkan dunia, anak itu adalah Martin Luther. Ketika dia masih berada di ruang kelas yang kecil itu, orang tidak mengenal dia, namun profesor itu telah mempunyai firasat dari kelas itu, bakal muncul seorang tokoh. Hari ini, bisakah kita menghargai seorang anak karena dia adalah seorang manusia? Bisakah kita menghargai setiap penyeberang jalan, bahkan orang kita hina sekalipun sebagai manusia? Seberapa jauh kita memahami akan potensi dan kemungkinan yang tersembunyi di dalam diri orang lain?
        Mari kita mengkaji bagaimana PL dan PB menilai manusia, sehingga kita bisa memakai Alkitab sebagai dasar untuk membahas hak asasi manusia. Kejadian 9:6 mencatat statemen yang Allah ucapkan setelah Nuh keluar dari bahtera: “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.” Memang ayat ini tidak memberitahukan kepada kita berapa besar nilai manusia, namun ayat ini menyodorkan satu penilaian yang amat penting: manusia sama dengan manusia. Sehingga manusia tidak bisa seenaknya berkata, saya telah membunuh seseorang, saya akan menggantinya dengan lima ribu dollar. Karena nilai manusia tidak identik dengan lima ribu dollar. Kalau kau membunuh satu orang, kau menumpahkan darahnya, darahmupun akan ditumpahkan oleh manusia. Ayat ini tidak mengatakan orang pandai boleh menumpahkan darah orang pandai, orang bodoh boleh menumpahkan darah orang bodoh. Tidak! Darah manusia dibayar dengan darah manusia, karena manusia identik dengan manusia, tidak peduli kelas, status, pintar atau bodoh, pendidikan, hak khususnya di dalam masyarakat. Di sinilah hak asasi manusia dipastikan.
        Sampai di PB, wahyu progresif memberikan satu penilaian yang lain terhadap manusia: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?” (Mrk. 8:36-37). Artinya nilai manusia lebih besar dari seluruh dunia. PL mengajarkan nilai manusia sama dengan manusia, namun belum memberitahukan berapa tinggi nilainya, sampai PB, barulah diberitahu bahwa nilai manusia lebih tinggi dari seluruh dunia. Yesus Kristus sendiri mengekspresikan sifat manusia dengan begitu tuntas dan sampai puncaknya, Dia berkata kepada setan: mundurlah! Dia tidak membiarkan kehormatan dan kemuliaan dunia merampas hak ibadah-Nya, yaitu hanya menyembah kepada Allah saja. Inilah hak asasi manusia yang bisa kita saksikan dengan jelas dari Alkitab di mana manusia identik dengan manusia, manusia lebih bernilai dari seluruh dunia. Kitapun harus memandang manusia dengan prinsip yang Allah wahyukan kepada kita. Dan hanya dengan begitu barulah seorang penguasa dapat berdiri pada posisi menghargai sesamanya untuk memerintah. Kalau seorang penguasa tidak memandang manusia sebagai manusia, pastilah negara itu tidak mempunyai masa depan yang cerah. Hanya melalui wahyu yang diberikan Allah, Pencipta manusia, barulah kita dapat memahami sesama dengan sesungguhnya.
        Alkitab mengemukakan empat tujuan Allah menciptakan manusia:
  1. Untuk menjadi wakil-Nya mengelola semesta alam Itulah yang dikemukakan oleh Mzm. 8 dan Kej. 1: manusia adalah pengelola, artinya manusia melampaui alam. Juga mengindikasikan bahwa mandat budaya dan mandat science ada di atas diri manusia.
  2. Untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Itu artinya manusia mempunyai tanggung jawab moral di dalam hal merefleksikan kebenaran Allah dan karakter Allah melalui hidupnya.
  3. Supaya manusia menikmati diri Allah, menikmati kasih-Nya. Dengan kata lain, manusia menjadi wadah kasih. Lewat anugerah Allah manusia bisa menikmati hidup yang berlimpah, menikmati persekutuan dengan Allah.
  4. Untuk melaksanakan kehendak Allah, berbagian di dalam rencana Allah.
        Jelas sudah, manusia dicipta demi Allah, maka hubungan timbal balik antar manusia dan Allah menjadi satu hal yang begitu jelas.
        Waktu Allah menciptakan manusia, Dia berfirman, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” Mengenai “gambar dan rupa” ini, Ef. 4 (satu-satunya bagian di dalam Alkitab) memberikan interpretasi dan pertanggungjawaban yang begitu jelas: kebenaran, kasih, keadilan, dan kekudusan. Dari ketiga segi ini kita tahu manusia mempunyai rasio, hukum, dan etika, tiga fungsi yang terbesar di dalam dirinya:
  1. Fungsi berpikir dan melakukan penilitian yaitu rasio
  2. Fungsi berlaku adil dan menghakimi atau memberi keputusan yaitu hukum
  3. Fungsi berbuat bajik dan moral yaitu etika
        Dengan demikian, yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah: manusia mempunyai kebebasan untuk berpikir, melakukan penelitian, memberikan putusan dengan adil, mempunyai kebebasan dan hak hukum di hadapan hukum, mempunyai kebebasan untuk menyatakan kebajikan, moral, mengembangkan fungsi hati nurani.

II. Akar dari Hak Asasi Manusia
        Selain hal-hal yang disebut tadi, manusia masih mempunyai beberapa esensi khusus yang tidak boleh kita lalaikan, karena esensi itulah yang membuat kita berbeda dengan binatang:
 The Spiritual transcendence
        Allah menciptakan manusia seturut dengan gambar dan rupa-Nya. Allah adalah Roh, manusia yang menyerupai Allah, itu berarti manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai roh, yang memungkinkan manusia mempunyai fungsi kultural, membuat manusia berbeda dari ciptaan lain dan sekaligus menjadi ciri khas yang penting bagi manusia.
The consciousness of self existence
        Sadar akan keberadaan diri merupakan satu hal yang penting. Ketika rakyat ramai-ramai menyadari akan keberadaan dirinya, mereka akan menjadikannya sebagai dasar untuk melakukan aksi massal. Misalnya, ketika harga diri manusia dilecehkan, kehormatan dan hak manusia dieksploitasi, perlakuan itu akan membuat manusia teringat pada hak yang seharusnya dia miliki, yang selama itu bersembunyi di bawah sadarnya. Ketika kesadaran itu berkembang menjadi kesadaran umum maka terbentuklah satu aksi massal. Kesadaran umum itu timbul dari potensi the consciousness of my own existence. Karena kesadaran inilah manusia membuat batasan yang sangat jelas antara aku dan bukan aku: aku bukanlah dia, dan dia bukan aku. Kesadaran ini timbul dari fungsi kesadaran diri yang kekal.
Kemandirian
        Karena Allah adalah Tuan, maka manusia yang dicipta-Nya mempunyai kebebasan. Kemandirian itulah yang memungkinkan manusia dapat mengurus, mengembangkan dirinya, mewujudkan apa yang ada di dalam dirinya secara bebas ke dalam aktivitas hidupnya.
Kreativitas
        Manusia memiliki kreativitas sebagai yang dicipta (created creativity). Karena Allah meletakkan insting kreativitas di dalam diri manusia, itulah yang membuat manusia serupa dengan Allah. Maka ketika kebudayaan membuka lembaran barunya, itu berarti terjadi satu penerobosan baru di dalam sejarah, dan setiap kali manusia meraih kesuksesan baru, itulah bukti manusia sedang mengembangkan kreativitas dirinya. Kreativitas adalah penyebab kemajuan sejarah, perubahan zaman, juga merupakan perwujudan gambar Allah yang sangat jelas. Namun jangan lupa, bagaimanapun juga kreativitas yang ada pada diri manusia adalah kreativitas yang dicipta, manusia perlu mempertanggungjawabkannya secara penuh kepada Allah.
        Ketika para penyair, seniman, penggubah lagu memproduksi karya yang agung, pasti membelah zaman menjadi dua masa yang berbeda, saat itulah gambar Allah dinyatakan dengan jelas melalui potensi yang ada di dalam diri manusia, dan sejarahpun didorong untuk melangkah maju ke depan.

Kekekalan
        Manusia bukan hanya saja menyadari akan keberadaan dirinya, kemandirian dirinya, kreativitas dirinya, tapi juga mempunyai sifat kekekalan yang merangkum semua sifat dan fungsi dasar manusia. Manusia tidak akan bisa mendapatkan kepuasan yang sungguh sampai dia yakin nilai dirinya akan tinggal tetap sampai selamanya. Dengan demikian, sifat kekekalan adalah refleksi yang amat penting dari gambar Allah.
        Ketika beberapa esensi yang penting ini disatukan dengan logika, hukum dan etika terbentuklah hak asasi manusia, yaitu dasar dari harga diri manusia. Manusia disebut sebagai manusia, karena manusia begitu hormat dan mulia. Ketika Allah menciptakan manusia, tidak karena manusia secara materi lebih kecil dari binatang lain lalu Allah mengurungkan kemuliaan yang disediakan bagi manusia. Hormat dan mulia yang Allah berikan kepada manusia tidak ditentukan oleh besar kecilnya menurut ukuran materi, melainkan ditentukan oleh status rohnya, status yang merefleksikan sifat Allah. Itu sebabnya kita adalah gambar Allah, kita juga memiliki rupa Allah. Puji Tuhan! Terlihat dari sini posisi dan status yang Allah berikan kepada manusia adalah satu penyebab penting bagi manusia untuk merebut hak asasinya.
        Saya mengetahui dengan jelas, demokrasi yang terdapat di dalam sejarah Barat memiliki dua sumber, bila bangsa kita tidak menemukan perbedaan dari keduanya, artinya negara kita masih belum memiliki masa depan. Jangan lupa, demokrasi telah membunuh Socrates. Teriakan yang berbau demokrasi menghantar Yesus dipaku di atas kayu salib. Karena suara massa yang begitu keras, maka kebenaranpun tertudung; karena banyaknya jumlah massa, suara minoritaspun tenggelam. Di tengah proses demokrasi, kita menyaksikan kebenaran bisa saja dibunuh, karena kebenaran belum tentu berada di tengah massa. Sebab itu, sebagai orang Kristen, ketika kita harus berjuang bagi demokrasi, janganlah lupa bahwa konsep demokrasi dunia yang dibelenggu oleh dosa. Karena teriakan keras orang Yunani Socrates divonis mati. Peristiwa ini mengusik orang yang berperasaan adil dari zaman ke zaman untuk tidak menerima tindakan seperti itu. Di abad ke-19, Hegel di masa tuanya pernah mengembangkan renungan filsafat, mengadakan interpretasi ulang terhadap sejarah filsafat, dia memberikan banyak alasan yang begitu membingungkan untuk orang-orang yang membunuh Socrates. Misalnya situasi dan kondisi masyarakat massa itulah yang menyebabkan demokrasi terpaksa harus mengambil langkah itu yaitu membunuh Socrates. Karena menurut mereka, Socrates telah melakukan dosa yang mutlak tidak bisa diampuni. Saat ini saya bukan membahas masalah itu, namun saya ingin mengingatkan bahwa suara dunia bisa benar bisa juga salah, suara massa tidak langsung identik dengan kebenaran. Kalau orang Kristen hanya melihat corak-corak demokrasi Yunani, zaman Renaissance, Revolusi Perancis, dan banyak lagi slogan-slogan demokrasi masa kini, saya yakin, kita belum mendapatkan jawaban yang sesungguhnya.
III. Konsep Hak Asasi Manusia Dari Humanism
        Demokrasi di Barat mempunyai sumber yaitu Penilaian Humanism tentang manusia. Kalau ditinjau dari Humanism dan penilaian yang dibuatnya, kita tahu akibat yang ditimbulkan oleh beberapa gerakan kebudayaan yang penting yaitu demokrasi tidak mendatangkan bahagia, melainkan mengundang malapetaka dan marabahaya. Di zaman Renaissance, sejarah manusia pernah mencapai kesuksesan yang gemilang, bagaikan terang besar menerangi bumi, begitu menggetarkan kalbu. Mengapa kita mau terus menerus dikelabuhi oleh pendiri agama? Mengapa kita mau ditenggelamkan oleh agama, hingga kita tidak berdaya mengembangkan potensi yang berada di dalam diri kita? Marilah kita berpaling! Tapi siapa yang akan membimbing kita? Kebudayaan Yunani kuno; the Greco-Roman achievement. Kesuksesan yang pernah diraih oleh Roma dan Yunani terpapar di depan kita, menjadi mode yang dapat diandalkan di dalam sejarah. Itu sebabnya mereke mengenang, mendambakan kesuksesan kebudayaan yang pernah diraih itu bisa menjadi aspirasi mereka untuk coba mengubah sejarah. Kalau konsep demokrasi dan hak asasi manusia diperoleh dengan cara seperti itu, artinya kita belum menemukan bahwa keduanya memiliki hubungan apa-apa dengan firman Allah. Karena paling sedikit Renaissance memiliki empat semangat yang penting:
  1. Menganggap rasio sebagai sarana yang mutlak dapat dipercaya, itu sebabnya mereka begitu percaya diri.
  2. Kesuksesan Yunani kuno di bidang kebudayaan dan seni dijadikan mode yang bisa ditiru, rel yang bisa ditelusuri di zaman ini di mana yang kita ingin capai adalah meniru kesuksesan yang pernah diraih pada zaman Yunani kuno. Sebab itu, panutannya adalah Yunani kuno, dasar dan sarana mutlaknya adalah rasio.
  3. Sasarannya adalah hidup masa kini, membuang semua perkara supra natural. Hidup masa kini adalah tugas utama kita, terus mengejar kesuksesan masa kini.
  4. Semesta alam dijadikan obyek penelitian. Selain itu, tidak ada tuntutan lain.
        Pada dasarnya, keempat semangat tersebut bertentangan dengan semangat teologia Kristen, juga bertentangan dengan semangat firman Allah dan semangat yang diwahyukan oleh kebenaran. Tegasnya seluruh perkembangan yang nampak di zaman Renaissance adalah menentang kekristenan. Tatkala orang Kristen dikelilingi oleh pelbagai gerakan, kita perlu meneliti dengan hikmat dan cermat, tahu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, tidak mengekor dengan sembrono. Meski kita juga berbicara tentang demokrasi, hak asasi manusia, keadilan, namun apa yang kita bahas berbeda di mana keadilan yang kita bahas bukanlah keadilan yang terdapat di dalam hukum Romawi, melainkan keadilan yang terdapat di dalam rencana Allah yang kekal. Demokrasi yang kita bahas bukanlah demokrasi urakan gaya Revolusi Perancis, melainkan demokrasi yang Allah siapkan di dalam kekekalan, yaitu hak istimewa yang Allah berikan sesuai dengan kehormatan dan keadilan yang terdapat di dalam sifat-Nya. Berkat dampak yang ditimbulkan oleh Renaissance, Humanism menegakkan kepala, kita saksikan tiga gerakan yang sangat besar telah terjadi di masa akhir dari abad ini. Bagi dunia, gerakan yang pertama dan yang ketiga amat penting, gerakan yang kedua tidak penting. Namun bagi kita, gerakan yang terjadi di antara kedua gerakan yang terjadi di antara kedua gerakan yang dianggap penting itulah yang terpenting. Adapun ketiga gerakan tersebut adalah: Renaissance, Reformation, Enlightenment. Renaissance terjadi sebelum Reformasi agama yang terjadi pada abad ke-16, dan gerakan yang segera menyusulnya terjadi pada abad ke-17 dan 18 yaitu Enlightenment. Di antara kedua gerakan itu terdapat gerakan yang kita kenal dengan sebutan Reformasi, gerakan yang mereformasi agama kembali kepada Alkitab.
        Terlihat di sini, manusia yang memperalat rasio dengan penuh keyakinan diri menapaki jalan yang sepertinya tidak perlu disesali untuk selamanya: hanya cukup berpaling ke belakang menatap pada Yunani, maka ketika dia memandang ke depan seolah-olah telah mempunyai masa depan yang tak terhingga. Sungguh, suatu sikap yang angkuh. Puncak dari semangat Renaissance nampak di dalam pemikiran Davinci. Dari Lousiana yang terletak di bagian Utara Itali, sampai ke Florence, ke Roma, kita menyaksikan sastra, seni dan bidang-bidang lain terus menerus mengalami kemajuan. Sampai di masa Davinci, Monalisa dijadikan representatif. Kalau kita mengamati lukisan Davinci, kita menemukan lukisannya mengekspresikan hikmat yang sangat dalam dan senyuman yang sulit diterka. Di balik misteri yang amat sangat dalam itu tersembunyi kemenangan yang penuh percaya diri; self confident victory. Kemenangan itu terpancar dari sorot mata Monalisa yang menatap ke tempat jauh dan senyumannya. Ketika kita memperhatikan latar belakang Monalisa, kita mendapati kesalehan yang terdapat di abad pertengahan dan hal-hal yang supra natural telah lenyap sama sekali. Davinci memiliki sebuah draft kasar, melukiskan seorang yang berada di tengah-tengah alam, orang itu mengulurkan tangan menjamah tepi dunia, dan ketika tangannya terkulai, dia bangkit. Itulah semangat Renaissance. Manusia adalah pusat dari semesta alam, Allah bukan pusat semesta alam. Seluruh aktivitas berpusat pada manusia. Manusia menang, itulah sebabnya Monalisa tersenyum.
        Davinci, Michael Angelo, Rafello, yang satu mewakili hikmat, yang lain mewakili keberanian dan yang lain lagi mewakili kebaikan. Begitulah masa akhir atau puncak dari Renaissance. Higher Renaissance di Barat dinyatakan, bila kau ingin menyaksikan wujud dari senyuman, kelembutan, pandanglah patung Madonna dari Rafello. Kalau Anda ingin menyaksikan wajud dari hikmat manusia, kau bisa menemukannya dalam pemikiran Davinci. Ketiga benar-benar seperti pengkoleksi lengkap dari ide-ide orang sezamannya. Seluruh seni telah berubah begitu rupa, manusia menjadi terlalu percaya diri. Kalau kau meneliti penilaian Sorokin tentang seni, kau menemukan sesungguhnya Sorokin memandangnya dari sudut yang berlawanan.
        Perkembangan seni dari abad pertengahan sampai sekarang yaitu dari kesalehan yang tinggi yang diarahkan pada roh yang berada di dunia yang tak terbatas sampai realisme, merupakan perubah total dari yang begitu anggun berubah menjadi yang murahan dan tidak bermoral. Sebab itu, komentar Sorokin adalah coba perhatikan lukisan masa kini, apa yang dilukiskan? Kalau kita meneliti filsafat seni, kita mendapati dari zaman Aristotles sampai sekarang telah terjadi perubahan begitu besar, menurut Aristotle, seni adalah mengcopy alam. Sampai di zaman Davinci, seni adalah aktifitas jiwa. Sampai zaman ini, seni adalah pengekspresikan perasaan.
        Di tengah proses perubahan filsafat seni ini kita menemukan posisi kekal, posisi hukum rohani, supra natural berangsur-angsur menghilang. Dalam lukisan El Greco tentang kerangka tubuh manusia, kita dapati dia sengaja memperpanjang garis tengah dan memperpendek garis horisontal. Memperpanjang garis tengah berarti membangun satu jarak yang begitu serius dengan Allah, ekspresi kesalehan yang ada di antara manusia dan Allah. Di dalam lukisan-lukisan abad ke-14 dan 15, kita masih dapati para pelukis sengaja melukis jari-jari yang begitu panjang, mata yang menengadah ke atas, menggambarkan manusia yang hidup di dunia mengarahkan dambaan, takut dan hormatnya yang tidak terhingga pada dunia kekekalan. Namun semua ini tidak lagi kita dapati pada lukisan abad ke-20. Yang terlihat di dalam lukisan abad ke-20 hanyalah penduduk kota yang sederhana, panorama alam, beberapa kuntum bunga, manusia yang berjalan di jalanan. Adapun soal tradisi, bahasa, kostum, warna, background nampak di dalam drama. Khususnya drama musikal yang juga menyertakan musik di dalamnya. Ketika kita menyaksikan sebuah lukisan, jangan hanya menyaksikan warnanya saja, tapi telitilah juga filsafat yang ada di balik lukisan itu, yang ingin diutarakan oleh si pelukis. Seni yang agung merefleksikan semacam prinsip, yang mengekspresikan perasaan dalam dirinya.
        Kembali pada wahyu umum yang kita bahas tadi. Melalui alam, Allah memberi wahyu kepada manusia untuk menginterpretasikan diri-Nya. Penginterpretasian ini disalurkan melalui jiwa ditambah dengan apa yang disebut keahlian, jadilah tuntutan filsafat atau ekspresi seni. Picasso memberikan coretan di sana sini pada kanvasnya untuk mendemonstrasikan dirinya sebagai pencipta. Banyak pelukis abad ke-20 juga ingin menginterpretasikan alam sebagai ungkapan dari pengalaman mereka yang subyektif, respon dari perasaan mereka. Di akhir dari seniman-seniman kelas tinggi ini Renaissance memberikan satu evaluasi total, hasilnya adalah mendesak keluar semua hal yang berkaitan dengan anugerah Allah, nilai kekekalan dari dalam pikiran manusia. Sehingga di dalam karya seni Renaissance tidak lagi ditemukan tempat bagi Allah, di dalam sasaran total Renaissance juga tidak ditemukan tempat bagi hal-hal yang supra natural. Yang ditonjolkan hanyalah harga diri manusia, kesuksesan yang mungkin diraihnya. Ironisnya peraih kesuksesan tertinggi ternyata adalah mereka yang moral hidupnya bobrol luar biasa. Michael Angelo dan Davinci adalah kaum homo. Ketika saya berdiri di bawah patung perunggu Davinci di kota Milan, Itali, saya merenungkan secara mendalam, membuat konklusi, saat saya melintas pada introspeksi total terhadap filsafat sejarah dan filsafat seni, hati saya menjadi begitu sedih. Karena orang-orang ini dan mereka yang dipandang paling agung, paling menghargai sesama, mengekspresikan harga diri manusia, ternyata adalah orang-orang belum mempunyai pengenalan yang sungguh terhadap harga diri manusia.
        Sembilan tahun lalu, pihak Vatikan mengizinkan satu kelompok khusus dari Jepang untuk membersihkan seluruh gereja mereka, termasuk eternit dan lukisan-lukisannya, guna memulihkan wujud aslinya. Namun ada satu perkara yang membuat saya sedih sekali di mana sebagian ornamen yang dipakai untuk menutupi ukiran yang telanjang itu sekarang sudah dilepas semuanya. Saya percaya, orang-orang di zaman Renaissance telah meraih kesuksesan yang agung, mereka berusaha mengembangkan habis-habisan akan harga diri manusia, namun pengenalan mereka terhadap harga diri manusia masih jauh dari Alkitab.
        Hak asasi manusia yang kita bahas adalah hak asasi manusia setelah kejatuhan, atau harga diri semula saat diciptakan? Dari kacamata mana, dan dari saluran mana kita memahami siapa itu manusia? Ke mana sejarah dunia ini mengarah — Allah tahu. Kitalah yang sering kali merasa kabur, namun kita dapat mencari tahu apa yang harus orang Kristen lakukan, bukan malah mengikuti arus dunia ini.

IV. Konsep Hak Asasi Manusia Pada Gerakan Reformasi
        Mari kita perhatikan sumbangsih gerakan Reformasi pada abad ke-16 juga hubungan antara gerakan ini dengan masalah hak asasi manusia. Reformasi agama di abad ke-16 dan Renaissance yang berlangsung sebelum abad ke-16 sama-sama ingin menemukan kembali harga diri manusia yang sudah hilang. Baik Martin Luther, Calvin atau Zwingli sama-sama mencari harga diri manusia. Bedanya adalah Renaissance mencari harga diri manusia dari kesuksesan yang pernah diraih Yahudi sedangkan para Reformator mencari harga diri manusia dari wahyu Allah. Kesuksesan Yunani memang sangat agung, tetapi saya harus mengatakan sesuatu yang sangat kontradiktif, karya-karya seniman besar ini, bukan saja saya sukai bahkan sayapun pernah menelitinya dengan sungguh-sungguh. Saya bersyukur kepada Allah, karena di dunia ini pernah ada orang yang bernama Bethoven, meski dia adalah penderita penyakit syphilis. Saya bersyukur kepada Allah, karena di dunia ini pernah ada orang yang bernama Davinci, meski dia adalah seorang homo. Saya bersyukur kepada Allah karena di dunia ini pernah ada orang yang bernama Schumann, meskipun dia mengakhiri hidupnya dengan mencebur ke laut. Saya bersyukur kepada Allah karena di dunia ini pernah ada oarang yang bernama Tchaikowsky, meski dia juga seorang homo. Saya bersyukur kepada Allah karena di dunia ini pernah ada orang yang bernama Freud, meski dia adalah seorang yang menentang Allah. Namun dari respon-respon mereka terhadap wahyu umum, nyata bahwa mereka telah melihat banyak hal yang tidak dilihat oleh orang Kristen. Meskipun demikian, interpretasi mereka, semua kesuksesan mereka perlu dikaji ulang, dikritik ulang oleh konsep nilai yang terdapat di dalam wahyu khusus. Jadi kita sebagai orang Kristen masih belum selesai. Di satu pihak, kita bersyukur kepada Allah untuk mereka-mereka ini, namun di lain pihak, kita juga merasa sayang. Karena mereka tidak menggunakan hak istimewa, potensi yang Allah berikan semaksimal mungkin, mencapai tahap yang paling sempurna.
        Tatkala kita membandingkan mereka yaitu tokoh-tokoh yang agung di dalam sejarah dengan Yesus maka segera terlihat adanya perbedaan kualitatif. Di balik kesuksesan-kesuksesan mereka terdapat kebobrokan sifat manusia, maka ketika dibandingkan dengan Yesus, segera terlihat akan perbedaan kuantitatif. Tatkala para Reformator akan mendiskusikan harga diri manusia, mereka harus menoleh ke belakang untuk mengkaji dengan sungguh-sungguh apa yang disebut gambar dan rupa Allah. Interpretasi Katolik sebelum Reformasi dan interpretasi para Reformator setelah Reformasi serta perkembangan akhir-akhir ini, menunjukkan kepada kita bahwa perkara ini amat sangat besar. Segala kesuksesan, penelitian, pengembangan yang dilakukan oleh manusia tidak bisa terlepas dari pengenalannya terhadap sifat manusia. Dan pengenalan terhadap sifat manusia ini tidak dapat terlepas dari dua titik tolak dasar yaitu yang satu bertitik tolak dari wahyu yang berpusat pada Allah. Yang lain bertitik tolak dari rasio manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa. Hari ini kita menyaksikan tatkala politikus mendiskusikan hak asasi manusia, titik tolak mereka tidak dapat terlepas dari distorsi dan penyelewengan interpretasi rasio mereka yang sudah jatuh di dalam dosa. Sebab itu, kita perlu kembali kepada Alkitab.
        Manusia yang dikemukakan oleh Alkitab adalah manusia yang seperti apa? Menurut filsafat Agustinus, kita dapat menggambarkannya dengan tiga garis dan empat wilayah, dan sekarang cara inipun sudah menjadi salah satu konten yang amat penting di dalam pemikiran teologia Protestan:
        Ketiga garis itu adalah: Garis kejatuhan, garis penebusan, garis penggenapan. Garis yang berada di tengah adalah rencana Allah yang kekal. Di dalam rencana kekal ini, Allah pernah memperbolehkan manusia jatuh di dalam dosa. Itu bukan rencana-Nya, melainkan diizinkan oleh-Nya. Di dalam rencana Allah yang kekal, ada penebusan yang Allah siapkan bagi kita, inilah titik pusat sejarah. Dan di akhir sejarah ini, ada perkara yang akan Allah genapkan seturut dengan kehendak-Nya. Namun di antara penciptaan dan penebusan pernah terjadi satu fakta yang tidak dapat disangkal, yaitu kejatuhan manusia. Fakta ini tidak dapat diterima oleh teologia Modern, Ateisme, kaum intelektual masa kini dan teori Evolusi. Baik kau berada di luar maupun di dalam gereja, kalau kau menyangkal fakta ini, maka interpretasimu tentang kosmos tidak dapat terlepas dari noda dan kesalahan yang dibawa oleh dosa. Sayang sekali, karena kaum intelektual, khususnya orang Kristen, tidak mendapatkan latihan teologia yang orthodoks, sebab itu, meski sudah sekian lama menjadi orang Kristen masih tetap memegang sesuatu yang samar-samar. Kalau saja semua ini sudah dibereskan, sumbangsih yang diberikan oleh para peneliti terdahulu tentu akan menjadi begitu besar.
        Garis kejatuhan adalah fakta, meski disangkat oleh teori evolusi, komunis, materialisme, dan teologia modern, tapi kepastian dari garis kejatuhan ini justru menghindarkan kita menjalani jalan yang sia-sia, dan membawa teologia terus berada pada jalur yang benar. Barangsiapa menyangkali garis kejatuhan dan menyangkali fakta sejarah tentu akan terjerumus ke dalam pola pikir optimisme yang kosong yaitu kesuksesan masa datang yang “optimis” dijadikan arah yang pasti. Lebih lagi, tidak mau menerima garis kejatuhan yang pernah ada itu adalah efek samping dari teori evolusi, yang sudah mempengaruhi ke setiap lapisan kebudayaan.
        Di dalam filsafat sejarah Hegel terdapat teori evolusi yang “optimis” ini. Teori biologi Darwin telah mempengaruhi pemikiran evolusi sosialnya Herbert Spencer dan Thomas Henry Huxley, yang mempengaruhi Tubingen School, juga mempengaruhi sebagian pemikir Liberal seperti Adolf von Harnack, Wilhelm Hermann. Kemudian pemikiran tersebut juga merasuki pikiran Carl Marx, Encles, Lenin, Mao Ze Dong menjadi pikiran Materialisme dan Evolusi yang bersifat politis. Kemudian pemikiran-pemikiran tersebut juga membentuk semacam pemikiran masa depan optimis yang palsu baik di dalam maupun di luar gereja. Namun orang-orang ini tidak sanggup menyelesaikan masalah manusia, karena mereka tidak menemukan penyakit yang sesungguhnya terletak pada fakta kejatuhan di dalam sejarah manusia.
        Bagaimana kondisi manusia ciptaan yang asli? Bagaimana kondisi manusia setelah kejatuhan? Bagaimana kondisi manusia yang telah diselamatkan? Bagimana kondisi manusia sempurna di dalam kekekalan? Kebebasan yang semula pada saat dicipta itu adalah kebebasan yang seperti apa? Setelah manusia jatuh di dalam dosa, kebebasannya berubah menjadi seperti apa? Bagaimana dengan kebebasan sejati yang Yesus Kristus berikan setelah manusia ditebus? Bagaimana kebebasan manusia disempurnakan di dalam kekekalan? Karena saat itu kita tidak dapat berbuat dosa lagi, kita akan beserta dengan Tuhan yang kudus untuk selama-lamanya, tidak mungkin mengalami kejatuhan lagi. Kebebasan saat dicipta adalah kebebasan yang belum mengalami ujian, yaitu kebebasan yang pertama. Kebebasan yang kedua adalah kebebesan setelah dirusak oleh dosa. Kebebasan yang ketiga adalah kebebasan setelah ditebus. Dan kebebasan yang keempat adalah kebebasan yang disempurnakan. Dengan demikian, tatkala kita membahas kebebasan, bukan hanya membahas sesuatu secara supervisual saja, melainkan memahami dari segi wahyu Allah yang melampaui sejarah. Demikian juga hak asasi manusia. Ketika kita membahas hak asasi manusia, kita perlu mengamati kebebasan semula yang Allah berikan kepada manusia. Setelah kejatuhan, kerusakan apa yang dialami oleh kebebasan manusia? Setelah manusia ditebus, tahap mana yang mungkin dicapai oleh kebebasan manusia? Kali ini kita tidak memikirkan hal-hal tersebut secara mendalam. Namun kita akan membahas beberapa point tentang dasar hak asasi manusia dari Alkitab.


V. Tujuh Butir Dasar Hak Asasi Manusia
Manusia mempunyai hak hidup
        Dari mana kita mengetahui hal itu? Baik kita hidup, kita bergerak, kita ada, semua itu bergantung pada Tuhan. Paulus telah memastikan hal tersebut di Aeropagus, Atena. Allah memberi hidup kepada manusia bukan untuk dipermainkan dan dihujat semaunya. Allah memberikan hak hidup kepada manusia adalah supaya manusia menikmatinya. Sebab itu, bila terjadi salah membunuh atas keputusan hukum yang tidak adil, Allah menyediakan kota perlindungan bagi bangsa Israel, membuktikan hak hidup adalah sesuatu yang dihargai Tuhan. Ketika orang lain memfitnahmu, Allah berfirman, jangan hanya berdasarkan satu orang saksi saja; agar jangan sampai kamu salah dibunuh. Diperlukan banyak saksi adalah bukti Allah menghargai hak hidupmu. Dengan demikian, hak manusia disatukan dengan hidupnya, badan hukum manapun tak boleh memperlakukan seseorang dengan sembarangan, tidak boleh merampas hak hidup seseorang dengan seenaknya, karena Allah sendiri menghargai hak itu. “Jangan membunuh. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia.” Statemen ini begitu tegas, begitu mutlak di mana Allah menghargai hidup manusia, tidak menginginkan manusia menumpahkan darah sesamanya. Sudah barang tentu masih ada perkecualian yang perlu didiskusikan, seperti membunuh orang di dalam peperangan, atau mereka yang bertugas sebagai pengeksekusi hukuman mati. Bukankah mereka juga turun tangan membunuh orang? Di sini kita tidak membahas hal-hal itu. Karena hal-hal tersebut termasuk di dalam wilayah etika, bukan di dalam wilayah dasar hak asasi manusia yang kita bahas.
Manusia mempunyai hak beragama
        Manusia mempunyai hak untuk beribadah kepada Allah. Jadi, jelaslah sudah bahwa Allah memberi manusia insting untuk mengadakan komunikasi dua arah. Insting ini lahir dari sifat relasi antara manusia dengan Allah; the relation between men and God is the relational nature of communication. Itu sebabnya Allah menyediakan hari Sabat, agar manusia boleh menikmati perhentian yang Allah berikan kepadanya dan bersekutu dengan Allah. Ketika hak bangsa Israel untuk beribadah ini diganggu, Allah berfirman kepada Musa, pergilah menghadap Firaun, katakanlah kepadanya, biarkanlah umat-Ku pergi untuk melayani Tuhan; menyembah Allah mereka. Inilah  reservasi dari hak beragama: menyembah dan melayani Tuhan.
        Saudara harus memperhatikan hal ini, baik kau berada di kalangan penguasa atau kalangan rakyat, ingatlah bahwa hak beragama bukan bukan pemberian pemerintah, kebebasan beragama bukanlah pemberian pemerintah; pemerintah tidak layak memberi hak bebas beragama kepada manusia. Bebas beragama sudah dimiliki oleh manusia, tidak perlu mengaisnya dari pemerintah. Kuasa pemerintahanpun diberi oleh Allah. Ketahuilah jauh sebelum Allah memberikan hak apapaun Dia telah memberikan hak bebas beragama kepada manusia.
        Manusia dicipta oleh Allah, maka manusia mempunyai kebebasan untuk menyembah Allah, ini adalah hak beragama. Seturut dengan apa yang manusia terima di dalam hati nurani dan pemahamannya terhadap kebenaran dalam iman, lahirlah penyembahan.
Manusia mempunyai hak bekerja
        Mengembangkan bakat yang ada lahir dari sifat ciptaan. Bakat apapun yang ada padamu, kau mempunyai kemungkinan untuk mengembangkannya. Itulah sebabnya kau harus memilih pekerjaan yang sesuai dengan bakat yang kau terima dari Tuhan dan mengembangkan potensimu, itulah kebebasan bekerja. “Kau akan makan dari hasil jerih lelahmu,” pekerjaanmu lancar dan kau dapat makan dari hasil jerih lelahmu. Kau bisa makan buah dan menikmati keteduhan di bawah pohon buah yang kau tanam sendiri, menikmati apa yang kau peroleh. Manusia mempunyai hak untuk bekerja dan menikmati hasil kerjanya.
        Komunisme membelah sejarah manusia menjadi beberapa wilayah: dari sistem feodal sampai sistem Kapitalisme, dari sistem Kapitalisme sampai sistem Sosialisme, dari sistem Sosialisme sampai sistem Komunisme. Setelah kau berada di masyarakat Sosialisme, tiap orang melakukan sebisanya dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan nilai kerjanya. Tetapi setelah meningkat ke jenjang yang tertinggi yaitu masyarakat Komunisme, setiap orang melakukan sebisanya dan mendapatkan hasil sesuai dengan kebutuhannya. Sungguhkah? Ketika orang-orang Polandia mendapati sebuah kereta api keluar rel dan terguling, mereka berebut untuk menengok apa yang ada di dalam kereta api tersebut. Saat itu, barulah mereka tahu apa sebabnya banyak kaum sebangsanya menderita kelaparan. Karena roti-roti dikirim ke Soviet, hingga mereka sendiri tidak bisa makan dari hasil jerih lelahnya. Saat itu barulah mereka sadar hak asasi mereka sebagai manusia sudah dirampas, maka gelombang mogok kerjapun melanda negeri itu, sampai persatuan buruh Polandia berhasil merebut kemenangan yang memberi pengaruh besar terhadap dunia. Kalau saja “yang menggunakan pedang akan binasa oleh pedang,” maka Komunisme yang mengawali gerakannya dengan mogok kerja juga akan berakhir dengan mogok kerja.
        “Bangkitlah buruh-buruh di dunia, putuskan semua rantaimu! Lawanlah kaum Kapitalis yang mengeksploitasi kamu untuk memperoleh nilai sisa.” Deklarasi Komunisme tahun 1848 berbunyi yaitu: “kalaupun kalian gagal, kalian tidak rugi apa-apa. Karena kalian adalah golongan proletarian yang tidak mempunyai harta, sebab itu tidak rugi apa-apa. Yang rugi adalah rantai kalian.” Sungguh suatu statemen yang sarat hasutan. Statemen itu bagaikan api yang menjalar ke seluruh dunia, akhirnya kita saksikan sendiri, Komunis yang mengawali gerakannya dengan mogok kerja juga berakhir dengan mogok kerja. Di Polandia terjadi gerakan yang besar juga mendatangkan pengaruh besar. Karena hak yang seharusnya mereka nikmati dari hasil jerih payahnya telah dieksploitasi, tidak heran kalau Paul Tillic, teolog itu mengemukakan satu statemen: Komunisme mutlak bukan pengganti Kapitalisme, Komunisme hanyalah musuh dari Kapitalisme, musuh persaingannya.
        Secara ketat bisa kita katakan, Komunisme hanyalah Kapitalisme yang lebih egois, lebih mengelompok, lebih sentralisasi, bedanya kapitalis itu bernama Deng Xiao Ping, Yang Sang Kun, dan lain-lain.
        Selama 15 tahun ini, banyak pemerintah telah belajar satu hal, perusahaan yang dimiliki umum, perusahaan yang dikelola pemerintah semuanya rugi, dan ketika perusahaan-perusahaan tersebut diserahkan kepada swata akan lebih mudah berkembang. Saya tidak sepenuhnya menyetujui pendapat itu. Karena akar permasalahannya adalah setelah garis kejatuhan, manusia baru menjadi begitu egois, sehingga benda-benda umum sering dianggap sebagai benda yang tidak bertuan (something or anything belonging to everybody means it belongs to nobody). Itulah sebabnya bau toilet umum begitu menusuk hidung, dan tatkala segala-galanya berubah menjadi milik umum akan segera jadi sulit diurus.

Manusia mempunyai hak untuk menikah dan membina rumah tangga
        Menikmati kesenangan dalam berumahtangga, menghargai pernikahan adalah ajaran Alkitab yang begitu jelas, sebab itu, “setiap orang harus menghargai pernikahan” adalah satu perkara yang penting di dalam hak asasi manusia.
        Hendaknya setiap orang menghargai pernikahan. Kau mempunyai hak untuk memilih partner, setelah menjalin hubungan kasih barulah kalian membina rumah tangga yang kau anggap ideal, itu adalah hak manusia. Alkitab mengajarkan dengan jelas, pasangan yang telah disatukan oleh Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia. Statemen itu tidak menjelaskan, pasangan itu harus percaya dengan yang percaya, atau yang percaya dengan yang tidak percaya, atau yang tidak percaya dengan yang tidak percaya. Asal kau adalah manusia, pasangan suami istri tidak boleh pisah. Sebab itu, orang yang belum percaya Tuhan sekalipun, setelah mereka membina rumah tangga, kau bukan saja tidak boleh memisahkannya, bahkan harus menganggap mereka sebagai pasangan yang disatukan oleh Allah.
        Allah menciptakan pria seturut gambar-Nya, Allah juga menciptakan wanita seturut gambar-Nya. Ketika pernikahan dihargai, rumah tangga menjadi satu unit yang tetap. Jadi, sebuah pernikahan, baik pernikahan antara orang percaya atau antara orang tidak percaya, setiap orang harus menghargainya. Karena rumah tangga mereka adalah satu unit yang paling dasar dalam membentuk masyarakat. Manusia mempunyai hak untuk menikmati pernikahannya, sudah barang tentu, yang dimaksud pernikahan juga mencakup tanggungjawab yang harus mereka tunaikan.
Manusia mempunyai hak untuk menikmati harta pribadinya
        Di dalam sepuluh hukum disebutkan, jangan menginginkan harta orang lain. Jangan mencuri. Kita tahu bahwa Allah menghargai manusia dan memberinya hak untuk menikmati harta pribadi. Meskipun Alkitab juga mengajarkan banyak hal tentang memperoleh harta dengan cara yang halal, namun Alkitab juga mengajarkan, setelah seseorang memperoleh harta pribadi, Allah tidak menghendaki orang lain menggunakan pelbagai alasan untuk merampas dan mengeksploitasinya dengan semena-mena.
Manusia mempunyai hak untuk menikmati keadilan di tengah-tengah masyarakat
        Sifat adil atau sifat hukum terdapat di dalam sifat dasar manusia yaitu kebenaran, loving kindness, dan kekudusan, maka manusia ingin menikmati keadilan. Yesus mengajarkan, segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Artinya, di antara kau dan sesamamu harus terjadi perlakuan yang adil. Ini adalah dasar bermasyarakat, dasar etika, dan juga hak manusia. Setelah kau menikmati perlindungan dari negara, jangan lupa membayar pajak kepada negara. Itu sebabnya, saya pernah mengemukakan, Yohanes Pembatis tidak berkata kepada para prajurit yang menyandang senjata yaitu letakkan pedangmu, jangan menjadi prajurit lagi. Karena prajurit membunuh orang, melanggar hukum keenam dalam sepuluh hukum. Tapi katanya yaitu jangan menggunakan kuasamu dengan semena-mena untuk menelan milik orang lain. Cukuplah dengan apa yang kita miliki. Artinya di dalam masyarakat ini kita mempunyai hak untuk memberi dan menerima, untuk berlaku adil.
Manusia mempunyai hak untuk berbicara dengan bebas dan untuk berbuat seturut hati nuraninya
        Alkitab mengajarkan, setiap orang harus berbuat, berkata-kata seturut dengan hati nuraninya. Meski Alkitab juga mengajarkan: hati nurani manusia perlu diperbaharui dan dikuduskan, sehingga kita selalu mempunyai hati nurani yang murni baik terhadap Allah maupun terhadap sesama. Artinya kita harus mengucapkan kata-kata yang benar, yang jujur, mengutarakan perasaan yang ada di dalam hati nurani kita. Ini adalah hak dan kewajiban kita. PL secara khusus mengemukakan yaitu jadilah mata bagi orang buta, jadilah telinga bagi orang tuli, bukalah mulut demi orang bisu. Statemen ini adalah dasar yang terpenting dari hak asasi manusia. Ketika kau menyaksikan sebagian orang dianiaya dan tidak berdaya berbicara, karena haknya untuk mengemukakan pendapat sudah dirampas. Sebagai orang Kristen, kau harus menggantikan dia untuk berbicara. Tatkala orang lain mempunyai mata tapi tidak bisa melihat, kau harus menjadi mata bagi orang buta, menggantikan dia untuk melihat. Tatkala orang lain bertelinga tapi tidak dapat mendengar, kau harus menggantikan dia untuk mendengar. Semua ini menyatakan bahwa Allah begitu menghargai manusia.
        Setelah kita menyaksikan dari Alkitab bahwa Allah begitu menghargai manusia, memberi manusia kebebasan dan hak untuk membangun konsep politik kita, untuk membangun dan mempersiapkan kita menjalani jalan yang harus kita lalui, sehingga kita tidak perlu meniru orang dunia dalam hal menggunakan rasio yang sudah jatuh di dalam dosa itu dengan sembarangan, demi mencapai pelbagai tujuan politik, melainkan menjadikan keadilan, kebenaran, firman Tuhan sebagai terang untuk menuntun kita.

VI. Konklusi
        Kita sudah menyinggung akan ketidakkonsistenan Komunisme, saya percaya, bukan hanya Komunisme, tapi penguasa-penguasa dunia sering tidak mempunyai hati yang mantap, tidak memelihara kebenaran secara konsisten. Dunia ini sudah sampai pada tahap, di mana untung rugi menudungi salah benar, menudungi kejahatan, maka untung rugi sering diletakkan di depan salah benar dan kejahatan di mana asal beruntung bagiku, tak perlu berbicara soal baik jahat, soal benar salah. Jadi, untung rugilah yang menetapkan segala sesuatu. Tidak demikian dengan orang Kristen, kita harus mendahulukan tahta Allah, hak yang seharusnya dimiliki oleh manusia, sampai hubungan timbal balik antar manusia dapat berlangsung dengan adil. Itu sebabnya Alkitab mengajarkan, bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai, rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat (Rm. 13:7). Ayat ini penting sekali, menandakan bahwa hak yang seharusnya ada pada diri manusia perlu dihargai, perlu diperlakukan dengan adil.
        Bagaimana dengan manusia pada umumnya? Yang seharusnya ditakuti justru tidak ditakuti, yang seharusnya dihormati justru tidak dihormati, yang harus membayar pajak justru berkelit dari kewajibannya. Sungguh amat kasihan! Kadang-kadang saya berpikir, orang Asia sangat pelit dalam menghargai dan memuji orang lain. Khususnya orang-orang yang lebih muda darinya. Untuk apa saya menghargai dia? Tidak memakinya habis-habisan saja sudah bagus. Bila orang lain meraih kesuksesan, dan kau menanyakan bagaimana pendapatnya? Orang asing (Barat) akan berkata, memang dia pantas menerima. Artinya dia menghargai hak orang lain, memberikan apa yang pantas dia dapatkan. Kiranya Tuhan menolong kita, supaya kita takut pada Allah di dalam hal-hal seperti ini, memahami hak yang telah Allah tetapkan bagi manusia, dan menunaikan kewajiban kita dengan baik. Tidak perlu takut air bah atau gelombang dunia ini akan melenyapkan kehendak Allah yang kekal. Itu tidak mungkin terjadi. Khususnya bagi kita yang hidup di akhir abad ke-20 ini, abad yang menjadi tempat praktek bagi ideologi manusia, abad di mana kita beroleh pelajaran yaitu orang-orang yang menyebut diri sebagai orang modern ini ternyata berlaku begitu bodoh, memasukkan dirinya jerat yang salah. Namun tak perlu takut, Allah masih tetap duduk di atas tahta-Nya.
        Kalau Polandia membutuhkan sepuluh tahun baru melihat hasilnya — meraih hak asasi manusia. Namun kita lihat di Jerman Timur, mungkin tidak memerlukan sepuluh tahun, sepuluh bulan saja sudah cukup. Kalau Allah cukup memakai sepuluh bulan untuk membenahi Jerman Timur, Allah juga bisa mengatakan, sepuluh minggu saja cukup bagi Cekoslovakia. Kalau Ceko cukup dengan sepuluh minggu, Romania mungkin hanya perlu sepuluh hari. Polandia membutuhkan sepuluh tahun, Jerman Timur membutuhkan sepuluh bulan, Cekoslovakia membutuhkan sepuluh minggu, Romania membutuhkan sepuluh hari, mungkin Beijing hanya memerlukan sepuluh jam sudah beres. Baru saja saya mengatakan di Hong Kong, kalian takut melewati tahun 1997? Yang harus takut bukanlah kalian, melainkan Deng Xiao Ping. Saya kira, dia tidak bisa melewati tahun 1997; apakah dia masih bisa hidup tujuh tahun lagi? Hari itu dia berkata, setelah Hong Kong dikembalikan ke RRC, 50 tahun tidak akan berubah. Saya berpikir, beberapa tahun lagi apakah perkataanmu itu masih dapat dipegang? Belum tentu. Dengan apa kau bisa menjamin Hong Kong tidak berubah selama 50 tahun?
        Allah kita adalah Allah yang kekal dan hidup. Saya akan menyampaikan sesuatu secara khusus kepada satu orang, yaitu Jimmy Carter. Dia dianggap sebagai seorang Presiden Kristen yang penakut, yang membawa nama Amerika turun sampai begitu rendah, sehingga untuk merebut hak asasi manusiapun tidak berdaya sama sekali. Ketika Carter masih bertugas, sepertinya tidak memberikan sumbangsih atau kesuksesan apa-apa terhadap Amerika: ekonominya merosot. Namun sebenarnya Carter telah meraih satu kesuksesan yang sangat penting di ajang Internasional: hak asasi manusia bukan urusan dalam negeri. Karena hak asasi manusia adalah urusan internasional. Kau boleh menutup pintumu dan memukul anjingmu, namun kau tidak boleh menutup pintumu lalu memukul rakyatmu. Karena rakyat adalah milik bersama, rakyat harus dilindungi dan dihargai bersama di bawah kolong langit ini. Dalam hal ini, Carter telah menyatakan semangat kekristenannya. Puji Tuhan!
        Kiranya Tuhan menolong dan mengasihi kita, yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang bergolak, berubah-ubah tak menentu ini tahu apa itu harga diri manusia, sehingga kita bisa menghargai diri sendiri juga menghargai sesama kita.
Sumber: Majalah MOMENTUM No. 37 – September 1998
Dikutip dari https://thisisreformedfaith.wordpress.com/

Selasa, 08 Mei 2018

KEMBALI KEPADA ALKITAB



Dari: J. Sidlow Baxter, “Rethinking Our Priorities”, Grand Rapids, Zondervan Publishing, 1974.

        Di mana-mana sekarang terdengar orang Kristen berkata, “Kebutuhan terbesar saat ini adalah kebangunan rohani.” Ini sudah menjadi mode. Namun segalanya tergantung pada makna yang mau diletakkan pada kata “kebangunan” itu sendiri. Sungguhkah kita menginginkan kebangunan agama? Begitu banyak aliran dalam kekristenan yang menyebut diri Kristen tetapi pada dasarnya bukan. Kebangunan di bidang inikah yang kita inginkan? Pandanglah denominasi besar dalam kekristenan. Lihatlah jenis kekristenan yang menjadi karakteristik mereka pada umumnya. Apakah kita menginginkan kebangunan di dalamnya? Atau pandanglah ke seluruh gereja Injili. Betapa banyak khotbah kering kerontang dari mimbar! Betapa ironisnya ibadah bibir belaka dari arah bangku-bangku gereja! Inilah jenis makanan rohani yang diberikan kepada jemaat! Dan banyak gereja menyombongkan diri sendiri sebagai yang paling alkitabiah. Betapa parah kerapuhan yang melanda. Pengaturan bak duri kaktus tajam! Kecurigaan yang kejam! Kegarangan tidak mau berkompromi dalam iman kepercayaan diikuti dengan kompromi dalam tindakan! Sungguhkah kita mengharapkan kebangunan dari hal-hal tersebut?!
        Sebuah kebenaran terbuka yang berlaku sekarang adalah banyak yang menyatakan diri ada dalam Kristenan ternyata bukan Kristen yang sesungguhnya, karena tidak menyerupai Kristus. Masih tetap berpegang pada Alkitab yang lama, tetapi dalam kualitas hidup yang jauh dari Perjanjian Baru. Tetap bertahan dalam bentuk lahiriah tetapi telah kehilangan kuasa aslinya. Berkelimpahan pengkhotbah yang selalu dapat mengatakan sesuatu, tetapi sedikit nabi yang benar-benar memiliki sesuatu untuk disampaikan. Kebenaran separoh dari mimbar dan iman separoh dari jemaat bercampur dengan hati yang separoh tanpa cahaya rohani apapun. C.H. Spurgeon pernah dijuluki sebagai pengkhotbah terbesar di Inggris Selatan: “Ia mengkhotbahkan sesuatu yang mirip Injil.” Banyak orang yang sekarang memakai nama Kristen “adalah seperti”. Apakah itu yang kita inginkan? Bukan! Itu semua harus disapu habis dengan satu gelombang pasang dari Pemberi Hidup. Kebangunan yang kita butuhkan adalah suatu kebangunan yang mendalam dan luas dari kebangunan Perjanjian Baru kekristenan yang benar dan sepenuhnya. Seluruh hidup, pemikiran, persekutuan, kesaksian dari gereja-gereja Protestan kita membutuhkan pertumbuhan ilahi. Itulah yang kita butuhkan; dan sebagai langkah pertama yang penting kita memerlukan sebuah reformasi di antara pelayan-pelayan Tuhan.


Higher Critics mengubah Kristen Protestan menjadi kuburan
        Tragedi paling kelam yang pernah dialami Kristen Protestan datang ketika para pemimpin gereja dan seminari pada 2 atau 3 generasi lalu diperdayakan oleh suara dari Jerman, sekolah dari aliran The New Biblical Learning ‘Pelajaran alkitabiah Yang Baru’. Dengan cerita yang mempesona dan pertunjukkan yang brilian akan kemampuan ‘higher critics‘ menyatakan “hasil-hasil terjamin” mereka yang terutama dalam kesarjanaan alkitabiah. Dengan metode pendekatan baru dan ilmu pengetahuan baru, kini mereka mampu merasionalisasikan hal-hal supranatural dalam Alkitab sehingga Alkitab kita dapat diterima oleh rasio manusia berpendidikan. Mereka sangat sukses. Tersebar dalam wilayah luas. Hari ini Alkitab dibuat sedemikian rupa agar dapat diterima oleh akal manusia sehingga tidak ada alasan lagi untuk menerima Alkitab, karena Alkitab bukan lagi Firman Allah yang supranatural. Higher critics dari sekolah-sekolah radikal tersebut mempermasalahkannya dalam Teologi Baru, Modernism, Liberalism, Neo Orthodox, Bultmannism, Neo Liberalism dengan sukses yang melampaui mimpi. Dalam waktu satu abad mereka telah mengubah Kristen Protestan menjadi kuburan — kuburan dari kepastian kebenaran yang menyukakan dan menyelamatkan jiwa sebelumnya, iman kepercayaan yang telah mati dan harapan-harapan yang binasa, kehilangan iman dan jaminan lenyap, tujuan akhir terkubur dan moral dibunuh.
        Ini bukan pernyataan suram yang berlebihan. Jutaan manusia yang mengira bahwa goncangnya moral sekarang ini disebabkan oleh peperangan dua dunia; tetapi perang dua dunia ini, bukan penyebab kerusakan moral, melainkan ekspresi dari kerusakan moral itu. Yang makin lama makin jelas.
        Beberapa pemikir kita saat ini berdebat bahwa zaman kekristenan sekarang lenyap secara perlahan-lahan, nama dan bentuk kekristenan hanya mengingatkan manusia pada satu era yang berbeda, sama halnya seperti zaman penyembahan berhala dieyahkan oleh kekristenan dua ribu tahun yang lalu. Siapa yang dapat menyangkal bahwa sekarang kesucian Kristen makin lama makin kurang mempengaruhi tindakan manusia dan pola masyarakat, sementara konsep non-Kristen makin terciri dalam kebudayaan kita? Atau siapa dapat menyelidiki masalah kriminal, perceraian, judi, mabuk, narkotik, tanpa memperhatikan orang lain, tanpa menjadi penakut akan masa depan kecuali ada perubahan besar? Dan siapa yang dapat bersaksi bahwa gabungan kejahatan yang brutal dengan invensi ilmu pengetahuan sekarang tidak mengekspresikan bahaya yang tidak terduga dapat dicegah?
        Perhatikan hal yang menonjol pada kehidupan masyarakat sekarang ini. Apakah ada yang materialisme? Bagaimanapun kita berdebat, pada kenyataannya bukankah kita adalah generasi yang paling materialistik.
        Kita pernah diberitahukan tidak ada gunanya memberitakan Injil kepada orang yang kelaparan. Namun sekarang ditemukan bahwa manusia dengan perut kenyang pun tidak mau mendengarkan Injil. Iman kepada uang lebih berarti dibandingkan iman kepada Allah, menjadi akar materialisme, suatu pendidikan sekularisme.
        Saya bukan orang yang senang tinggal di dalam sisi suram. Natur saya berlawanan dengan itu. Saya lebih memilih pelangi ketimbang guruh dan petir. Tetapi, situasi saat ini sangat kritis. Yang membuang ambruknya moral lebih menganggu adalah puncak usaha mensinkronisasikan antara penemuan ilmu pengetahuan dan invensi; seperti pelatuk senapan yang mematikan dekat dengan jari yang gemetar karena tekanan nervous. Hal-hal bergerak dengan skala besar dan pada ketinggian nada dan dengan kompleksitas membingungkan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mungkin yang paling menyakitkan mengenai dasar moral adalah kedatangannya yang mendadak, bercampur dengan perang global, dan meluas bersama kekristenan.
        Apa yang menyebabkannya? Jawaban saya jelas. Mengatasi segala campuran dari gangguan kelas dua ini penjelasan mendasar adalah keterpisahan dari Alkitab — dari otoritas klaimnya, dan dari pelaksanaan ajarannya. Alkitab adalah dasar dari segala sesuatu dalam kekristenan. Alkitab adalah dan tetap demikian sampai sekarang, dasar batu karang dari kekristenan. Etika dan moral kita, individu, sosial, pendidikan dan pola perdagangan harus berakar dari semangat dan kesuciannya. Sejauh Alkitab diletakkan sebagai Firman Allah, itulah otoritas Injil. Injil yang berharga dan doktrin yang dinamis adalah cara terbaik untuk setiap pribadi.


Standard otoritas Alkitab mendasari kebudayaan dari dunia Kristen
       Yang tidak dapat dihindarkan sudah terjadi. Pengurangan atas Alkitab mendasari etika kebudayaan dari dunia Kristen. Standar otoritatif direndahkan, segala sesuatu menjadi lebih atau kurang berkaitan. Apakah dosa? — hanya khayalan kecenderungan agama. Apakah itu “benar”? Apakah “salah”? Semua jawaban di luar Alkitab adalah subjektif, tidak ada objektif secara moral mengenai “hukum”.
        Kita telah mengenal teori evolusi. Kita berjuang menentangnya. Kita berbeda hanya dalam derajat. Kita tidak dapat menolong lingkaran kaitan kera dengan kita. Manusia harus ditinggikan, bukan disalahkan. Ide untuk menyalahkan merupakan kesalahpengertian. Cukup jelas, dan pertolongan agung bagi moral manusia adalah itu! Bukannya men-test “evolusi organik” dengan memakai kepastian yang diajarkan kitab Kejadian, kita membiarkan spekulasi zoologis untuk mencemooh di hadapan umum akan catatan yang diberikan Allah melalui Musa dan disahkan oleh Tuhan kita, sementara saat ini pemimpin gereja mengatakan kepada jemaat bahwa pasal-pasal awal kitab Kejadian hanya mitos belaka. Lebih jujur data yang ada yang diselidiki yang lebih sedikit mendukung teori evolusi ini.
        Banyak penemuan yang menakjubkan pada mulanya diumumkan oleh paleontologis atau perbandingan anatomis sekarang diekspos sebagai sesuatu yang luarbiasa; dan fosil kemungkinan dari manusia dari zaman lampau mungkin bukan dari manusia zaman Adam, tetapi dari zaman sebelum Adam, sama dengan kita dalam struktur fisik meskipun tidak identik dengan manusia. Evolusi organik tidak pernah lebih dari satu teori masuk akal. Sekarang teori ini tidak banyak didukung. Tetapi tetap diterima dalam mata pelajaran “ilmu pengetahuan”. Efek menakutkan di bidang moral di mana-mana menjadi buktinya.


Psikologi modern membunuh kemurnian dan melahirkan kekacauan di bidang seksual
       Demikian juga dengan psikologi modern. Semua pemimpin Nazi dan Komunis adalah hasil evolusionis dan psikolog modern. Psikologi modern membunuh kemurnian dan melahirkan kekacauan di bidang seksual. Seorang wanita muda yang terpelajar datang kepada saya. Ia ahli di bidang psikologi, terpilih menjadi anggota team spesialis oleh pemerintah Amerika untuk pekerjaan tertentu di luar negeri. Kemudian ia sungguh-sungguh bertobat. Terjadilah suatu revolusi mental di dalam dirinya — dari psikologi yang tidak mengenal Allah kepada Alkitab yang diinspirasikan dengan ketetapan moral yang mutlak. Tidak dapat saya lupakan penderitaannya karena memorinya. Di bawah ajaran mengenai self-expression, ia terbiasa mengadakan hubungan seks dengan semua orang, termasuk profesor psikologi, dosennya sendiri, di antara sesama mahasiswa. Sekarang ia tidak pernah dapat mendekati suaminya dengan kemurnian yang tanpa noda karena masa lampaunya.
        “Self-expression” selalu diajarkan psikologi modern yang berarti ekspresi seperti binatang, ekspresi dari keinginan manusiawi, dorongan natur kemanusiaan. Tidakkah ada dalam “self” diri yang protes atas penyerahan diri kita untuk sama seperti binatang saja? Tidakkah intelek, hati nurani dan intuisi moral juga merupakan bagian dari natur kita secara keseluruhan? Banyak dari kita yang kasihan akan korban dari “self-expresion” ini — seorang gadis, dari masa kecil yang innocent, kehilangan kegadisannya, hidup cabul, hamil, menjadi ibu dari anak tidak sah — atau seorang pemuda yang mengkhianati semua yang berharga ketika bertumbuh dan bersetubuh dengan tubuh-tubuh lain untuk perzinahan, dan menyadari sekarang mereka tidak layak untuk cinta murni seorang wanita. Ada juga korban yang lebih tua, yang datang dengan mengecewakan dan dengan penyesalan tanpa arti. Mereka telah menemukan, seperti yang lain yang pernah lakukan, bahwa bahkan bodoh dan menjijikan. Terjadi patah hati atas satu kemurnian untuk selamanya dan noda atas kesucian yang tidak dapat diperbaiki lagi. Ada suatu kerinduan untuk respon kasih murni, bukan kekasih yang hanya mendesak untuk sekadar kepuasan. Kemanisan dari yang paling suci antara dua kekasih, ikatan pernikahan dua hati manusia telah hilang. Banyak hati yang terlantar dan terbentuk surga jahanam dari kesombonganmu, psikologi modern  yang tidak alkitabiah!
        Beragam aspek dari kerusakan moral sekarang ini berjumlah ribuan. Apa yang saya katakan ini tidak lebih dari dorongan untuk melihatkan tantangan mendesak sekarang ini. Salah satu yang utama adalah memperbarui iman kita mengenai Alkitab sebagai Firman Allah yang tertulis, dan sebagai sarana Roh Kudus melahirbarukan manusia.
        Saya tidak dapat mengutarakan sakit hati saya ketika bertemu dengan rekan-rekan perjalanan yang berkata, “jangan percaya ketidakmungkinan akan pertobatan, keselamatan atau dilahirkan kembali.” Lidah sarkastik mereka menjelaskan kondisi mereka sendiri yang mati rohani, asing di hadapan Allah, dan menjadi pemimpin buta bagi orang buta. Pekerjaan mereka, dapatkah dihitung? Tampaknya jarang kita menemukan orang seperti mereka. Namun ada lagi, tidak sedikit, yang berasal dari mereka yang pernah mengalami pertobatan sungguh-sungguh dan panggilan dari Allah untuk melayani, tetapi sementara dalam sekolah seminari atau waktu selanjutnya dipengaruhi sehingga kehilangan iman mereka yang pertama dan terjebak pada ide humanistik belaka terhadap Alkitab. Sebagian besar dari mereka tidak bahagia dalam pelayanan. Mereka tidak pernah berpikir akan menjadi demikian. Mereka sadar tidak mengkhotbahkan berita yang membawa mereka sendiri kepada Kristus. Pikiran mereka tidak tenang, meskipun mereka berusaha menyembunyikannya. Betapa saya berharap kalimat ini dapat berarti bagi mereka. Yaitu mereka yang mengembangkan penginaan pola liberal bagi kaum Injili, yang menimbulkan kepedihan. Saya ingin mereka tahu, bahwa meskipun ini membangkitkan kemarahan tetapi disampaikan dengan menghargai persaudaraan; dan saya bersyukur kepada Allah meskipun saya menyebabkan kesakitan tetapi menjadi bahan pemikiran ulang.
        Suatu hal yang menakutkan bagi seseorang, seperti seorang pelayan Kristen, yang akhirnya menemukan bahwa ia berdiri di hadapan Anak Allah dan ia tidak berkhotbah mengenai keselamatan yang diperuntukkan umat manusia dengan harga Kalvari! Suatu kesakitan amat sangat untuk menemukan bahwa melalui penipuan kesarjanaannya begitu banyak orang yang mendengarkannya lewat begitu saja tanpa mendapat keselamatan! Bila perpecahan antara iman Injili dan beberapa sekolah liberal hanya berkisar masalah teori yang tidak sesuai, seluruh masalah akan dapat diperbandingkan secara remeh; tetapi jika Perjanjian Baru adalah benar, penetapan dalam kekekalan atas jiwa-jiwa terkait di dalamnya. Saya percaya bahwa pandangan liberal mengenai Alkitab tidak hanya salah secara intelektual tetapi juga kerusakan rohani — kerusakan atas iman dalam Kristus yang menyelamatkan secara kekal. Maka bagaimana kita dapat menolong berbicara dengan emosi yang terkuasai? Kedinginan dari logika berada di luar lokasi ini!

Langkah pertama terhadap setiap pemikiran kebangunan akan kesalehan Kristen adalah dengan kembali pada Alkitab
        Saya tidak pernah dapat melupakan satu pertemuan besar di London, Inggris, ketika seorang pembicara, sarjana tamu dari Tiongkok, bercerita dengan sedih dari panggung, “Sahabat-sahabatku, pikiranku sangat kusut. Saya profesor pertama dari college yang memperkenalkan kritik tinggi rasionalistik kepada pelajar di Tiongkok. Saya tahu sekarang betapa  besarnya kesalahan saya, dan itu saya akui. Tetapi saya juga telah melihat kerusakan pertama, yang tampaknya tidak mampu menghentikan kerusakan selanjutnya atau mengurangi kegilaan asing yang ditimbulkan sikap kritikal baru penggoncang iman itu.”
        Rekan pelayanan, pemimpin gereja, dan jemaat, jauh dalam hati. Saya yakin bahwa langkah pertama terhadap setiap pemikiran kebangunan akan kesalehan kekristenan adalah dengan mengembalikan Alkitab kepada tempatnya yang tepat di tengah orang percaya; dan saya yakin bahwa gerakan dalam arah ini harus diciptakan oleh kita, pelayan Kristen. Perhatikan sungguh-sungguh pada kesaksian Tuhan kita atas Perjanjian Lama. Bagaimana kita dapat tidak berpura-pura menyebut Yesus “Tuhan” yang jelas berkontradiksi dengan penyataan yang jelas, gamblang, berulang-ulang dalam seluruh Perjanjian Lama sebagai Firman Allah yang diinspirasikan secara keseluruhan dan unik.
        Kita pasti bertemu Dia satu hari nanti, dan memberikan jawab. Beranikah kita saat itu berkata bahwa Dia salah? Dapatkah Ia yang berkata, “Akulah kebenaran” dan “Sebelum Abraham ada, Aku sudah ada” dan “Musa menulis dari Aku,” menjadi salah ketika dalam rangkaian tanpa salah Ia menerima kepenulisan Musa atas Pentateukh dan keaslian tulisan para nabi (termasuk Daniel) dalam tradisi dan zaman mereka? Bukankah sebuah prasumsi mengerikan bagi pelayan Kristen untuk “mengetahui lebih baik” daripada Anak Allah yang berinkarnasi?
        Perlu saya kemukakan pula, bahwa dalam pembicaraan dengan para pelayan yang memegang teori dokumenter mengenai Pentateukh, isi mitikal dari Kejadian awal, catatan bertanggal kemudian dari Perjanjian Lama, dan kehadiran kesalahan “historiografikal” di dalam Alkitab, saya sering dikejutkan pada pembacaan satu sisi mereka. Tidak seorangpun yang pernah saya jumpai tampaknya kenal akan perjanjian agung konservatif akan tema tersebut (misalnya “The Problem of the Old Testament” dari James Orr dan karya agung dari Bishop A.H. Finn, “The Unity of the Pentateuch”); dan beberapa dari mereka heran atas kesaksian arkeologi dan peterjemah kita.
Dibutuhkan: “Pendeta Reformed”
            Baru-baru ini seorang muda dari golongan “modern” mengatakan kepada saya bahwa 2Tawarikh 33:11 jelas salah besar dengan mengatakan bahwa “raja Asyur…membawa Manasye…dengan rantai tembaga…ke Babilon.” Ibukota Asyur bukan Babilon, melainkan Niniwe. Tidak ada raja Asyur yang akan membawa Manasye ke Babilon, demikian kata orang muda ini. Tetapi beberapa dekade kemudian ditemukan bahwa satu dari raja-raja Asyur membuat tempat kediamannya di Babilon karena kegelisahan di sana; dan raja itu adalah yang membawa Manasye sebagai tawanan! Saya harus minta maaf karena membiarkan rekan pelayan muda itu berbicara tidak jelas tetapi mewakili banyak kekurangajaran sejenis terhadap Perjanjian Lama. Pelayan-pelayan demikian akan gemetar ketika diperingatkan Tuhan kita, “Banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Pokok yang sensitif, tetapi mengapa tidak dibicarakan? Saya akan berusaha dengan segala kekuatan memaksa jemaat kepada satu pengembalian kepada Alkitab sebagai Firman Allah yang tanpa salah. Saya menubuatkan bahwa tanpa pengembalian sedemikian kondisi moral sekarang ini akan menjadi lebih buruk dari sekarang. Tanpa kembali kepada Alkitab sebagai Firman Allah, konsili gereja se-dunia akan membuktikan satu pengharapan sedih; tidak seimbang, kerusakan mendasar dan kerja yang tanpa hasil.
        Tidak pernah ada satu bangunan aman tanpa satu fondasi kokoh dan pusat yang jelas; jika kita tidak dapat yakin akan Alkitab kita tidak dapat yakin akan Kristus dalam Alkitab. Sebagaimana Richard Baxter berkata, “Dibutuhkan: Pendeta Reformed!” Dan syarat utama reformasi adalah memegang Kitab Suci dengan benar. Sampai kita mendapatkan yang benar kita tidak akan pernah perlu mencari lagi di tempat lain. Allah membawa kita kembali dengan penyesalan bahwa kita pernah tidak setia dengan doa tetapi kembali satu cahaya dari halaman yang tidak fana menerangi waktu kini. Allah membawa kita kembali dengan air mata dan permohonan sungguh-sungguh agar Roh Kudus menghembuskan halaman berharga untuk menopang kita menjadi penyampai Firman, dengan kuat kuasa memanggil kembali pemimpin dan umat yang telah salah arah dari tempat air yang sudah pecah dari kebiasaan manusia kepada “Sumber Air Hidup” dan kepada “jalan benar” yang semula di mana terdapat damai!
Sumber: Majalah MOMENTUM No. 11 – Maret 1991.
Dikutip dari https://thisisreformedfaith.wordpress.com