Kamis, 07 Maret 2019

”PEMUDA YANG KUAT” Sebuah Refleksi dari Surat 1 Yohanes 2:14b

Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th

        Dalam perang antara Uni Soviet dan Sekutu ada pasukan yang dinamakan ”The Messengger” pasukan ini bertugas untuk membawa pesan, salah satu tugasnya ialah pergi ke daerah pertempuran untuk menentukkan titik kordinat dimana pesawat pembawa bom harus menjatuhkan bomnya. Oleh karena itu ini resiko yang besar, jika sudah menentukkan titik kordinat pasukkan tersebut harus segera kembali mencari tempat yang aman, jika tidak ia bisa kena bom, atau bisa saja tertembak oleh musuh. Oleh karena itu pasukan ini haruslah benar-benar orang yang kuat secara fisik, kuat secara mental dan memiliki tenaga untuk berlari. 

Konteks Teks
Yohanes menuliskan perintah baru yaitu: ”mengasihi sesama”. Perintah tersebut juga ditujukan kepada Pemuda (young man).
Apakah kekuatan yang dimaksud oleh Yohanes?
Kata ”kuat” dalam bahasa Yunani ”iscuroi” (iskhuroi) dari kata ”iskhuros” (iskhuros) yang artinya:
- Strong = Fisik
- Mighty = Sifat
- Powerfull = Daya
Bagaimanakah Pemuda harus mengarahkan kekuatannya? 

1.     Pemuda Mengarahkan Kekuatan untuk ”belajar Firman Tuhan”.

a. Yohanes menulis Surat 1 Yohanes kepada jemaat di Efesus, Asia Kecil. Saat itu banyak penyesat hadir, Yohanes menamakan kelompok-kelompok penyesat itu dengan istilah ”anti-Kristus”, salah satu kelompok tersebut ialah kelompok ”doketisme” yang mengajarkan bahwa Kristus tidak sungguh-sungguh jadi manusia itu hanya hayalan saja.
b. Yohanes melihat ada kelompok ”gnostik” di Efesus yang juga mengancam Gereja, mereka mengajarkan bahwa tubuh tidak penting yang penting adalah roh. Sehingga moralitas menjadi bobrok karena menilai tubuh tidak penting. Nilai kasih menjadi rendah.
        Keadaan demikian mendorong Yohanes mengingatkan para pemuda agar memperhatikan perintah baru, yaitu: ”mengasihi sesama seperti dirimu sendiri”. Di sini Yohanes mengarahkan Pemuda untuk belajar firman agar tidak tersesat. Yohanes mengarahkan pemuda agar pakai tenaga mereka untuk sungguh-sungguh belajar firman Tuhan.
        Saat melayani di STTAB saya menetapkan agar semua anak-anak studi fakultatif artinya belajar mandiri. Namun ketika saya tinggalkan satu jam saya kembali ke Asrama dan melihat ada yang tertidur ada yang sibuk melamun. Saya panggil mereka semua, lalu saya tanyakan satu-persatu, saya mengerti ternyata betapa susahnya untuk dapat menggunakan energy untuk belajar, tetapi ketika olahraga semua rasa ngantuk hilang, semua bisa pakai energi.
       Yesus Kristus di usia 12 tahun telah memiliki hikmat dan pengetahuan yang luar biasa tentang firman Tuhan, lalu di usia 30 tahun, pengetahuannya akan firman Tuhan sangat dalam, tetapi apakah murid-murid siap menerimanya, untuk diajari prinsip-prinsip rohani justru para murid tidak terlalu peduli, tetapi ketika melihat mujizat semua sangat suka. Jadi hal demikian menunjukkan tidak mudah menuntun pemuda pakai kekuatan untuk belajar firman Tuhan.
       Saya punya prinsip: ”Siang di atas tanah, malam di atas kertas” (GKII). ”Siang memegang pena, malam memegang buku. (STTAB). ”Siang pegang pena lihat anak, malam pegang buku lihat anak” (STTAB & Berkeluarga).Tuhan mengijinkan anda punya kekuatan, tetapi Tuhan tidak menghendaki anda malas, Tuhan menghendaki anda rajin mempelajari firman-Nya”.
 
2. Pemuda Mengarahkan Kekuatan Untuk ”Melakukan Firman Tuhan”
          Dalam Surat 1 Yohanes, tradisi penyembahan terhadap dewi kesuburan (diana) mengancam gereja, apalagi pemuda. Dalam penyembahan tersebut mengadakan pelajuran bakti, moralitas demikian mengancam generasi muda, karena itu Yohanes mengingatkan mereka agar hidup melakukan firman Tuhan. Apa yang dipelajari agar dilakukan jika tidak pemuda hanya tahu firman tetapi hidupnya hancur karena tidak melakukan firman.
          Jika kita tahu bahwa kendaraan perlu dipanaskan agar kerja mesin baik, tetapi jika kita tidak lakukan maka kita merusak kendaraan tersebut. Kita tahu pentingnya olahraga, tetapi kita tidak mau lakukan maka kita sedang merusak tubuh ini. Tuhan Yesus telah mengingatkan para murid agar membangun rumah di atas batu bukan di atas pasir, firman Tuhan bukan hanya didengar tetapi harus dilakukan.
          Banyak para pemuda yang memakai kekuatan untuk berbuat kejahatan di masa muda, merusak diri dengan obat-obatan di masa muda, merusak hidup dengan pergaulan bebas di masa muda, setelah fisik hancur oleh penyakit, setelah mental rusak oleh dosa, baru bertobat dan mau lakukan firman. Maka di sini tenaga yang begitu luar biasa gagal di pakai untuk lakukan firman, saat sakit, lemah baru mau komitmen lakukan firman. Bagaimana Injil bisa diberitakan dengan baik. Perhatikan John Wesly saat tubuh, mental dan tenaganya sehat ia berikan hidupnya untuk melayanui Tuhan, sehingga pemberitaan Injil maksimal. Saat John Calvin masih muda usia 27 ia telah menulis buku Institutio ia masih punya power yang kuat ia pakai pahami filsafat dengan baik, pahami hukum dengan baik, pahami Alkitab dengan baik dan telah menuliskan karya yang luar biasa yaitu buku ”Institutio”.
          Para pemuda jangan selalu berpikir tunggu sudah sakit mau komitmen lakukan firman, tunggu sudah dipenjara baru komitmen lakukan firman, tunggu sudah hancur moral baru menyesal dan lakukan firman, sebelum semua itu terjadi alangkah berhikmatnya jika engkau lakukan firman dari sekarang.
”Tuhan mengijinkan anda punya kekuatan, tetapi Tuhan tidak menghendaki anda jahat, Tuhan menghendaki anda melakukan kebenaran”

3. Pemuda Mengarahkan Kekuatan Untuk ”Membangun Gereja”
          Yohanes melihat saat di Efesus tawaran untuk menjadi tentara Romawi sangat besar, tenaga yang kuat dan fisik yang kuat sangat tepat untuk menjadi tentara, hal demikian mengancam kelanjutan gereja.
          Banyak orang tua ketika melihat fisik anaknya bagus, tinggi 175, berat ideal, kekar maka pikiran orang tua selalu mengarahkan kamu jadi polisi, kamu jadi tentara, kamu jadi pramugarai/pramugara, kamu jadi pilot,…. Lalu untuk gerehja mana? Saat ini sangat sulit menemukan ada orang tua yang merindukan anak-anaknya yang punya fisik, power dan skill untuk membangun gereja, semua masih ingin membangun kepentingan masing-masing, jika yang berpotensi semua pergi maka gereja tinggal orang-orang tua.
          Apakah kalian berpikir demikian? Saat bercermin apa penilaian kalian tentang diri kalian? Kalian pasti pernah menilai saya cocok jadi konsultan, saya cocok jadi diplomat, saya cocok jadi polisi, saya cocok jadi hakim, jadi dokter dll… Adakah yang menilai saya mau jadi hamba Tuhan, saya mau membangun gereja ini, saya mau membagikan Injil.
          Yesus Kristus siap meninggalkan orang tuannya dan memilih berada di Bait Suci, Ia memilih untuk berdiskusi dengan para orang tua tentang kebenaran. Yesus Kristus siap serahkan nyawan-Nya agar kerajaan Allah di bangun.
          Gereja ini butuh kalian generasi muda, gereja ini kalian untuk mempertahankan Injil, jangan kalian mau berada di gereja jika mendapat kesenangan, jangan kalian mau ada di gereja jika gereja mengikuti keinginan hati kalian. Harusnya kalian ada di gereja karena kalian mau membangun pelayanan, kalian ada di gereja karena mau memakai kekuatan kalian untuk melayani.
”Tuhan mengijinkan anda punya kekuatan, tetapi Tuhan tidak menghendaki anda merusak gereja, Tuhan menghendaki anda membangun gereja.”
Penutup
Tuhan memberikan potensi ”kekuatan” bagi pemuda, untuk Belajar Firman Tuhan, Melakukan Firman Tuhan, dan Membangun Gereja bagi Kemuliaan-Nya.(Khotbah Minggu Pemuda di GMI Getsemani Bengkulu)
Soli Deo Gloria

SISA ISRAEL: Sebuah Refleksi Terhadap Roma 10:16 – 11:24

Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
           Banyak sikap bermunculan baik positif dan negatif terhadap Bangasa Israel saat ini?, bahkan ada yang menghubungkan Israel = Kristen. Lalu jika ada tindakan Israel terhadap Palestina maka, beberapa kelompok mengartikan sama dengan orang Kristen yang melakukan kejahatan. Benarkah demikian? Oleh karena itu kita akan memahami tentang sisa Israel dalam konteks Pemikiran Rasul Paulus. Sisa Israel dapat dimengerti dalam dua sudut pandang: Sisa Israel secara National dan Sisa Israel Secara Spiritual.
1. Secara National:
Israel merupakan keturunan Yakub. Allah mengubah nama Yakub menjadi Israel. Dan dari anak laki-laki Yakub hasil pernikahan Lea dan Rahel: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar, Zebulon, Gad, Asyer, Benyamin, Dan, Naftali, Yusuf (Manase dan Efraim). Tanah Kanaan dibagi menjadi 12 bagian sesuai denagn suku Israel, namun Suku Lewi tidak mendapat bagian tetapi harus berada disemua bagian suku-suku secara khusus bertugas sebagai imam. Terbentuknya kebangsaan Israel bermula saat keluar dari perbudakan di tanah Mesir, selama 40 tahun di Padang Gurun mereka akhirnya memasuki tanah Kanaan. Allah langsung memerintah bangsa Israel melalui para orang pilihan-Nya baik itu Nabi, Imam dan para Hakim, inilah sistem pemerintah Theokrasi. Setelah Musa meninggal kepemimpinan dialihkan kepada Yosua, setelah Yosua meninggal Israel dipimipin oleh Hakim-hakim. Lalu Bangsa Israel menginginkan seorang Raja maka disinilah sistem monarki dimulai. Allah menunjuk Saul menjadi Raja, lalu Daud dan Salomo, pada tahun 930 setelah Salomo meninggal maka Kerajaan terpecah menjadi dua, yaitu Israel Utara dan Israel Selatan. Israel Utara di pimpin oleh Yerobeam dan Israel Selatan dipimpin oleh Rehabeam. Kerajaan Israel Utara terdiri dari 10 Suku (Ruben, Simeon, Isakhar, Zebulon, Gad, Asyer, Dan, Naftali, Manase, Efraim) dan Kerajaan Israel Selatan 2 Suku (Yehuda dan Benyamin). Mereka hidup berdosa dihadapan Tuhan dan Tuhan pakai Kerajaan yang berdosa untuk menghukum mereka Israel Utara dihukum Allah memakai Kerajaan Asyur pada tahun 722 BC terjadi pembuangan dan Israel Utara tidak pernah kembali sisa yang ada inilah yang berkawin campur dengan bangsa disekitar tanah Kanaan mereka inilah yang disebut sebagai Orang Samaria. Lalu Israel Selatan juga tidak bertobat dari dosanya, membanggakan Bait Suci yang hanya simbol tempat ibadah. Akhirnya Tuhan memakai Kerajaan Babel 612 BC Kerajaan Babel berhasil mengalahkan Kerajaan Asyur. Sehingga Israel selatan mengalami 3 kali pembungan ke Kerajaan Babel. 1. Pada tahun 605 BC inilah Daniel dan kawan-kawan (orang-orang pandai dan berhikmat di angkut ke Babel). 2. Pada tahun 597 inilah 18.000 penduduk Israel Selatan dan di dalamnya ada Yehezkiel. 3. Pada tahun 586 Para raja diangkut ke Babel dan bait Suci dihancurkan disinilah Yeremia melihat kondisi menyedihkan dari Israel. Setelah kurang lebih 70 tahun mengalami pembuangan ke Babel. Pada tahun 539 Allah membangkitkan Kerajaan Persia yang dipimpin oleh Raja Koresh mengalahkan Babel dan melalui Raja Koresh mereka diijinkan pulang ke tanah Kanaan dan membangun daerah mereka, melalui para Nabi Tuhan yaitu Hagai, Zakharia dan Maleakhi bangsa Israel kembali memabngun Bait Allah, Tembok Yerusalem dan beribadah kepada Allah. Jadi inilah sisa Israel secara national pada Konteks Tuhan Yesus dan Rasul Paulus hidup.
2. Secara spiritual
Pada waktu Allah berinkarnasi ke dalam Dunia (Yoh. 1:12) Israel banyak menolak Yesus sebagai Mesias, karena konsep tentang Mesias saat itu seorang pembebas secara politis dan membangun Kejaraajan Isarel seperti pada masa Raja Daud. Penyaliban Yesus Kristus merupakan titik mula pembagian Israel secara spiritual dari sisa bangsa Israel yang pulang dari pembuangan. Jadi Siapakah sisa Israel secara Spiritual?
a.     Orang Israel yang dipilih menurut Kasih Karunia (Roma 11:5).
Istilah ”menurut pilihan kasih karunia” dalam bahasa Yunani ”Eklogen Xaristos / pemilihan berdasarkan Anugerah”. Mengapa Anugerah? Dalam Roma 11:1-4 Paulus memakai sejarah Elia di mana Tuhan masih menjaha 7.000 orang tetap percaya kepada-Nya saat Elia melihat seluruh umat Israel berpaling dari Tuhan. Hal inilah yang menunjukkan bahwa telah ada pemilihan Allah dalam hal iman kepada Allah. Dalam sejarah umat Isarel merupakan bangsa Pilihan. Pemilihan sebagai bangsa berlaku kepada semua keturunan genetik dari Abraham, tetapi pemilihan dalam konteks keselamatan hanya kepada personal yang diberikan kasih karunia oleh Allah. Umat Israel yang dipilih oleh Allah merupakan orang-orang yang akan percaya kepada Yesus Kristus. Dalam Roma 10:14-17 menunjukkan bagaimana Iman tersebut diberikan Allah. Ayat 17 ”jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (lat. Ergo ex fides auditu, auditus atem per Verbum Dei). Prof. A. Berkeley Mickelsen, B.D., Ph.D menuliskan: ”Bila manusia percaya kepada Kristus mereka berseru kepada-Nya. Tidak mungkin orang berseru jika orang itu tidak percaya. Tidak mungkin orang percaya tanpa mendengar. Tidak mungkin orang mendengar tanpa ada yang memberitakan. Tidak mungkin ada yang memberitakan jika tidak ada yang diutus.” Jadi hal ini menunjukkan bahwa karena Allahlah yang mengutus, maka ada pemberitaan, maka ada yang mendengarkan, maka ada yang percaya maka ada yang berseru. Calvin menyatakan iman hasil dari pemilihan. Oleh karena itu untuk menjelaskan hal ini, pikiran kita dalam iman Kristen harus siap berpikir secara supra-rasional dan rasional. Secara supra-rasional kita mengimani bahwa iman pun diberikan Allah bagi orang yang ditentukan untuk diselamatkan. Dan secara Rasional kita melihat fakta-fakta bahwa orang yang beriman mengaku dengan mulut dan percaya dalam hati bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamatnya (Lih. Rom. 10:9-11).
Secara manusia Paulus melihat saat berita tetang Kristus telah diperdengarkan ke seluruh Israel (Roma 10: 18). Istilah memang ”mereka telah mendengarnya”. Namun konteks ayat yang dikutip tersebut berdasarkan Mazmur 19:5 tentang alam semesta yang dipersonifikasikan menggemakan nama Tuhan. Menjawab pertanyaan tersebut Dave Hagelberg, M.Th menuliskan: ”Dalam Mazmur 19 ayat ini menunjuk pada kesaksian alam semesta mengenai kemuliaan Allah, suatu kesaksian  yang telah menjangkau seluruh dunia. Seolah-olah Paulus berkata, ”Ya, sama seperti kesaksian alam semesta sudah sampai ke ujung bumi, demikian juga berita tentang pengorbanan Mesias sudah mencapai seluruh Israel.” Jadi berita tentang Yesus Kristus tidak mungkin tidak didengar oleh bangsa Israel, karena mereka tidak ada alasan untuk berdalih bahwa mereka tidak pernah mendengar. Tetapi Paulus kembali menuliskan bahwa semua karena kedaulatan Allah. Dalam The Five Point of Calvinism yang disingkat dengan Akronim TULIP yaitu tentang Unconditional Election (pemilihan tanpa syarat).  Edwin H. Palmeer menjelaskan: ”Allah tidak pernah mendasarkan pilihan-Nya pada apa yang manusia pikirkan, katakan, lakukan atau pada keberadaan manusia.”. Jadi sisa Israel secara spiritual adalah keturunan Abraham yang percaya kepada Yesus Kristus.
b.    Orang Israel yang merasakan cemburu Ilahi (Roma 10:19, 11:11,14)
Kata cemburu dalam bahasa Yunani ”parazelosai” dari kata dasar ”parazeloo” kata ini ditulis hanya 4 x di dalam PB (Rom. 10:19, 11:11,14 dan 1 Kor. 10:22). Kata cemburu ini jika dipahami secara positif merupakan cara untuk menarik perhatian. Dave Hagelberg menuliskan sebuah kisah nyata:
”Suatu percakapan yang sungguh terjadi beberapa tahun yang lalu di dalam sebuah asrama di Israel. Beberapa orang duduk bersama-sama membicarakan hal-hal rohani. Mereka semua orang Yahudi, ekcuali satu orang. Ternyata hanya satu di antara mereka yaitu orang Yahudi yang belum percaya kepada Tuhan Yesus. Setelah diskusi yang panjang Orang yahudi yang belum percaya Yesus ini bertanya kepada beberapa orang Yahudi diruangan tersebut dan mereka mengakui percaya Yesus sebagai Mesias, lalu tiba kepada seorang bukan Yahudi dan ia percaya juga bahwa Yesus adalah Mesias. Lalu orang Yahudi yang belum percay ini berkata: ”kamu bukan orang Yahudi kenapa bisa percaya Yesus”. Ternyata orang itu mulai mengerti bahwa Yesus-Dai yang lahir di Betlehem sebagai orang Yahudi, yang dinubuatkan dalam Kitab Suci orang Yahudi, dikenal oelh orang bukan Yahudi. Sedangkan ia sebagai orang Yahudi asli belum mengenal Dia. Jadi kecemburuan yang dimaksud untuk mengantarkan orang kepada Yesus.
          Oleh karena itu Rasul Paulus juga mengingatkan agar orang yang percaya dari Non Yahudi jangan menyombongkan diri dengan iman yang diberikan oleh Tuhan (Roma 11: 16-24). Karena Allah berdaulat dapat mengembalikan siapa saja menjadi ranting dari pohon zaitun-Nya.
Penutup
Israel memiliki nilai istimewa secara historis, tetapi tidak secara soteriologis. Israel sejati ialah orang yang dipilih Allah masuk dalam keselamatan di dalam Yesus Kristus.
Soli Deo Gloria

"YO... AYO!!! MERAIH BINTANG" : Sebuah Refleksi Terhadap Mandat Budaya & Mandat Misi Dalam Membangun Masa Depan

Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
Mari kita bahas tema ini secara filosofis!. Tema ini merupakan sebuah ”methapora”. ”Bintang” selalu menjadi ungkapan untuk menyatakan sesuatu yang tinggi dan indah, jadi saya menyimpulkan makna ”Yo... Ayo!!! Meraih Bintang!” dengan arti “”Ayo...!!! gapailah cita-citamu yang tinggi dan indah!”. Jadi keberhasilan yang dicapai bukan hanya sekedar mendapat kedudukan yang tinggi, gelar yang tinggi tetapi harus dibarengi dengan keindahan. Albert Eisntein (Ahli Fisika dari Jerman & AS: 1879-1955 M) menuliskan: ”Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value (Janganlah mencoba menjadi orang sukses. Jadilah orang yang bernilai).” Jadi Albert Eisntein juga memiliki pemikiran yang terpenting adalah menjadi orang bernilai, bukan hanya berhasil tetapi bernilai. Karena itu betullah yang dikatakan dalam Kitab Amsal 22:1 yang menyatakan: ”Nama baik (a good name) lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.
Menjadi pertanyaan besar buat kita ialah, mengapa kita harus meraih bintang? Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan memberikan perspektif dalam Reformed Evangelical Theology yaitu mengenai konsep: Mandat Budaya (Culture Mandate) dan Mandata Misi (Evangelitation Mandate). 

1.     Mandat Budaya (Culture Mandate)
Dalam Kejadian 1:26 Allah menciptakan manusia untuk berkuasa atas isi bumi. Apa artinya berkuasa? Blaise Pascal (Ahli matematika, ahli fisika dan filsuf dari Perancis 1623-1662) mengatakan ”Keadilan dan kekuasaan harus berjalan beriringan. Jadi apa pun yang adil mungkin akan berkuasa dan apa pun yang berkuasa mungkin akan adil.” Jadi kekuasaan sangat penting dibarengi oleh keadilan, prinsip demikian juga dituliskan dalam Kejadian 2:15, Tuhan menciptakan dan menempatkan manusia di Taman Eden untuk dua hal yaitu mengusahakan dan memelihara taman itu.
Kata “mengusahakan” dalam bahasa Ibrani ‛âbad (abad) bisa berarti melayani (serve) dan kata “memelihara” dalam bahasa Ibrani shâmar (shamar) yang bisa berarti melindungi (protect), meneliti (observe), dan memelihara (preserve). Di dalam Taman Eden ini, Allah tidak membiarkan manusia tidak bekerja, tetapi manusia diperintahkan Tuhan untuk melayani dan melindungi/memelihara. Ini berarti ada campur tangan manusia di dalam dunia ciptaan Allah. Orang-orang Kristen harus mengintegrasikan iman Kristen di dalam setiap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, dll sebagai reaksi untuk memuliakan Allah.
Aplikasi: Karena itu anak-anak Kristen harus bersemangat belajar, semangat kuliah, miliki kehausan untuk mendapatkan ilmu. Bangun kehidupan saat ini dengan ilmu yang telah dipelajari. Jangan kuliah hanya demi gelar dan hanya demi pujian semata. Kuliahlah karena kalian butuh ilmu, kuliahlah karena kalian butuh wawasan untuk membangun peradaban saat ini. Mari belajar dari seorang tokoh bernama Pdt. DR. Stephen Tong: beliau dikenal sebagai seorang Theolog, Filsuf, Komposer dan Arsitek. Beliau memiliki prinsip hidup ”Squeezeism” yang artinya ”memeras diri”. Hal tersebut dilakukan sebagai tanggung jawab dalam melakukan mandat budaya, beliau memiliki semangat membangun sebuah convetion hall tempat panggung orkestra yang bernilai internasional.

2.     Mandat Injil (Evangelitation Mandate)
Matius 28:18-20 & KPR 1:8. Mandat Injil, artinya orang-orang Kristen dipanggil untuk memberitakan Injil Kristus di tengah dunia berdosa. Menjadi saksi artinya harus menampilkan hidup yang bernilai. Oleh karena itu jika mandat misi dilaksanakan bersama dengan mandat budaya, kita akan mengerti bahwa pengetahuan yang kita dapati untuk membangun peradaban harus terarah pada satu titik yaitu Yesus diberitakan. Sehingga disinilah kita akan menjadi Ilmuwan yang bertanggung jawab, Pejabat yang tidak korupsi, dosen yang memberi ilmu, dokter yang mengutamakan kesehatan manusia baik miskin atau kaya, guru yang menajadi teladan. Semua itu dilakukan karena mandat misi menjadi arah bagi mandat budaya.
Lalu dalam zaman ”Post Modern” ini kita berhadapan dengan filsafat ”kesuksesan”. Sehingga makn ”sukses” telah diartikan sebagai keberhasilan, kemapanan dan ketenaran. Maka banyak Anak Kristen yang secara Materi dan Jabatan sukses tetapi tidak bernilai. Bagaimana dengan Tuhan Yesus, kesuksesan apa yang ia raih? Bagaimana dengan Rasul Paulus, kesuksesan apa yang mereka raih? Bagaimana dengan Para Murid Tuhan Yesus, kesuksesan apa yang mereka raih? Lalu nabi Yeremia & Yesaya, kesuksesan apa yang mereka raih? Perhatikan baik-baik, mereka terlihat gagal jika dinilai dalam perspektif dunia. Tetapi Mereka orang-orang yang yang berhasil dalam pandangan Allah. Jadi hidup kita jika ingin menjadi bintang, jadikanlah hidupmu bernilai bersama dengan pengetahuan yang dimiliki, sehingga melalui hidup kita Allah dimuliakan dan manusia dibangun peradabannya menjadi lebih baik.
Penutup
Alkitab dengan tegas menyatakan orang percaya harus semangat dalam membangun cita-cita dan mewujudkannya. Oleh karena itu harus semangat belajar dan berkarya. Tetapi ingat ilmu yang didapat arahkan kepada Kristus, karya yang dibuat arahkan kepada Kristus. Jika ilmu itu diarahkan kepada Kristus dengan benar, maka pastilah ilmu itu juga akan diarahkan kepada sesama dengan benar (Khotbah di KMK UNIVED, 14 September 2018). Soli Deo Gloria



BAGIMU NEG'RI, JIWA & RAGA KAMI: Sebuah Refleksi Teologis-Nasinonalis Berdasarkan Roma 9:3


Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
Roma 9:3
Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.
Dalam moment 73 tahun RI merdeka, ada sebuah peristiwa terjadi di Atambua (NTT) seorang anak SMP dengan sigap memanjat tiang bendera, karena tali bendera putus. Dengan kerelaan dan pengorbanan ia memanjat tiang bendera yang tinggi. Nyawanya bisa bahaya jika ia lelah lalu jatuh, tetapi demi Upacara Kemederdekaan Indonesia ia rela membahayakan dirinya.
Kata ”terkutuk” dalam bahasa Yunani ”anatema” ditulis sebanyak 6x dalam PB, menunjuk kepada seorang yang ada di bawah hukuman Allah. Kata ”terpisah” dalam bahasa Yunani ”ego apo”. Kata ”ego” artinya aku. Dan kata ”apo” ditulis sebanyak 646x dalam PB, memiliki arti ”terpisah dari, mulai dari, berasal dari,dari / menyatakan sumber suatu barang, jauh dari.”  Jadi Rasul Paulus dalam konteks ini ingin menunjukkan bahwa Ia siap berkorban bahkan meskipun menjadi seorang yang terkutuk / terpisah dari Kristus asalkan saudara-saudara sebangsanya secara jasamani dapat diselamatkan / rasul Paulus siap menukar keselamatannya dengan saudara sebangsanya (Paulus dikutuk umat Israel selamat). Wycliffe Commentary menuliskan ”Paulus memiliki perasaan yang demikian mendalam terhadap bangsanya sehingga dia memakai bahasa yang berarti keinginan yang tidak mungkin tercapai (bentuk imperfect dalam bahasa Yunani): aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmaniah.” Ungkapan Rasul Paulus ini sama seperti ungkapan Musa ketika memohon agar Tuhan mengampuni umat Israel yang telah menyembah Patung Lembu Emas (Lih. Kel. 32:31-32).  
Mengapa Paulus rela dan siap menjadi orang yang dihukum Allah demi umat Israel? Karena Paulus melihat status dan berkat yang diberikan Allah kepada umat Israel (Li. Rm. 9:4-5), yaitu: mereka telah diangkat menjadi anak, mereka telah menerima kemuliaan, perjanjian, taurat, ibadah dan keturunan Bapa-Bapa Leluhur yang telah menurunkan Mesias sebagai manusia. Jadi karena Paulus melihat banyak hal istimewa diberikan Allah namun mereka tidak percaya kepada Yesus sebagai Mesias, sehingga Rasul Paulus mau menjadikan dirinya terkutuk asal mereka bisa diselamatkan.
Dalam Theologia Reform diajarkan yaitu Mandat Budaya (culture mandate / Kej. 1:28) dan Mandat Misi (evangelical mandate / Matius 28:19-20). Mandat budaya adalah upaya mengintegrasikan Iman Kristen dalam setiap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, dll. Sedangkan Mandat Misi artinya orang-orang Kristen dipanggil untuk memberitakan Injil Kristus di tengah dunia berdosa (Stephen Tong).   Rasul Paulus melakukan Mandat Budaya dan Mandat Misi, ia memakai segala potensi dalam dirinya untuk mengasihi Tuhan dan bangsanya: ilmunya, skillnya dan semangatnya ia berikan untuk melaksanakan Mandat Budaya. Dan juga Rasul Paulus melakukan mandat misi dengan menginjili baik orang Yahudi dan juga orang Yunani.
Perenungan!!!
Apa yang sudah kita berikan bagi bangsa Indonesia??? Sudahkah potensi diri yang terbaik kita kembangkan untuk memajukan segala aspek kehidupan di Indonesia??? Atau masihkah kita menjadikan potensi diri itu hanya untuk ajang kesombongan??? Apa arti gelar sarjana kita saat ini bagi Indonesia??? Apakah gelar sarjana hanya untuk kesombongan diri??? Lalu mengertikan kita mengapa kita harus hidup di Indonesia dengan suku-suku yang berbeda??? Dan pernahkah berpikir tentang madat Misi bagi suku-suku di Indonesia???.  Saat ini kita tidak lagi berperang fisik dengan penjajah, namun jiwa dan raga kita tidak boleh mundur untuk tetap berjuang bagi negara Indonesia. Bagimu neg’ri jiwa raga kami: Jiwa berbicara tentang rohani, intelektualitas dan emosionalitas. Dan Raga berbicara tentang fisik yang kelihatan. Saat ini kita gunakan untuk apa jiwa dan raga kita dalam konteks hidup di Indoensia??? Apakah yang akan anda berikan bagi Indonesia ini???. (Khotbah di PERKANTAS Bengkulu, Agustus 2018)
Soli Deo Gloria.

"JANGANLAH MENGHAKIMI" Sebuah Eksposisi Terhadap Roma 14:1-12


Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
Bolehkah menghakimi???. Kata ”janganlah” menunjukkan larangan. Dalam bahasa Yunani ada dua kata yang digunakan untuk menunjukkan larangan yaitu kata ”mh” (me) dan ”ou” (ou). Kata ”mh  (me) biasanya larangan yang tidak mutlak dan kata ”ou” (ou) untuk larangan yang mutlak (Lih. Roma 13:9).
Kata ”janganlah menghakimi” ditulis dengan bahasa Yunani ”mh krinetw (me krineto). Kata ini dituliskan dalam bentuk kata kerja present aktif imperatif dari kata dasar ”krino” (Krino) yang artinya mengkritik, melebihkan, menjatuhkan, bertindak sebagai hakim. Kata ini ditulis sebanyak 114 x dalam PB. Jadi Paulus memberi perintah larangan pada saat itu juga bagi orang Kristen yang tidak bisa makan daging agar tidak mengkritik, menjatuhkan dan menghakimi mereka.  
Kata “jangan menghina” dalam bahasa Yunani ”mh exouqeneitw” (me exoutheneito) yang ditulis dalam bentuk kata kerja present aktif imperatif, dari kata dasar ”exouqeneo” (exoutheneo) yang artinya menghina, menolak dengan penghinaan. Jadi Paulus memberi perintah larangan pada saat itu juga kepada orang percaya yang bisa makan daging agar tidak menghina dan menolak mereka yang tidak bisa makan daging.
Perhatikan!!! Kata ”menghakimi” dalam Alkitab TB LAI ditulis sebanyak 3 kali dan 2 x kata menghakimi diiikuti oleh kata ”jangan menghina”. Hal tersebut menunjukkan bahwa penghakiman yang dilakukan telah menjurus kepada penghinaan. Hal inilah yang dilarang dalam menghakimi. Jadi menghakimi yang dimaksud dalam teks Roma 14 ini adalah sebuah penghakiman dalam bentuk Kritik yang menjurus kepada penghinaan dan penolakkan.
          Dalam Matius 7:1-5 dinyatakan ”jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi”. Perhatikan baik-baik ayat tersebut menunjukkan bahwa jangan berani menjadi hakim bagi sesama jika hidup kita belum bisa melakukan hal yang akan kita pakai untuk menghakimi. Itu artinya orang Kristen bisa mendapat hak menghakimi jika memang telah menguji dirinya sendiri, dan di dalam hati nuraninya memiliki keyakinan tidak ada tuduhan terhadap hal yang akan dihakimi.
Dalam Roma 12:17-20 tidak dikatakan tidak boleh menghakimi tetapi dilarang untuk melakukan pembalasan kejahatan dengan kejahatan, jadi tidak ada hubungannya dengan menghakimi.
Dalam Yakobus 4:11-12 menunjukkan larangan melakukan penghakiman disertai dengan firnahan. Karena jika kata fitnahan yang digunakan maka orang yang dihakimi tidak mengerti bahwa Allah juga tidak setuju dengan kesalahannya. Mari melihat fakta Alkitab:
a.   Yesus sendiri mengecam dan mengutuk orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, orang-orang Saduki, dan ajarannya (Mat 5:20-48  Mat 6:1-18  Mat 15:1-14  Mat 16:1-12  Mat 21:45  Mat 22:29  Mat 23:1-36).
b.   Paulus juga mengutuk para nabi palsu (Gal 1:6-9), dan memarahi jemaat Korintus karena mereka sabar terhadap nabi-nabi palsu (2Kor 11:4). Ia juga menyetujui kecaman terhadap orang Kreta dan memerintahkan Titus untuk menegur mereka (Tit 1:12-13), mengecam Himeneus, Filetus dan Aleksander (1Tim 1:20  2Tim 2:17,18  2Tim 4:14).
c.   Dalam Yoh 7:24 Yesus berkata: “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.
Calvin berkata: ” Kita bukan hanya diijinkan, tetapi bahkan diharuskan, untuk mengecam semua dosa; kecuali kita memilih untuk memberontak terhadap Allah sendiri,”. Jadi mengecam dosa diijinkan, justru kalau kita membiarkan dosa, kita menjadi berdosa (Bdg. Yak. 4:17). Selanjutnya Calvin menuliskan: ” Merupakan kehendakNya bahwa kita menyatakan hukuman yang Ia umumkan terhadap tindakan-tindakan manusia: hanya kita harus menjaga kerendahan hati satu terhadap yang lain, sehingga menjadi nyata bahwa Ia adalah satu-satunya Pemberi hukum dan Hakim (Yes 33:22)”. Jadi  penghakiman tersebut selaras dengan firman Tuhan, sehingga yang dihakimi mengetahui bahwa sumber penghakiman adalah firman Tuhan dan mereka mengerti bahwa Tuhanlah yang sedang menghakimi mereka melalui firman-Nya dengan memakai hamba-Nya sebagai alat (Bdg. Yak. 4:11-12).
Dengan dasar Firman Tuhan ini kita boleh untuk menghakimi / menilai orang lain asal kita melakukannya dengan adil, dengan memperhatikan fakta-fakta secara keseluruhan. Melalui firman Tuhan ini mengapa kita jangan menghakimi?
1.     Allah telah menerima orang itu (Ay. 1-4)
Jika Allah telah menerima orang yang lemah imannya dalam karya keselamatan, maka kita harus menerima mereka dalam persekutuan. Apa arti istilah ”lemah imannya”?
Cranfield mengatakan bahwa mereka yang "lemah imannya" adalah orang Yahudi yang percaya kepada Tuhan Yesus tetapi masih menuruti peraturan-peraturan hukum Taurat dan adat-istiadat Yahudi, bukan sebagai cara untuk dibenarkan di hadapan Allah, tetapi hanya karena mereka betah dengan peraturan lama tersebut. Hal tersebut ditegaskan Dunn:Ternyata pada tahun 49 orang-orang Yahudi dikeluarkan dari Roma karena titah Kaisar Claudius. Pada tahun 54 Claudius meninggal, dan titahnya tidak berlaku lagi, sehingga orang-orang Yahudi, baik yang tidak percaya kepada Yesus maupun yang percaya kepadaNya, mulai kembali ke kota Roma untuk hidup di sana. Jadi selama beberapa tahun tidak ada orang Yahudi di dalam jemaat-jemaat di Roma, tetapi pada waktu Surat Roma dikirim sudah ada minoritas jemaat yang berlatar belakang Yahudi. Sebagian dari mereka tidak berani melepaskan diri mereka dari peraturan-peraturan hukum Taurat tertentu karena iman mereka kurang kuat. Kita harus mengingat bahwa identitas mereka sebagai orang Yahudi sangat penting bagi pribadi mereka, dan identitas tersebut berkaitan dengan kebiasaan mereka mengenai pantang makan jenis makanan tertentu dan hari raya mereka, sehingga pembahasan Paulus menyentuh masalah yang amat peka dan penting bagi orang Yahudi di Roma yang percaya kepada Tuhan Yesus”. Selanjutnya Matthew Henry menjelaskan:
a.     Anggota-anggota jemaat yang kuat dan mengetahui kemerdekaan Kristen yang mereka miliki serta menggunakannya, mencemooh anggota-anggota yang lemah, yang tidak tahu tentang kemerdekaan Kristen mereka. Seharusnya mereka mengasihani golongan yang lemah itu dan menolong mereka, serta menuntun mereka dengan lemah lembut dan ramah. Namun, mereka justru menginjak-injak jemaat yang lemah itu dengan menghina mereka tolol, menggelikan dan percaya takhayul saja, karena meragukan berbagai hal yang sebenarnya halal. Begitulah, orang-orang yang berpengetahuan cenderung menjadi besar kepala, dan mencemooh serta meremehkan sesamanya.
b.     Anggota jemaat yang lemah dan tidak berani menggunakan kemerdekaan Kristen yang mereka miliki, menghakimi dan mengecam mereka yang kuat. Mereka yang kuat itu dipandang seakan-akan sebagai orang Kristen yang suka-suka hati, orang-orang percaya yang dikuasai kedagingan, berbuat sembarangan, nekat, dan tidak berpegang pada hukum. Jemaat yang lemah itu menghakimi yang kuat itu sebagai para pelanggar aturan, penghina ketetapan Allah, dan sebagainya. Kecaman semacam ini memperlihatkan betapa mereka sungguh ceroboh dan tidak bermurah hati, yang pada akhirnya jelas akan mengakibatkan hilangnya rasa kasih sayang. Inilah penyakitnya, dan sampai hari ini pun kita masih tetap melihatnya di dalam jemaat.
Dalam 1Korintus 8:8-12, 9:22 menunjuk kepada lemah iman dalam hal-hal praktis atau tradisi. Dalam konteks Roma 14 menunjuk kepada masalah makanan dan hari-hari tertentu (ay. 2,3,5). Artinya kita harus menerima saudara seiman, meskipun ada yang tidak bisa makan-makanan tertentu dan juga menilai hari yang lain lebih penting.
Jadi istilah lemah imannya menunjuk bukan kepada persoalan pokok iman yang primer, tetapi permasalahan sekunder. Untuk dua masalah tersebut Rasul Paulus telah mengingatkan orang percaya di dalam Kolose 2:16-17 : ”16.Karena itu janganlah kamu dibiarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari sabat; 17.semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah kristus”. Jadi segala ceremonial dalam hukum Taurat nyata di dalam Yesus Kristus. Jadi Rasul Paulus kembali menegaskan bahwa orang yang lemah dan kuat imannya mereka telah diterima oleh Allah karena Pokok Iman-Nya yaitu percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

2.     Segala sesuatu dilakukan untuk Tuhan (ay. 5-9)
Dalam Alkitab TB LAI ada 4 kali istilah ”untuk Tuhan” (to the Lord) digunakan. Kata-kata tersebut dikenakan dalam hal praktis yaitu berpegang pada suatu hari dan memakan makanan. Kata tersebut mendapatkan penekanan yaitu ”ia melakukannya untuk Tuhan. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu dilakukan dengan motivasi tertuju kepada Tuhan (Bdg. 1Kor. 10:31, Kol. 2:16-17, 3:23). Dalam terjemahan  Firman Allah Yang Hidup (FAYH) menuliskan:
”Jikalau Saudara memilih hari-hari yang khusus untuk berbakti kepada Tuhan, saudara berusaha menghormati Dia; Saudara melakukan sesuatu yang baik. Demikian jugalah halnya dengan orang yang makan daging yang telah disajikan kepada berhala. Ia merasa bersyukur kepada Tuhan atas makanan itu; ia melakukan sesuatu yang benar. Sedangkan orang yang tidak mau menyentuhnya, ia pun ingin sekali menyenangkan Tuhan, dan ua juga bersyukur”
Prinsip tersebut juga ditegaskan oleh Rasul Paulus dalam 1Korintus 10:27-33. Paulus menyatakan kita percaya segala sesuatu diperbolehkan tetapi kita harus melihat apakah itu berguna atau membangun (1Kor. 10:23). Rasul Paulus menyatakan kita bisa saja memakan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala karena di dalam hati kita kita percaya ”bumi dan segala isinya milik Tuhan” (1Kor. 10:26). Tetapi Rasul Paulus tetap membatasi etika kita meskipun ia juga sadar orang lain tidak berhak membatasi kebebasan kita (1 Kor. 10:29), Rasul Paulus melakukan hal itu agar saudara seiman yang keberatan maka kita harus bisa menjaga perasaannya (keberatan hati nuraninya), jangan sampai kita makan tetapi menjadi syak atau batu sandungan dan lebih lagi agar orang yang belum percaya dapat diselamatkan. Jangan sampai dengan kebebasan kita orang menjadi menghina orang Kristen dan jangan sampai dengan ketaatan/kekakuan kita orang menjadi tidak mau mengenal Yesus. Rasul Paulus tetap menekankan bahwa segala sesuatu tetap dilakukan untuk Kemuliaan Allah (1Kor. 10:31).
Jadi baik hari-hari maupun makanan semua bisa dilakukan untuk kemuliaan Tuhan. Jika motivasi untuk kemuliaan Tuhan maka pastilah orang Kristen tersebut tahun mana yang etis dan estetis sehingga menjadi berkat bagi sesama.

3.     Kita semua harus menghadap Tahta Pengadilan Allah (ay. 10-12)
Dalam ayat 10-12 Paulus mengajak pembaca berpikir secara eskatologis (futuristik). Bahwa semua manusia akan menghadao tahta pengadilan Allah untuk mempertanggung jawabkan tentang dirinya sendiri (ay. 12). Oleh karena itu jika kita mengahakimi dengan cara menghina dan memfitnah bukannya menyatakan firman Tuhan maka kita harus mempertanggungjawabkan hal itu kepada Tuhan. Tetapi jika kita menghakimi dengan motivasi yang benar, yaitu memuliakan nama Allah, mencegah keberdosaan dan menyatakan kesalahan. Lalu kita memakai Alkitab / Firman Tuhan sebagai dasar untuk menghakimi maka kita tidak perlu takut mempertanggungjawabkan dihadapan Allah. Karena Allah juga akan menghakimi manusia dengan firman-Nya (Lih. Wahyu 11:12).
Budi Asali menuliskan: ”Orang-orang percaya namanya tercantum dalam kitab kehidupan.[1] Hanya mereka yang akan masuk surga. Orang-orang yang tidak percaya akan dihakimi berdasarkan perbuatan mereka, dan mereka tidak mungkin bisa selamat. Tidak ada dosa dari orang-orang percaya yang akan dinyatakan pada hari pengakiman itu, karena semuanya telah dihapuskan oleh darah Kristus. Yang ada hanya perbuatan-perbuatan baik dari orang-orang percaya, dan itu dijadikan dasar untuk menentukan pahala orang-orang percaya itu di surga.”.

Penutup
Kita tidak boleh menghakimi sesama kita dengan motivasi menghina, memfitnah dan menjatuhkannya. Penghakiman dilakukan harus dengan adil, sesuai dengan fakta, berdasarkan kebenaran (Alkitab), dimotivasi untuk mencegah manusia semakin jatuh dalam dosa dan memuliakan Allah.
Lalu kita juga tidak boleh ”menghakimi” karena masalah-masalah sekunder karena Allah telah menerima orang yang percaya kepada Yesus Kristus, segala hal praktis kita lakukan hanya untuk Tuhan dan ingat kita juga bertanggung jawab atas diri kita di tahta pengadilan Allah.
Ecclesia Reformata semper Reformanda secundum Verbum Dei, Soli Deo Gloria


[1] Homer Hailey: Ini bukan betul-betul kitab-kitab secara hurufiah ... Kitab-kitab ini menyimbolkan catatan ilahi tentang kehidupan-kehidupan dan tindakan-tindakan dari semua orang yang pernah hidup. Pieters telah menyatakan dengan baik hal ini: ‘Kitab-kitab itu dengan jelas mewakili kemahatahuan Allah sang Hakim, bagi siapa tidak ada yang tak diketahui, dan oleh siapa tak ada yang dilupakan’ (hal 313), kecuali apa yang Ia kehendaki untuk dilupakan (Ibr 8:12).