Tampilkan postingan dengan label Teologi Biblikal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teologi Biblikal. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Mei 2018

KEMBALI KEPADA ALKITAB



Dari: J. Sidlow Baxter, “Rethinking Our Priorities”, Grand Rapids, Zondervan Publishing, 1974.

        Di mana-mana sekarang terdengar orang Kristen berkata, “Kebutuhan terbesar saat ini adalah kebangunan rohani.” Ini sudah menjadi mode. Namun segalanya tergantung pada makna yang mau diletakkan pada kata “kebangunan” itu sendiri. Sungguhkah kita menginginkan kebangunan agama? Begitu banyak aliran dalam kekristenan yang menyebut diri Kristen tetapi pada dasarnya bukan. Kebangunan di bidang inikah yang kita inginkan? Pandanglah denominasi besar dalam kekristenan. Lihatlah jenis kekristenan yang menjadi karakteristik mereka pada umumnya. Apakah kita menginginkan kebangunan di dalamnya? Atau pandanglah ke seluruh gereja Injili. Betapa banyak khotbah kering kerontang dari mimbar! Betapa ironisnya ibadah bibir belaka dari arah bangku-bangku gereja! Inilah jenis makanan rohani yang diberikan kepada jemaat! Dan banyak gereja menyombongkan diri sendiri sebagai yang paling alkitabiah. Betapa parah kerapuhan yang melanda. Pengaturan bak duri kaktus tajam! Kecurigaan yang kejam! Kegarangan tidak mau berkompromi dalam iman kepercayaan diikuti dengan kompromi dalam tindakan! Sungguhkah kita mengharapkan kebangunan dari hal-hal tersebut?!
        Sebuah kebenaran terbuka yang berlaku sekarang adalah banyak yang menyatakan diri ada dalam Kristenan ternyata bukan Kristen yang sesungguhnya, karena tidak menyerupai Kristus. Masih tetap berpegang pada Alkitab yang lama, tetapi dalam kualitas hidup yang jauh dari Perjanjian Baru. Tetap bertahan dalam bentuk lahiriah tetapi telah kehilangan kuasa aslinya. Berkelimpahan pengkhotbah yang selalu dapat mengatakan sesuatu, tetapi sedikit nabi yang benar-benar memiliki sesuatu untuk disampaikan. Kebenaran separoh dari mimbar dan iman separoh dari jemaat bercampur dengan hati yang separoh tanpa cahaya rohani apapun. C.H. Spurgeon pernah dijuluki sebagai pengkhotbah terbesar di Inggris Selatan: “Ia mengkhotbahkan sesuatu yang mirip Injil.” Banyak orang yang sekarang memakai nama Kristen “adalah seperti”. Apakah itu yang kita inginkan? Bukan! Itu semua harus disapu habis dengan satu gelombang pasang dari Pemberi Hidup. Kebangunan yang kita butuhkan adalah suatu kebangunan yang mendalam dan luas dari kebangunan Perjanjian Baru kekristenan yang benar dan sepenuhnya. Seluruh hidup, pemikiran, persekutuan, kesaksian dari gereja-gereja Protestan kita membutuhkan pertumbuhan ilahi. Itulah yang kita butuhkan; dan sebagai langkah pertama yang penting kita memerlukan sebuah reformasi di antara pelayan-pelayan Tuhan.


Higher Critics mengubah Kristen Protestan menjadi kuburan
        Tragedi paling kelam yang pernah dialami Kristen Protestan datang ketika para pemimpin gereja dan seminari pada 2 atau 3 generasi lalu diperdayakan oleh suara dari Jerman, sekolah dari aliran The New Biblical Learning ‘Pelajaran alkitabiah Yang Baru’. Dengan cerita yang mempesona dan pertunjukkan yang brilian akan kemampuan ‘higher critics‘ menyatakan “hasil-hasil terjamin” mereka yang terutama dalam kesarjanaan alkitabiah. Dengan metode pendekatan baru dan ilmu pengetahuan baru, kini mereka mampu merasionalisasikan hal-hal supranatural dalam Alkitab sehingga Alkitab kita dapat diterima oleh rasio manusia berpendidikan. Mereka sangat sukses. Tersebar dalam wilayah luas. Hari ini Alkitab dibuat sedemikian rupa agar dapat diterima oleh akal manusia sehingga tidak ada alasan lagi untuk menerima Alkitab, karena Alkitab bukan lagi Firman Allah yang supranatural. Higher critics dari sekolah-sekolah radikal tersebut mempermasalahkannya dalam Teologi Baru, Modernism, Liberalism, Neo Orthodox, Bultmannism, Neo Liberalism dengan sukses yang melampaui mimpi. Dalam waktu satu abad mereka telah mengubah Kristen Protestan menjadi kuburan — kuburan dari kepastian kebenaran yang menyukakan dan menyelamatkan jiwa sebelumnya, iman kepercayaan yang telah mati dan harapan-harapan yang binasa, kehilangan iman dan jaminan lenyap, tujuan akhir terkubur dan moral dibunuh.
        Ini bukan pernyataan suram yang berlebihan. Jutaan manusia yang mengira bahwa goncangnya moral sekarang ini disebabkan oleh peperangan dua dunia; tetapi perang dua dunia ini, bukan penyebab kerusakan moral, melainkan ekspresi dari kerusakan moral itu. Yang makin lama makin jelas.
        Beberapa pemikir kita saat ini berdebat bahwa zaman kekristenan sekarang lenyap secara perlahan-lahan, nama dan bentuk kekristenan hanya mengingatkan manusia pada satu era yang berbeda, sama halnya seperti zaman penyembahan berhala dieyahkan oleh kekristenan dua ribu tahun yang lalu. Siapa yang dapat menyangkal bahwa sekarang kesucian Kristen makin lama makin kurang mempengaruhi tindakan manusia dan pola masyarakat, sementara konsep non-Kristen makin terciri dalam kebudayaan kita? Atau siapa dapat menyelidiki masalah kriminal, perceraian, judi, mabuk, narkotik, tanpa memperhatikan orang lain, tanpa menjadi penakut akan masa depan kecuali ada perubahan besar? Dan siapa yang dapat bersaksi bahwa gabungan kejahatan yang brutal dengan invensi ilmu pengetahuan sekarang tidak mengekspresikan bahaya yang tidak terduga dapat dicegah?
        Perhatikan hal yang menonjol pada kehidupan masyarakat sekarang ini. Apakah ada yang materialisme? Bagaimanapun kita berdebat, pada kenyataannya bukankah kita adalah generasi yang paling materialistik.
        Kita pernah diberitahukan tidak ada gunanya memberitakan Injil kepada orang yang kelaparan. Namun sekarang ditemukan bahwa manusia dengan perut kenyang pun tidak mau mendengarkan Injil. Iman kepada uang lebih berarti dibandingkan iman kepada Allah, menjadi akar materialisme, suatu pendidikan sekularisme.
        Saya bukan orang yang senang tinggal di dalam sisi suram. Natur saya berlawanan dengan itu. Saya lebih memilih pelangi ketimbang guruh dan petir. Tetapi, situasi saat ini sangat kritis. Yang membuang ambruknya moral lebih menganggu adalah puncak usaha mensinkronisasikan antara penemuan ilmu pengetahuan dan invensi; seperti pelatuk senapan yang mematikan dekat dengan jari yang gemetar karena tekanan nervous. Hal-hal bergerak dengan skala besar dan pada ketinggian nada dan dengan kompleksitas membingungkan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mungkin yang paling menyakitkan mengenai dasar moral adalah kedatangannya yang mendadak, bercampur dengan perang global, dan meluas bersama kekristenan.
        Apa yang menyebabkannya? Jawaban saya jelas. Mengatasi segala campuran dari gangguan kelas dua ini penjelasan mendasar adalah keterpisahan dari Alkitab — dari otoritas klaimnya, dan dari pelaksanaan ajarannya. Alkitab adalah dasar dari segala sesuatu dalam kekristenan. Alkitab adalah dan tetap demikian sampai sekarang, dasar batu karang dari kekristenan. Etika dan moral kita, individu, sosial, pendidikan dan pola perdagangan harus berakar dari semangat dan kesuciannya. Sejauh Alkitab diletakkan sebagai Firman Allah, itulah otoritas Injil. Injil yang berharga dan doktrin yang dinamis adalah cara terbaik untuk setiap pribadi.


Standard otoritas Alkitab mendasari kebudayaan dari dunia Kristen
       Yang tidak dapat dihindarkan sudah terjadi. Pengurangan atas Alkitab mendasari etika kebudayaan dari dunia Kristen. Standar otoritatif direndahkan, segala sesuatu menjadi lebih atau kurang berkaitan. Apakah dosa? — hanya khayalan kecenderungan agama. Apakah itu “benar”? Apakah “salah”? Semua jawaban di luar Alkitab adalah subjektif, tidak ada objektif secara moral mengenai “hukum”.
        Kita telah mengenal teori evolusi. Kita berjuang menentangnya. Kita berbeda hanya dalam derajat. Kita tidak dapat menolong lingkaran kaitan kera dengan kita. Manusia harus ditinggikan, bukan disalahkan. Ide untuk menyalahkan merupakan kesalahpengertian. Cukup jelas, dan pertolongan agung bagi moral manusia adalah itu! Bukannya men-test “evolusi organik” dengan memakai kepastian yang diajarkan kitab Kejadian, kita membiarkan spekulasi zoologis untuk mencemooh di hadapan umum akan catatan yang diberikan Allah melalui Musa dan disahkan oleh Tuhan kita, sementara saat ini pemimpin gereja mengatakan kepada jemaat bahwa pasal-pasal awal kitab Kejadian hanya mitos belaka. Lebih jujur data yang ada yang diselidiki yang lebih sedikit mendukung teori evolusi ini.
        Banyak penemuan yang menakjubkan pada mulanya diumumkan oleh paleontologis atau perbandingan anatomis sekarang diekspos sebagai sesuatu yang luarbiasa; dan fosil kemungkinan dari manusia dari zaman lampau mungkin bukan dari manusia zaman Adam, tetapi dari zaman sebelum Adam, sama dengan kita dalam struktur fisik meskipun tidak identik dengan manusia. Evolusi organik tidak pernah lebih dari satu teori masuk akal. Sekarang teori ini tidak banyak didukung. Tetapi tetap diterima dalam mata pelajaran “ilmu pengetahuan”. Efek menakutkan di bidang moral di mana-mana menjadi buktinya.


Psikologi modern membunuh kemurnian dan melahirkan kekacauan di bidang seksual
       Demikian juga dengan psikologi modern. Semua pemimpin Nazi dan Komunis adalah hasil evolusionis dan psikolog modern. Psikologi modern membunuh kemurnian dan melahirkan kekacauan di bidang seksual. Seorang wanita muda yang terpelajar datang kepada saya. Ia ahli di bidang psikologi, terpilih menjadi anggota team spesialis oleh pemerintah Amerika untuk pekerjaan tertentu di luar negeri. Kemudian ia sungguh-sungguh bertobat. Terjadilah suatu revolusi mental di dalam dirinya — dari psikologi yang tidak mengenal Allah kepada Alkitab yang diinspirasikan dengan ketetapan moral yang mutlak. Tidak dapat saya lupakan penderitaannya karena memorinya. Di bawah ajaran mengenai self-expression, ia terbiasa mengadakan hubungan seks dengan semua orang, termasuk profesor psikologi, dosennya sendiri, di antara sesama mahasiswa. Sekarang ia tidak pernah dapat mendekati suaminya dengan kemurnian yang tanpa noda karena masa lampaunya.
        “Self-expression” selalu diajarkan psikologi modern yang berarti ekspresi seperti binatang, ekspresi dari keinginan manusiawi, dorongan natur kemanusiaan. Tidakkah ada dalam “self” diri yang protes atas penyerahan diri kita untuk sama seperti binatang saja? Tidakkah intelek, hati nurani dan intuisi moral juga merupakan bagian dari natur kita secara keseluruhan? Banyak dari kita yang kasihan akan korban dari “self-expresion” ini — seorang gadis, dari masa kecil yang innocent, kehilangan kegadisannya, hidup cabul, hamil, menjadi ibu dari anak tidak sah — atau seorang pemuda yang mengkhianati semua yang berharga ketika bertumbuh dan bersetubuh dengan tubuh-tubuh lain untuk perzinahan, dan menyadari sekarang mereka tidak layak untuk cinta murni seorang wanita. Ada juga korban yang lebih tua, yang datang dengan mengecewakan dan dengan penyesalan tanpa arti. Mereka telah menemukan, seperti yang lain yang pernah lakukan, bahwa bahkan bodoh dan menjijikan. Terjadi patah hati atas satu kemurnian untuk selamanya dan noda atas kesucian yang tidak dapat diperbaiki lagi. Ada suatu kerinduan untuk respon kasih murni, bukan kekasih yang hanya mendesak untuk sekadar kepuasan. Kemanisan dari yang paling suci antara dua kekasih, ikatan pernikahan dua hati manusia telah hilang. Banyak hati yang terlantar dan terbentuk surga jahanam dari kesombonganmu, psikologi modern  yang tidak alkitabiah!
        Beragam aspek dari kerusakan moral sekarang ini berjumlah ribuan. Apa yang saya katakan ini tidak lebih dari dorongan untuk melihatkan tantangan mendesak sekarang ini. Salah satu yang utama adalah memperbarui iman kita mengenai Alkitab sebagai Firman Allah yang tertulis, dan sebagai sarana Roh Kudus melahirbarukan manusia.
        Saya tidak dapat mengutarakan sakit hati saya ketika bertemu dengan rekan-rekan perjalanan yang berkata, “jangan percaya ketidakmungkinan akan pertobatan, keselamatan atau dilahirkan kembali.” Lidah sarkastik mereka menjelaskan kondisi mereka sendiri yang mati rohani, asing di hadapan Allah, dan menjadi pemimpin buta bagi orang buta. Pekerjaan mereka, dapatkah dihitung? Tampaknya jarang kita menemukan orang seperti mereka. Namun ada lagi, tidak sedikit, yang berasal dari mereka yang pernah mengalami pertobatan sungguh-sungguh dan panggilan dari Allah untuk melayani, tetapi sementara dalam sekolah seminari atau waktu selanjutnya dipengaruhi sehingga kehilangan iman mereka yang pertama dan terjebak pada ide humanistik belaka terhadap Alkitab. Sebagian besar dari mereka tidak bahagia dalam pelayanan. Mereka tidak pernah berpikir akan menjadi demikian. Mereka sadar tidak mengkhotbahkan berita yang membawa mereka sendiri kepada Kristus. Pikiran mereka tidak tenang, meskipun mereka berusaha menyembunyikannya. Betapa saya berharap kalimat ini dapat berarti bagi mereka. Yaitu mereka yang mengembangkan penginaan pola liberal bagi kaum Injili, yang menimbulkan kepedihan. Saya ingin mereka tahu, bahwa meskipun ini membangkitkan kemarahan tetapi disampaikan dengan menghargai persaudaraan; dan saya bersyukur kepada Allah meskipun saya menyebabkan kesakitan tetapi menjadi bahan pemikiran ulang.
        Suatu hal yang menakutkan bagi seseorang, seperti seorang pelayan Kristen, yang akhirnya menemukan bahwa ia berdiri di hadapan Anak Allah dan ia tidak berkhotbah mengenai keselamatan yang diperuntukkan umat manusia dengan harga Kalvari! Suatu kesakitan amat sangat untuk menemukan bahwa melalui penipuan kesarjanaannya begitu banyak orang yang mendengarkannya lewat begitu saja tanpa mendapat keselamatan! Bila perpecahan antara iman Injili dan beberapa sekolah liberal hanya berkisar masalah teori yang tidak sesuai, seluruh masalah akan dapat diperbandingkan secara remeh; tetapi jika Perjanjian Baru adalah benar, penetapan dalam kekekalan atas jiwa-jiwa terkait di dalamnya. Saya percaya bahwa pandangan liberal mengenai Alkitab tidak hanya salah secara intelektual tetapi juga kerusakan rohani — kerusakan atas iman dalam Kristus yang menyelamatkan secara kekal. Maka bagaimana kita dapat menolong berbicara dengan emosi yang terkuasai? Kedinginan dari logika berada di luar lokasi ini!

Langkah pertama terhadap setiap pemikiran kebangunan akan kesalehan Kristen adalah dengan kembali pada Alkitab
        Saya tidak pernah dapat melupakan satu pertemuan besar di London, Inggris, ketika seorang pembicara, sarjana tamu dari Tiongkok, bercerita dengan sedih dari panggung, “Sahabat-sahabatku, pikiranku sangat kusut. Saya profesor pertama dari college yang memperkenalkan kritik tinggi rasionalistik kepada pelajar di Tiongkok. Saya tahu sekarang betapa  besarnya kesalahan saya, dan itu saya akui. Tetapi saya juga telah melihat kerusakan pertama, yang tampaknya tidak mampu menghentikan kerusakan selanjutnya atau mengurangi kegilaan asing yang ditimbulkan sikap kritikal baru penggoncang iman itu.”
        Rekan pelayanan, pemimpin gereja, dan jemaat, jauh dalam hati. Saya yakin bahwa langkah pertama terhadap setiap pemikiran kebangunan akan kesalehan kekristenan adalah dengan mengembalikan Alkitab kepada tempatnya yang tepat di tengah orang percaya; dan saya yakin bahwa gerakan dalam arah ini harus diciptakan oleh kita, pelayan Kristen. Perhatikan sungguh-sungguh pada kesaksian Tuhan kita atas Perjanjian Lama. Bagaimana kita dapat tidak berpura-pura menyebut Yesus “Tuhan” yang jelas berkontradiksi dengan penyataan yang jelas, gamblang, berulang-ulang dalam seluruh Perjanjian Lama sebagai Firman Allah yang diinspirasikan secara keseluruhan dan unik.
        Kita pasti bertemu Dia satu hari nanti, dan memberikan jawab. Beranikah kita saat itu berkata bahwa Dia salah? Dapatkah Ia yang berkata, “Akulah kebenaran” dan “Sebelum Abraham ada, Aku sudah ada” dan “Musa menulis dari Aku,” menjadi salah ketika dalam rangkaian tanpa salah Ia menerima kepenulisan Musa atas Pentateukh dan keaslian tulisan para nabi (termasuk Daniel) dalam tradisi dan zaman mereka? Bukankah sebuah prasumsi mengerikan bagi pelayan Kristen untuk “mengetahui lebih baik” daripada Anak Allah yang berinkarnasi?
        Perlu saya kemukakan pula, bahwa dalam pembicaraan dengan para pelayan yang memegang teori dokumenter mengenai Pentateukh, isi mitikal dari Kejadian awal, catatan bertanggal kemudian dari Perjanjian Lama, dan kehadiran kesalahan “historiografikal” di dalam Alkitab, saya sering dikejutkan pada pembacaan satu sisi mereka. Tidak seorangpun yang pernah saya jumpai tampaknya kenal akan perjanjian agung konservatif akan tema tersebut (misalnya “The Problem of the Old Testament” dari James Orr dan karya agung dari Bishop A.H. Finn, “The Unity of the Pentateuch”); dan beberapa dari mereka heran atas kesaksian arkeologi dan peterjemah kita.
Dibutuhkan: “Pendeta Reformed”
            Baru-baru ini seorang muda dari golongan “modern” mengatakan kepada saya bahwa 2Tawarikh 33:11 jelas salah besar dengan mengatakan bahwa “raja Asyur…membawa Manasye…dengan rantai tembaga…ke Babilon.” Ibukota Asyur bukan Babilon, melainkan Niniwe. Tidak ada raja Asyur yang akan membawa Manasye ke Babilon, demikian kata orang muda ini. Tetapi beberapa dekade kemudian ditemukan bahwa satu dari raja-raja Asyur membuat tempat kediamannya di Babilon karena kegelisahan di sana; dan raja itu adalah yang membawa Manasye sebagai tawanan! Saya harus minta maaf karena membiarkan rekan pelayan muda itu berbicara tidak jelas tetapi mewakili banyak kekurangajaran sejenis terhadap Perjanjian Lama. Pelayan-pelayan demikian akan gemetar ketika diperingatkan Tuhan kita, “Banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Pokok yang sensitif, tetapi mengapa tidak dibicarakan? Saya akan berusaha dengan segala kekuatan memaksa jemaat kepada satu pengembalian kepada Alkitab sebagai Firman Allah yang tanpa salah. Saya menubuatkan bahwa tanpa pengembalian sedemikian kondisi moral sekarang ini akan menjadi lebih buruk dari sekarang. Tanpa kembali kepada Alkitab sebagai Firman Allah, konsili gereja se-dunia akan membuktikan satu pengharapan sedih; tidak seimbang, kerusakan mendasar dan kerja yang tanpa hasil.
        Tidak pernah ada satu bangunan aman tanpa satu fondasi kokoh dan pusat yang jelas; jika kita tidak dapat yakin akan Alkitab kita tidak dapat yakin akan Kristus dalam Alkitab. Sebagaimana Richard Baxter berkata, “Dibutuhkan: Pendeta Reformed!” Dan syarat utama reformasi adalah memegang Kitab Suci dengan benar. Sampai kita mendapatkan yang benar kita tidak akan pernah perlu mencari lagi di tempat lain. Allah membawa kita kembali dengan penyesalan bahwa kita pernah tidak setia dengan doa tetapi kembali satu cahaya dari halaman yang tidak fana menerangi waktu kini. Allah membawa kita kembali dengan air mata dan permohonan sungguh-sungguh agar Roh Kudus menghembuskan halaman berharga untuk menopang kita menjadi penyampai Firman, dengan kuat kuasa memanggil kembali pemimpin dan umat yang telah salah arah dari tempat air yang sudah pecah dari kebiasaan manusia kepada “Sumber Air Hidup” dan kepada “jalan benar” yang semula di mana terdapat damai!
Sumber: Majalah MOMENTUM No. 11 – Maret 1991.
Dikutip dari https://thisisreformedfaith.wordpress.com