
Dalam penulisan latar belakang ini akan menuliskan tentang historisitas
Injil Matius, yaitu: siapa penulis, penerima, waktu penulisan dan tujuan
penulisan. Selanjutnya membahas tentang Karakteristik Injil Matius yang
mencakup antara lain genre Injil Matius, struktur, ringkasan Injil Matius, tema mesianik, partikularitas
dan Universalitas, aspek gerejawi dan ajaran yang eskatologis. Kemudian
menuliskan tentang rumusan inti berita Injil Matius, keabsahan teks Injil
Matius baik dalam bahasa Yunani dan kanonisasi Injil Matius. Dan point terakhir
menuliskan garis besar Injil Matius.
A.
Historisitas Injil Matius
Dalam latar
belakang ini membahas tentang siapa penulis Injil Matius, penerima Injil
matius, waktu penulisan dan tujuan penulisan.
1. Penulis
Injil Matius ditulis oleh Matius seorang
pemungut cukai yang dipanggil menjadi murid Tuhan Yesus (Mat. 9:9, 10:3).[1]
Ola Tulluan menuliskan:
Gereja
mula-mula menganggap rasul Matius sebagai penulis Injil pertama itu. Seorang
Uskup di Hierapolis, yaitu Papias, menulis pada tahun 130 bahwa ”Matius telah
mencatat pengajaran-pengajaran Yesus.” Hal ini pula telah disinggung oleh
Eusebius (seorang ahli sejarah pada abad ke-3 dan ke-4). Menurut Ireneus (± 185
A.D) ”pengajaran-pengajaran” itu adalah Injil Matius. Demikian juga menurut
Tertulianus, Origenes dan Klement dari Alexandria. Secara tidak langsung Injil
itu sendiri mendukung pandangan ini. Hanya Injil Matius yang mengatakan:
”Matius, Pemungut Cukai” (Mat. 10:3, bd. Mrk. 3:13-19, Luk. 6:12-16). Hanya
seorang hamba Tuhan yang merendahkan diri, berani menyebut diri sebagai
pemungut cukai, karena para pemungut cukai sangat dibenci di Israel. Penulis
yang lain itu tidak mau menjelekkan temannya dengan menyebut hal itu secara
terus terang. Juga dalam daftar murid-murid itu (Mat. 10:3, Mrk. 3:13-19, Luk.
6:12-16) terdapat beberapa perbedaan antara ke-4 Injil. Dalam Injil Markus dan
Lukas, Matius disebut sebelum Tomas, sedangkan dalam Injil Matius sesudahnya.
Inipun adalah tanda atau bukti kerendahan hati dari si penulis sendiri.[2]
Jadi Ola Tulluan menyatakan bahwa dasar
kepenulisan Matius berdasarkan kesaksian eksternal yaitu Bapa-bapa Gereja dan
kesaksian internal yaitu Kitab Injil Matius sendiri. Mengenai kesaksian
internal Donald Guthrie juga menuliskan:
Setidaknya
tidak terlalu sulit untuk membayangkan Injil Matius dihasilkan oleh seorang
yang tadinya adalah pemungut cukai. Perlu diperhatikan bahwa dalam perdebatan
tentang membayar bea yang dicatat di semua Sinoptik, hanya Matius yang memakai
kata yang lebih tepat yaitu nomisma (nomisma, koin negara)
dan bukan kata yang lebih umum yaitu denarion (denarion).[3]
Jadi
berdasarkan data eksternal yaitu pengakuan Bapa-bapa Gereja Mula-mula dan data Internal
maka membuktikan bahwa Matius, Anak Alfeus, mantan pemungut cukai yang telah
menjadi murid Tuhan Yesus adalah penulis Injil Matius.
2. Penerima dan Tempat Penulisan
Donald Guthrie menyatakan bahwa untuk
tidak bersikap dogmatik dalam menentukan penerima dan tempat penerima, hal ini
karena ada banyak dugaan.[4]
Mengenai penerima dan tempat penulisan Ola Tulluan menuliskan bukti berdasarkan
model penulisan Injil Matius:
Matius
tidak menjelaskan arti dari adat-istiadat orang Yahudi. Seolah-olah ini sudah
diketahui oleh para Pembaca (15:2, 23:5). Kalau Kitab ini ditujukan kepada
orang-orang yang berlatar belakang agama-agama lain, maka ada istiadat orang
Yahudi harus diterangkan lebih dalam. Perlu diperhatikan bahwa Matius sering
mengutip atau menyinggung PL (Perjanjian Lama) tanpa penjelasan apapun. Ini
hanya mungkin untuk orang-orang yang telah mengenal isi PL itu (Bdg. Mat.
4:12-16)[5]
Jadi penerima Injil Matius adalah orang
Kristen Yahudi. John Balchim juga menuliskan bahwa pembaca Injil Matius adalah
orang Kristen Yahudi, sehingga Injil ini diberikan untuk meyakinkan orang
Yahudi lainnya bahwa Yesus adalah Mesias yang sudah lama dinanti-nantikan oleh
bangsa Yahudi.[6] Selanjutnya
untuk tempat penulisan Tulluan menuliskan:
”Kita
tidak tahu bahwa Kitab ini banyak dipakai oleh jemaat-jemaat di Siria, di mana
kebanyakan anggotanya adalah orang Yahudi. Jemaat yang paling tua dan yang
paling mempunyai pengaruh terhadap yang lain di daerah itu adalah jemaat di
Antiokhia. Oleh karena itu ada banyak ahli theologia yang berpendapat bahwa
Injil ini ditulis di Anthiokhia.”[7]
Pandangan tersebut juga didukung oleh
Donald Guthrie[8] dan M.E.
Duyverman[9]
yang menyatakan bahwa Injil Matius membutuhkan wadah yaitu dukungan jemaat dan
jemaat yang kuat adalah Anthiokhia. Jadi dari pendapat di atas penulisan Injil
Matius di Anthiokhia.
3. Waktu Penulisan
Waktu penulisan yang dimaksud adalah
waktu kapan Injil tersebut ditulis, Willi Marxsen dalam metode historis
kritisnya memberikan spekulasi waktu penulisan Injil Matius yaitu pada waktu penyerangan
pada tahun 70 M oleh jendral Titus.[10]
Namun pendapat berbeda diberikan oleh Ola Tulluan, berdasarkan analisis
internal Injil Matius, ia menuliskan:
Dalam
Matius 24:15 disebut tentang kejatuhan Yerusalem, tetapi dalam bentuk nubuat.
Tidak ada satu katapun tentang penggenapan nubuat itu. Hal itu menunjukkan
bahwa Injil Matius ditulis sebelum tahun 70 A.D. pada tahun itu Bait Allah
diruntuhkan oleh pasukan Romawi. Aneh sekali bilamana peristiwa itu sudah lewat
dan tidak disebut ataupun disinggung dalam Injil Matius yang mempunyai makna
khusus untuk orang Yahudi. Ireneus mengatakan bahwa Matius menulis Injilnya
“pada waktu Petrus dan Paulus mengabarkan Injil di Roma dan mendirikan jemaat
di sana”. Tetapi ada kemungkinan besar bahwa mereka berdua berada di Roma pada
waktu yang sama antara tahun 60-65. Kalau ini benar maka Injil Matius ditulis
antara tahun 60-65.[11]
Jadi berdasarkan analisa internal (Injil
Matius) dan kesaksian Bapa Gereja Ireneus maka waktu penulisan Injil Matius
yaitu sekitar tahun 60-65 M.
4. Tujuan Penulisan
Tujuan Matius menuliskan Injil ini
adalah untuk menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Yesus
menggenapi nubuat PL.[12]
Selanjutnya Ola Tulluan juga menambahkan tujuan penulisan Injil Matius, yaitu: Pertama, Matius mau menunjukkan bahwa
Yesus adalah Mesias yang dijanjikan dalam PL. Kedua, Injil Matius menyatakan Tuhan Yesus sebagai Raja. Ketiga, Matius ingin membela kebenaran
Injil terhadap serangan-serangan orang Yahudi. Keempat, menunjukkan universalitas misi dalam Amanat Agung.[13]
Selanjutnya dalam Intisari Alkitab PB menjelaskan tujuan Injil Matius ditulis:
1). Untuk menunjukkan hubungan antara
Yesus dengan Perjanjian Lama. 2). Untuk mencatat ajaran Kristus yang diberikan
secara luas pada para murid-Nya. 3). Untuk menjelaskan sikap apa yang
diharapkan Kristus dari Murid-murid-Nya. 4). Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh jemaat, misalnya mengenai kehidupan
masa muda Yesus dan kedatangan-Nya kembali. 5). Untuk menjelaskan tentang cara
mengelola gereja.[14]
Jadi penulisan Injil Matius ini memiliki
tujuan yang kompleks, yaitu sebagai penegasan penggenapan nubuat PL, sebagai
apologetika terhadap serangan pandangan Yudaisme dan sebagai pendorong gerakan
universalitas penginjilan.
B. Karakteristik Injil Matius
Karakteristik menunjukan sifat khas dari
Injil Matius. Karakteristik Injil Matius dapat dilihat dari genre Injil Matius, struktur, keringkasan
Injil Matius, tema Mesianik, prinsip Partkularisme dan Universalisme, Aspek
gerejawi dan daya tarik eskatologis dalam Injil Matius.
1. Genre Injil Matius
Istilah genre merupakan kata bahasa Ingggris yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia merupakan kata benda yang memiliki arti gaya, aliran dan
macam.[15]
Jadi jika membahas mengenai genre Injil Matius artinya menentukan Injil Matius
ini termasuk dalam karya sastra apa. Donald Guthrie menuliskan banyaknya
pendapat yang dikemukan tentang genre Kitab-kitab Injil, yaitu Injil sebagai
tulisan-tulisan biografi[16],
aretologi[17],
lektionari[18] dan
Midrash.[19]
M.D. Goulder yang dikutip oleh Donald
Guthrie menuliskan hasil studinya mengenai genre
Injil Matius, ia menyatakan Injil ini (Matius) dapat disesuaikan ke dalam
sistem lektionari Yahudi. Injil Matius dibagi ke dalam bagian-bagian yang
sesuai dengan pembacaan Perjanjian Lama yang ditetapkan untuk setiap minggunya.[20]
Namun pendapat berbeda diutarakan oleh Merrill C. Tenney, ia memasukan Kitab
Injil Matius ke dalam Kitab yang berisi sejarah.[21]
Selanjutnya dalam pembahasan secara spesifik mengenai Injil Matius Tenney juga
menuliskan sifat-sifat khusus dari Injil Matius yaitu Matius adalah Injil
pengajaran, Matius adalah Injil jemaat dan Matius adalah Injil Raja.[22]
Jadi dari penjelasan di atas menunjukkan
tidak ada indikasi kuat yang menyatakan genre
Injil Matius menujuk kepada konsep aretologi Yunani maupun konsep biografi yang
berhubungan dengan mitologi Yunani. Maka dapat disimpulkan bahwa genre sastra Injil Matius memiliki sifat pengajaran (didaktis),
historis dan leksionari.
2. Struktur
Struktur yang dimaksud ialah susunan teks
dalam Injil Matius.[23]
Philip Johnston menyatakan bahwa Injil Matius memiliki dua bagian struktur, hal
tersebut dijelaskan dari para pengikut-pengikut Yesus dalam Injil Matius yang
akhirnya mengetahui bahwa Dia adalah Sang Mesias. Ia juga menjelaskan bahwa
Injil Matius lebih banyak memuat perkataan dan pengajaran Yesus dari pada Injil
Markus.[24]
Pernyataan Johston tersebut semakin
jelas ketika mengamati penjelasan Ola Tulluan. Ia memberikan komentar mengenai
susunan dalam Injil Matius sebagai berikut:
Injil Matius
disusun di sekitar 5 khotbah besar. Kelima khotbah itu ialah: 1). Khotbah di
Bukit (5:1 – 7:27), 2). Pengutusan kedua belas rasul (10:1 - 42), 3).
Perumpaan-perumpamaan (13:1 - 52), 4). Khotbah tentang jemaat Allah (18:1 - 53)
dan 5). Khotbah tentang akhir zaman.[25]
Jadi struktur yang terbentuk dalam Injil
Matius berdasarkan dari pengajaran-pengajaran Yesus Kristus. Namun fokus
berbeda diberikan John Drane dalam menuliskan struktur Injil Matius:
Perhatian utama
Matius adalah untuk menunjukkan Yesus adalah Anak Allah dan Mesias, dan bahawa
Kitab Injil disusun menurut pokok sekeliling tema itu: 1). Pribadi Yesus
sebagai Mesias dan Anak Allah (Mat. 1:1-4:16). 2). Pemberitaan berita Yesus
(Mat. 4:17 – 16:20). 3). Penderitaan, kematian dan kebangkitan Mesias dan Anak
Allah (Mat. 16:21 – 28:20) [26]
Jadi dengan demikian struktur Injil
Matius tidak disusun menurut urutan waktu karena penekanan kepada pengajaran
(khotbah) dan terfokus menunjukkan Yesus adalah Anak Allah dan Mesias.
3. Ringkasan
Injil Matius
Dalam Injil Matius banyak peristiwa yang
terjadi ditulis dengan ringkas. Sehingga memudahkan pembaca untuk menemukan
inti tulisan dari Injil Matius, sehingga dengan demikian Injil ini telah sering
dipakai dan dijadikan liturgi Gereja mula-mula.[27]
Ola Tulluan menyatakan ringkasan Injil Matius tentang Yesus Kristus Raja orang
Yahudi diperkenalkan dalam Kitab Injil Matius.[28]
Dalam Injil Matius juga menuliskan
hal-hal yang khusus tentang Yesus Kristus yang tidak terdapat dalam Kitab-kitab
Injil lainnya.[29] Selanjutnya
Balchim juga menambahkan bahwa ”Injil Matius sangat teratur. Bagian-bagian
tentang ajaran Yesus disisipkan di antara penjelasan-penjelasan tentang
kegiatan-kegiatan-Nya”.[30]
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Philip Johnston yang menyatakan bahwa Matius
mengatur laporannya ke dalam lima bagian pengajaran yang dibubuhi dengan
kisah-kisah penyembuhan Yesus.[31]
Dari penjelasan di atas maka Injil
Matius menuliskan dengan ringkas tentang kehidupan, pengajaran dan pelayanan
Yesus dengan teratur sehingga mudah dimengerti oleh pembaca. Ringkasan Injil
Matius juga terlihat dari banyaknya ayat-ayat PL yang dikutip tanpa penjelasan
yang panjang.
4. Tema Mesianik
Tema dalam Injil Matius dapat kita
pahami berdasarkan dari teks Injil tersebut. Stanley D. Toussaint menyatakan
bahwa Matius menangkap pengharapan Mesianik dan eskspetasi orang Yahudi. Ia
memberikan petunjuk kepada pembacanya bahwa Mesias sejati, Anak Daud, benar
telah datang.[32] Senada
dengan itu Ola Tulluan menuliskan Injil Matius menekankan tentang ”Yesus
Kristus Raja orang Yahudi”.[33]
Namun Drane menambahkan:
Matius
menekankan Perjanjian Lama secara khusus. Kehidupan dan pengajaran Yesus
disajikan sebagai penggenapan janji-janji yang dibuat Allah kepada Israel. Hal
ini dinyatakan bukan hanya secara umum, Yesus adalah ”anak Daud”, tetapi lebih
sering dengan rujukan khusus nats-nats Perjanjian Lama. Umpamanya, ketika
Matius menceritakan tentang kembalinya Yesus dari Mesir sebagai seorang anak
kecil ke negeri asalnya, ia mengutip pernyataan Hosea tentang pengungsian
Israel dari Mesir: ”Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku” (Mat. 2:15; Hos. 11:1).[34]
Merrill
J. Tenney menegaskan konsep yang sama dengan Drane, ia menyatakan tema dari
Injil Matius dinyatakan pada kata-kata pembukaannya: ”Silsilah Yesus Kristus,
anak Daud, anak Abraham” (Matius 1:1).[35]
Abraham Park juga menyoroti bagian silsilah sebagai point penting dalam
memahami Injil Matius.[36]
Menurut Guthrie wajar jika orang Kristen mula-mula amat tertarik pada nubuat-nubuat
Perjanjian Lama yang digenapi dalam Yesus Kristus, dan Injil Matius cukup
banyak mencatat hal tersebut,[37]
sehingga tema mesianik sangat kental dalam Injil Matius.
Dari
penjelasan di atas menunjukkan bahwa penjelasan tentang Yesus sebagai Mesias
ditunjukkan baik dalam pelayanan, pengajaran dan kehidupan Yesus. Jadi banyak
teks dalam Injil Matius diarahkan kepada Yesus Kristus sebagai Mesias yang
dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Dengan demikian menunjukkan bahwa dalam
Injil Matius sangat jelas menuliskan tema Mesianik.
5. Partikularitas
dan Universalitas
Istilah Partikular dalam konteks Alkitab
sering dipahami sebagai sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi/kelompok
di atas kepentingan umum yaitu tekanannya pada bangsa Israel.[38]
Partikularisme dalam Injil Matius terlihat dari tujuan penulisan Injil tersebut
ditujukan kepada orang Yahudi yang percaya. Namun isi Injil Matius sendiri
menunjukkan sifat universalitasnya[39]
di mana dalam Amanat Agung (Mat. 28:18-20) menunjukkan bahwa kabar baik
diberitakan secara universal kepada semua suku dan bangsa.
Donal Guthrie menyetujui adanya sifat
pertikularisme dan universalisme dalam Injil Matius.[40]
Selanjutnya mengenai adanya gambaran partikularisme dan universalisme dalam
Injil Matius ditegaskan juga oleh John Drane, ia menuliskan:
Di
dalam Matiuslah kita menemukan kecaman yang paling pedas tentang kemunafikan
orang Farisi (Mat. 23:1-36), dan ada sejumlah indikasi bahwa masa Israel
sebagai umat Allah telah berlalu (Mat. 8:10-12; 21:43). Hal ini diimbangi
dengan penekanan yang menonjol terhadap pelayanan misioner jemaat. Hal itu
menjadi sangat eksplisit dalam amanat misioner besar yang diberikan Yesus
kepada murid-murid-Nya pada akhir Kitab Injil ini (Mat. 28:16-20).[41]
Jadi secara partikularisme konteks Injil
yang khusus bagi orang Yahudi dan Universalisme menunjukkan bahwa Injil
tersebut memiliki sifat yang Universal.
6. Aspek
Gerejawi
Dari keempat Injil, hanya Injil Matius
yang mencatat pengajaran khusus tentang gereja.[42]
Paul Enns dalam pembahasannya mengenai ekklesiologi (doktrin gereja)
menjelaskan Di Kitab Injil istilah ekklesia
hanya muncul dua kali di matius 16:18 dan 18:17.[43]
Merrli C. Tenney dalam pembahasannya mengenai sifat-sifat khusus Injil Matius
juga menuliskan bahwa Matius adalah Injil Jemaat. Ia menuliskan:
Injil Matius
adalah satu-satunya Injil yang memunculkan kata ”jemaat” (16:18; 18:17). Kedua
ayat ini diucapkan oleh Yesus, yang menunjukkan bahwa Ia mempunyai gagasan yang
pasti tentang gereja sebagai suatu lembaga yang akan datang.[44]
Mengenai dasar gereja yang dinyatakan
dalam Matius 16:18 jelas menunjuk kepada Yesus Kristus. Meskipun timbul
penafsiran lain yang menyatakan bahwa dasar gereja adalah Petrus.[45]
Oleh karena itu aspek gerejawi menjadi unik karena Yesus adalah dasarnya.
Prinsip tersebut juga ditegaskan oleh Donald Guthrie, ia menyatakan bahwa kata
Ekklesia (ekklhsia) keluar dari mulut Yesus sendiri, serta ungkapan
bertemunya dua tiga orang di dalam nama Kristus (Mat. 18:20) dan Gereja harus
memuridkan segala bangsa dan membaptiskan para murid di dalam Nama Tritunggal,
mengajarkan semua perintah Yesus serta janji penyertaan sampai akhir zaman
(Mat. 28:19-20).[46]
Berdasarkan penjelasan di atas
menunjukkan bahwa hanya di dalam Injil Matius Tuhan Yesus memberikan adanya
konsep jemaat atau gereja bagi orang yang percaya. Jadi konsep tentang gereja merupakan ajaran
yang unik dalam Injil Matius, karena secara literal dan eksplisit hanya terdapat
dalam Injil Matius.
7. Ajaran Yang Eskatologis
Injil Matius memberikan catatan mengenai
hal-hal yang bersifat eskatologis. Donald Guthrie menjelaskan:
Matius
tidak membatasi catatan eskatologisnya pada materi pembahasan di pasal 24-25,
karena unsur-unsur ini muncul di beberapa perumpaan yang hanya tercatat dalam
Injilnya. Penafsiran akan perumpaan lalang (13:36 dst.), kesimpulan dari
perumpaan sepuluh anak dara (25:13) dan perumpaan talenta (25:30), yang begitu
berfokus pada akhir zaman, menjadi ciri khas Matius.[47]
Philip Johnston juga menuliskan adanya
muata esaktologis dalam ajaran Injil Matius, ia menuliskan:
Cara Yesus
memakai perumpamaan untuk melukiskan bagaimana kerajaan Allah akan bertumbuh,
dan bagaimana hal itu akan berujung pada suatu penghukuman terakhir, di mana
mereka yang menolak masuk ke dalam kerajaan itu tidak mendapat bagian dari
berkat-berkatnya dan akan menderita kerugian yang tak terkira (pasal 13).[48]
Pernyataan Johnston tersbut juga
didukung oleh Tenney, ia menuliskan:
Mulai
dari bagian keempat Injil Matius (11:2 – 13:53) cerita perumpamaan banyak
dipakai. Tidak semuanya terdapat dalam bagian ini, tetapi kumpulan kisah
perumpamaan yang terbanyak terdapat dalam pasal ketiga belas ini. Dalam
gambaran yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari, mereka melukiskan sifat dan
program kerajaan surga, terutama yang berhubungan dengan masa yang akan datang.[49]
Berdasarkan penjelasan di atas maka
jelaslah bahwa dalam Injil Matius banyak membicarakan tentang hal-hal
eskatologis yang berkaitan tentang akhir zaman dan kedatangan Tuhan Yesus yang
banyak disampaikan Yesus melalui perumpamaan.
C. Rumusan Inti Berita
Injil Matius
Dalam rumusan inti berita kita akan melihat
hal utama (mayor) yang menjadi inti pembahasan dalam Injil Matius. Ola Tulluan
menuliskan dengan jelas mengenai hal tersebut:
a). Kalimat pertama menjelaskan tentang
tujuan si penulis: ”inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham”
(Mat. 1:1). Matius mau menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan
dalam PL. Oleh karena itu dikatakan ”anak Daud, anak Abraham”. Seolah-olah
Matius menekankan bahwa tidak usah lagi orang Yahudi menantikan kedatangan
Mesias untuk melepaskan mereka dari kesesakan. Di dalam Yesus Kristus, Mesias
itu sudah datang. Yesus Kristus telah menggenapi segala janji Allah mulai
dengan Abraham. ”Seluruh Inji Matius menitikberatkan bahwa hidup Yesus Kristus
tertuju kepada menggenapi Firman Tuhan dalam Perjanjian Lama (2:17-18, 3:15,
4:14, 5:17 dst.). Ada lebih 60 kutipan dari PL. Jumlah ini lebih besar daripada
jumlah kutipan dalam Kitab-Kitab Injil yang lain. Hal ini dikuatkan mengingat
bahwa Matiuslah yang paling banyak memakai istilah ”genaplah” (Bd. 1:22, 2:15,
17, 23, 4:14, 26:54, 56 dst).”
b). Injil Matius menyatakan Tuhan Yesus
sebagai Raja. Oleh sebab itu Injil ini mulai dengan ”Kuasa Allah” yang
diberikan kepada Yesus. Hal ini nampak dalam istilah ”anak Daud”. Dalam
pengertian orang Yahudi raja daud adalah lambang kekuasaan. Kitab Matius juga
diakhiri dengan perkataan tentang kuasa Yesus, yaitu Amanat Agung (Mat. 28:18).
c). Ada tujuan lain, yaitu bahwa Injil
Matius ingin membela kebenaran Injil terhadap serangan-serangan orang Yahudi.
Seluruh Injil ini berbau anti agama Yahudi. (Mat. 5:20, 22:1-14, 23:1-36 dst).
bahwa pembelaan ini adalah terhadap orang-orang Yahudi menjadi jelas dalam
beberapa istilah yang dipakai.
i). Kerajaan Surga. Dalam Kitab-kitab
Injil yang lain disebut ”Kerajaan Allah”. Seorang Yahudi tidak bisa memakai
nama Allah (Yahwe). Nama Allah itu terlalu suci sifatnya, sehingga tidak boleh
disebut. Oleh karena itu Matius memakai istilah ”Kerajaan Surga”.
ii). Hanya Matius yang mengatakan: ”Aku
diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari Umat israel” (Mat. 15:24). Hal
inipun menggarisbawahi bahawa latar belakang para pembaca adalah agama Yahudi.
d). Walaupun Inji Matius diwarnai oleh
latar belakang Yahudi, hal itu tidak berarti bahwa skopusnya sempit. Matiuslah
yang menyinggung orang-orang Majus dari Timur (2:1 dst), dan yang menyampaikan
perintah Yesus untuk memberitakan Injil secara Unviersalisme sampai ke ujung
bumi (Mat. 28:18-20).
e). Satu-satunya Kitab Injil yang
menyebut akan jemaat Kristen secara langsung adalah Injil Matius (16:18, 18:17,
dst.) Menurut Matius jemaat ini akan didirikan atas pekabaran Injil, baptisan
dan penggembalaan. (bd. 28:18-20): ”jadikanlah murid-Ku, baptislah, ajarlah”.
[50]
Jadi inti berita dalam Injil Matius
tentang penggenapan Yesus adalah Mesias yang dijanjikan dalam PL, Yesus sebagai
Raja, apologetika terhadap ajaran-ajaran Yudaisme, konteks partikular dan
universal dan tentang konsep gereja.
D. Keabsahan
Teks Injil Matius
Keabsahan teks Injil Matius perlu untuk
dipaparkan, agar memberikan keyakinan bahwa apa yang dibahas betul-betul sebuah
dokumen yang bukan hanya sekedar tulisan historis tetapi juga bernilai teologis
sebagai Firman Allah. Oleh karena itu pada bagian ini akan membahas mengenai
keabsahan teks Injil Matius dalam bahasa Yunani dan fakta kanonisasi Injil
Matius.
1. Injil Matius
ditulis dalam Bahasa Yunani
Meskipun banyak padangan yang menyatakan
bahwa Injil Matius ditulis dalam bahasa Aramik dan Ibrani[51],
mengenai hal tersebut Merrill C. Tenney menuliskan:
Tradisi
yang mengatakan bahwa aslinya Injil ini tertulis dalam bahasa Aram tidak
menutup kemungkinan bahwa penulis ini kemudian menerbitkannya dalam bahasa
Yunani yang segera mengalahkan popularitas Kitab yang pertama-tulisan
sebelumnya.[52]
Jadi menurut Tenney ada kemungkinan
Injil Matius pernah ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aramik tetapi kemudian
digantikan dengan bahasa Yunani oleh Matius sendiri. Samuel Benyamin Hakh dalam
bukunya Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya menolak
pemahaman dari Tenney, ia menuliskan:
Papias,
seorang Bapa Gereja, melaporkan bahwa Injil ini ditulis oleh Matius murid Yesus
dalam dialek Bahasa Ibrani, kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Yunani.
Namun demikian, laporan Papias ini sulit diterima. Ada dua alasan yang dapat
dikemukakan. Pertama, tidaklah
mungkin seorang saksi mata seperti matius, yang mengalami pelayanan Yesus,
menjadikan tulisan dari Markus, seorang yang bukan saksi mata sebagai dasar
tulisannya. Kedua, perubahan nama
dari Lewi dalam markus 2:14 menjadi Matius dalam Matius 9:9, secara jelas
mencerminkan suatu proses penulisan yang bukan berasal dari saksi mata.
Perubahan yang sama juga dilakukan oleh Matius pada penggatian nama Salome
dalam Markus 15:40 menjadi ibu anak-anak Zebedeus dalam Matius 27:56.[53]
Jadi Injil Matius tetap dituliskan dalam
huruf Yunani. Pendapat tersebut juga ditegaskan oleh seorang Sekretaris Lembaga
Alkitab di Belanda seksi penerjemahan bernama M.E. Duyverman menyatakan:
Kitab
Perjanjian Baru – anggapan ini umum diterima sekarang – ditulis mula-mula dalam
bahasa Yunani... agaknya Yesus juga berbicara bahasa Yunani (percakapan dengan
Pilatus: Yoh. 18:33, dst.), tetapi bahasa ibu mereka zaman itu ialah bahasa
Aram. Bekas-bekasnya masih terdapat di sana-sini dalam Perjanjian Baru,
misalnya: ”Rabuni” (Yoh. 20:16). ”Talita kum” (Mrk. 5:41), ”Maranatha” (1Kor.
16:22), ”Abba” (Gal. 4:6).[54]
Jadi menurut Duyverman Injil tetap
ditulis dalam bahasa Yunani, meskipun bahasa Aram menjadi bahasa keseharian
dalam kehidupan pelayanan Yesus. Hal tersebut juga diakui oleh tim penerjemah
Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia yang juga menyatakan bahwa meskipun Yesus
berbicara dalam bahasa Aram, kitab-kitab Injil ditulis dalam bahasa Yunani.[55]
Selanjutnya Adina Chapman menyatakan bahwa bahasa Yunani merupakan bahasa
universal pada saat penulisan Injil dan Yesus juga menggunakan terjemahan
Septuaginta (Kitab-kitab PL dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan ke bahasa
Yunani).[56] Menegaskan
hal tersebut Philip Johnston menyatakan bahwa Kitab-kitab Injil itu aslinya
ditulis dalam bahasa Yunani,[57]
dan bahasa Yunani sebanyak dalam Injil Matius sebanyak 18.300 kata.[58]
Maka dengan demikian sangat jelas bahwa Injil Matius yang pertama kali ditulis
dalam bahasa Yunani.
2. Kanonisasi
Injil Matius
Kanonisasi
berasal dari kata kanon yang artinya pengukur. Kanonisasi Kitab-kitab Perjanjian Baru tidak lepas dari
karya Roh Kudus, seperti yang dikatakan oleh F.F. Bruce:
Biasanya iman Kristen yang historis
mengatakan bahwa Roh Kudus yang memimpin penulis masing-masing kitab, Dia juga
yang memimpin seleksi dan pengumpulannya, jadi melanjutkan pemenuhan janji
Tuhan bahwa Ia akan memimpin murid-murid-Nya dalam segala kebenaran. Bagaimana
pun juga, ini merupakan sesuatu yang harus disingkapkan oleh penglihatan
rohani, dan bukan oleh penelitian historis.[59]
Kanonisasi
terjadi pada tahun 397 pada konsili Karthago. Pada waktu itu ke – 66 Kitab (39
– PL dan 27 - PB) disahkan sebagai totalitas Firman Allah, dan pada abad ke 17
ke 66 Kitab ini diakui secara tidak meragukan oleh Sidang Gereja (Konsili)
Westminster.[60]
Selanjutnya W. Gary Crampton menuliskan kualifikasi dalam kanonisasi
Kitab-Kitab Perjanjian Baru sama dengan kualifikasi kanon Perjanjian Lama, ia
menuliskan:
Perjanjian
Lama diterima karena: 1). Kepenulisannya bersifat kenabian, 2). Penerimaan oleh
orang/agama Yahudi (secara historis), dan 3) konsistensi doktrin dalam
keseluruhan Perjanjian Lama. Kriteria untuk Perjanjian Baru juga sama: 1)
kepenulisannya bersifat kerasulan, 2). Penerimaan oleh Gereja mula-mula, dan
3). Konsistensi doktrin dengan keselarasan Alkitab.[61]
Mengenai teks Kitab-kitab PB, Philip Johnston juga menuliskan mengenai bukti tekstual Alkitab PB:
Bukti naskah untuk Alkitab PB lebih banyak ketimbang Alkitab PL, yaitu meliputi lebih dari 5.000 naskah dalam bahasa Yunani. Kebanyakan naskah tersebut berupa fragmen, memuat bagian-bagian dari Alkitab PB (misalnya, Kitab-Kitab Injil dan Surat-surat kiriman). Naskah-naskah tertua (abad ke – 2 sampai ke - 7) terbuat dari papirus, bahan semacam kertas dari alang-alang yang tumbuh di Mesir. Yang masih bertahan kurang lebih 100 papirus. Sebagaian besar naskah yang ada terbuat dari perkamen atau kulit binatang. Semua naskah itu memiliki dua gaya penulisan. Yang lebih tua menggunakan unsial, mirip dengan huruf-huruf besar, yang ditulis pada abad ke – 4 sampai ke – 9. Yang belakangan menggunakan miniskul, huruf-huruf miring yang mirip dengan huruf kecil, yang ditulis pada abad ke – 9 dan seterusnya. Ada sekitar 300 naskah unsial dan 3.000 naskah miniskul. Selain itu, ada lebih dari 2.000 lektionar, yaitu buku bacaan jemaat yang terdiri dari bacaan liturgi pilihan untuk kalender gerejawi. Lektionar ini ditulis pada abad ke – 9 sampai ke – 14.[62]
Dari tulisan di atas jelas bahwa keabsahan Kitab-kitab Injil tidak diragukan karena banyaknya bukti naskah-naskah kuno ditemukan. Selanjutnya ia juga menuliskan uji sejarah untuk kanonisasi PB sebagai berikut:
1). Rasul-rasul sebagai sumber. Apakah kitab itu menunjukkan bukti otoritas ilahi? Yesus memberikan amanat kepada rasul-rasul-Nya untuk memberitakan pesan-Nya yang penuh kuasa, Ketika menilai Kitab-kitab untuk kanonisasi, gereja mula-mula sangat menekankan pada otoritas rasuli, bahkan kitab-kitab yang tidak ditulis langsung oelh seorang rasul (misalnya Injil Markus dan Injil Lukas) diakui memiliki otoritas rasuli karena para penulisnya mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan para rasul.
2). Konsistensi
teologis dengan tulisan Alkitab yang lain: ketetapan iman. Karena Allah adalah
Tuhan kebenaran, penyataan yang baru tidak mungkin bertentangan denagn
penyataan sebelumnya, tetapi akan selaras dengan bentuk tradisi yang diturunkan
oleh komunitas iman yang autentik.
3). Pengakuan
oleh komunitas yang dipenuhi Roh. Meskipun ujian ini tidak menolak
perbedaan-perbedaan pendapat atau memperdebatkan tentang kanonisasi, pada
saatnya gereja telah mengakui kehadiran Roh Kudus dalam tulisan-tulisan yang
benar-benar diilhamkan.
4). Kuasa yang
mengubahkan. Apakah karya itu memperlihatkan kuasa Allah yang mengubah
kehidupan? Firman Allah dikenal dari kemampuannya yang hidup dan dinamis untuk
memperbaharui dan memulihkan kehidupan orang (Ibr. 4:12)[63]
Dalam 66 Kitab yang telah disahkan dalam
kanon, Kitab Injil Matius jarang mendapatkan kesangsian. Banyak Theolog tidak
membuat kesangsian terhadap Kitab Injil Matius begitu juga para Reformartor
baik Marthin Luther dan Calvin tidak memberikan keberatan terhadap Kitab Injil
Matius dalam Perjanjian Baru.[64]
Jadi dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa teks Injil Matius tidak diragukan keabsahannya dalam
tulisan-tulisan kanonik. Dengan demikian tidak ada keraguan untuk memegang
teguh pesan-pesan dalam Kitab Injil Matius.
E. GARIS BESAR INJIL MATIUS
Garis
besar Injil Matius diperlukan untuk memudahkan memahami pembahasan keseluruhan
dalam Injil Matius. Mengenai hal tersebut Donald Guthrie menuliskan:
I.
KISAH KELAHIRAN TUHAN YESUS (1:1-2:23)
a. Silsilah (1:1-17)
b. Kelahiran Yesus (1:18-25)
c. Kunjungan orang Majus (2:1-12)
d. Penyingkiran dan kembalinya keluarga Yesus dari Mesir
(2:13-23)
II.
PERSIAPAN UNTUK PELAYANAN (3:1-4:11)
a. Misi Yohanes Pembaptis (3:1-12)
b. Baptisan Yesus (3:13-17)
c. Pencobaan di padang gurun (4:1-11)
III.
PELAYANAN DI GALILEA (2:12-25)
a. Permulaan pelayanan (4:12-17)
b. Pemanggilan murid-murid pertama (4:18-22)
c. Perjalanan pengajaran di Galilea (4:23-25)
IV.
BAGIAN DISKURSUS I: KHOTBAH DI BUKIT
(5:1-7:29)
a. Pengantar (5:1-2)
b. Ucapan Bahagia (5:3-23)
c. Garam dan terang dunia (5:13-16)
d. Sikap Yesus terhadap Hukum Taurat (5:17-48)
e. Pengajaran akan praktik agamawi (6:1-7:27)
f. Reaksi pendengar (7:28-29)
V.
NARASI (8:1-9:34)
a. Penyembuhan orang kusta, hamba seorang perwira, ibu
mertua Petrus dan banyak orang lain (8:1-17)
b. Ujian bagi dua orang murid (8:18-22)
c. Peredaan badai (8:23-27)
d. Penyembuhan orang kerasukan dan orang lumpuh (8:28-9:8)
e. Matius dipanggil (9:9-13)
f. Hal berpuasa (9:14-17)
g. Penyembuhan anak kepala rumah ibadat, perempuan yang
sakit pendarahan, dua orang buta, dan seorang bisu yang kerasukan setan (9:18-34)
VI.
BAGIAN DISKURSUS II: DISKURSUS PENGUTUSAN
(9:35-10:42)
a. Belas kasihan Yesus (9:35-38)
b. Para murid dipanggil (10:1-15)
c. Peringatan terhadap aniaya yang akan datang (10:16-25)
d. Dorongan agar tidak takut (10:26-33)
e. Peringatan tentang pemisahan dalam rumah tangga
(10:34-39)
f. Janji pemberian upah (10:40-42)
VII.
NARASI (11:1-12:50)
a. Yesus mengajar di Galilea (11:1)
b. Pertanyaan Yohanes Pembaptis (11:2-6)
c. Kesaksian Yesus tentang Yohanes (11:7-15)
d. Penilaian Yesus akan generasi-Nya (11:16-19)
e. Yesus mengecam beberapa kota (11:20-24)
f. Yesus mengucap syukur kepada Allah (11:25-27) dan
mengundang yang lesu dan berbeban berat (11:28-30)
g. Sabat di ladang gandum (12:1-8)
h. Penyembuhan di Sinagoge (12:9-14)
i.
Penyembuhan orang banyak (12:15-21)
j.
Kritik orang Farisi dan jawaban Yesus
(12:22-37)
k. Pencari tanda dan tanda Yunus (12:38-42)
l.
Kembalinya roh jahat (12:43-45)
m. Sanak saudara Yesus yang sejati (12:46-50)
VIII. BAGIAN DISKURSUS III: PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN KERAJAAN
ALLAH (13:1-52)
a. Penabur dan benih (13:1-52)
b. Alasan bagi pemakaian perumpaan (13:10-15) dan posisi
istimewa para murid (13:16-17)
c. Penjelasan perumpamaan pertama (13:18-23)
d. Lalang dan gandum (13:24-30)
e. Biji sesawi dan ragi (13:31-33)
f. Dukungan Perjanjian Lama bagi pemakaian perumpaan
(13:34-35)
g. Penjelasan perumpamaan lalang dan gandum (13:36-43)
h. Harta terpendam, mutiara berharga, dan pukat (13:44-51)
i.
Ahli Taurat yang mengetahui tentang Kerajaan
(13:52)
IX.
NARASI (13:53-17:27)
a. Yesus ditolak di Nazaret (13:53-58)
b. Kematian Yohanes Pembaptis (14:1-12)
c. Mujizat: lima ribu orang diberi makan; berjalan di atas
air; penyembuhan di Genesaret (14:13-36)
d. Adat istiadat para tua-tua (15:1-20)
e. Mujizat lain: orang yang kerasukan setan di daerah Tirus
dan Sidon; penyembuhan orang banyak; empat ribu orang diberi makan (15:21-39)
f. Orang Farisi menuntut tanda (16:1-4)
g. Diskursus tentang ragi (16:5-12)
h. Pengakuan Petrus di Kaisarea Filipi (16:13-20)
i.
Pemberitahuan pertama tentang penderitaan
Yesus (16:21-23) dan pemberitahuan tentang penderitaan para murid (16:24-28)
j.
Pemuliaan dan ucapan tentang Elia (17:1-13)
k. Penyembuhan anak muda yang sakit ayan (17:22-23)
l.
Pembicaraan tentang bea Bait Allah (17:24-27)
X.
BAGIAN DISKURSUS IV: BERBAGAI-BAGAI UCAPAN
(18:1-35)
a. Pertanyaan tebntang siapa yang terbesar (18:1-5)
b. Tanggung jawab karena membuat orang lain tersandung
(18:6-10)
c. Contoh domba yang hilang (18:11-14)
d. Teguran dan rekonsiliasi (18:15-22)
e. Perumpamaan hamba yang tidak berbelaskasihan (18:23-35)
XI.
NARASI : PERIODE YUDEA (19:1-22:46)
a. Yesus pergi ke Yudea (19:1-2)
b. Soal pernikahan dan perceraian (19:3-12)
c. Yesus memberkati anak-anak (19:13-15)
d. Anak muda yang kaya datang kepada Yesus (19:16-22)
e. Komentar Yesus tentang kekayaan dan upah (19:23-30)
f. Perumpamaan tentang para pekerja di Kebun Anggur
(20:1-16)
g. Pemberitahuan tentang penderitaan Yesus (20:17-19)
h. Istri Zebedeus meminta tempat terhormat bagi kedua
anaknya (20:20-28)
i.
Penyembuhan dua orang buta (20:29-34)
j.
Masuk ke Yerusalem (21:1-11)
k. Penyucian Bait Allah (21:12-17)
l.
Kontroversi di pelataran Bait Allah
(21:23-22:46)
XII.
BAGIAN DISKURSUS V: PENGAJARAN ESKATOLOGI
(23:1-25:46)
a. Kecaman kepada orang Farisi (23:1-36)
b. Ratapan terhadap Yerusalem (23:37-39)
c. Diskursus apokaliptik (24:1-25:46)
XIII. NARASI PENDERITAAN DAN KEBANGKITAN (26:1-28:20)
a. Persiapan (26:1-19)
b. Pemberitahuan tentang pengkhianatan (26:20-25)
c. Perjamuan terakhir (26:26-29)
d. Pemberitahuan tentang penyangkalan Petrus (26:30-35)
e. Di getsemani (26:36-46)
f. Penahanan, peradilan, dan penyaliban (26:47-27:56)
g. Penguburan (27:57-66)
h. Kebangkitan, pemunculan, dan mandat perpisahan (28:1-20)[65]
Jadi
Guthrie menyusun garis besar berdasarkan diskursus dan narasi dalam Injil
Matius. Selanjutnya Ola Tulluan memberikan konsep yang berbeda mengenai garis
besar Injil Matius, ia menuliskan:
PENDAHULUAN
a. Silsilah (1:1-17)
b. Kelahiran (1:18-2:23)
c. Baptisan (3:1-17)
d. Pencobaan (4:1-11)
I. PELAYANAN TUHAN YESUS DI GALILEA
a. Pendahuluan (4:12-25)
b. Pengajaran: Khotbah di Bukit (5:1-7:27)
c. Pekerjaan: 10 macam tanda mujizat (8:1-9:38)
d. Pengajaran: Khotbah pengutusan (10:1-42)
e. Berita pelayanan Tuhan Yesus (11:1-12:50)
f. Pengajaran: perumpamaan-perumpamaan (13:1-52)
g. Berita pelayanan Tuhan Yesus (13:53-17:27)
h. Pengajaran: Tentang jemaat Allah (18:1-35)
II. PELAYANAN TUHAN YESUS DI YUDEA
a. Berita pelayanan Tuhan Yesus (19:1-22:46)
b. Pengajaran: tentang akhir zaman (23:1-25:46)
c. Penyaliban Yesus (26:1-27:66)
d. Kebangkitan Yesus (28:1-15)
e. Perintah untuk memberitakan Injil (28:16-20)[66]
Jadi Tulluan merumuskan garis besarnya dengan berfokus
pada konteks pelayanan Tuhan Yesus. Hal serupa juga ditulisakn oleh Homer A.
Kent, namun ia membuat pemisahan tersendiri antara kesengsaraan Yesus dan
Kebangkitan-Nya. Berikut susunan garis besarnya:
I.
Kelahiran dan Masa Kecil Yesus Kristus
(1:1-2:23)
A. Silsilah Kristus (1:1-17)
B. Kelahiran Kristus (1:18-25)
C. Kunjungan Orang Majus (2:1-12)
D. Penyingkiran ke Mesir dan Pembunuhan Anak-anak (2:13-18)
E. Tinggal di Nazaret (2:19-23)
II.
Awal Pelayanan Yesus Kristus (3:1-4:11)
A. Pendahulu Kristus (3:1-12)
B. Baptisan Kristus (3:12-17)
C. Pencobaan yang dialami Kristus (4:1-11)
III.
Pelayanan Yesus Kristus (4:12-25:46)
A. Di Galilea (4:12-18:35)
1. Penetapan untuk tinggal di Kapernaum (4:12-17)
2. Panggilan Atas Empat Murid (4:18-22)
3. Ulasan Umum Mengenai Pelayanan di Galilea (4:23-25)
4. Khotbah di Bukit (5:1-7:29)
5. Sepuluh Mukjizat dan Berbagai Peristiwa Terkait
(8:1-9:38)
6. Misi Kedua Belas Murid (10:1-42)
7. Jawaban Yesus kepada Yohanes dan Khotbah yang Bertalian
11:1-30
8. Pertentangan dari Golongan Farisi (12:1-50)
9. Serangkaian Perumpamaan Tentang Kerajaan Allah (13:1-58)
10. Penyingkiran Yesus Setelah Kepala Yohanes Dipenggal
(14:1-36)
11. Pertentangan mengenai Adat Istiadat dengan Orang Farisi
(15:1-20)
12. Menyingkir ke Fenisia dan Penyembuhan Putri Seorang
Perempuan Kanaan (15:21-28)
13. Kembali ke Danau Galilea dan Mengadakan Mukjizat
(15:29-38)
14. Pertentangan Baru dengan Orang Farisi dan Saduki
(15:39-16:4)
15. Kepergian Yesus ke Wilayah Kaisarea, Filipi (16:5-17:23)
16. Pengajaran kepada Kedua Belas Murid di Kapernaum
(17:24-18:35)
B. Daerah Seberang Sungai Yordan (Perea) 19:1-20:16
1. Pengajaran Tentang Perceraian (19:1-12)
2. Yesus memberkati Anak-anak (19:13-15)
3. Wawancara dengan Orang Muda yang Kaya (19:16-30)
4. Perumpamaan Tentang Para pekerja di Kebun Anggur
(20:1-16)
C. Di Yudea (20:17-34)
1. Pemberitahuan Lain Mengenai Kematian dan Kebangkitan
Kristus (20:17-19)
2. Permohonan Ambisius Putra-putra Zebedeus (20:20-28)
3. Penyembuhan Dua Orang Buta (20:29-34)
D. Di Yerusalem (21:1-25:46)
1. Masuk Yerusalem dengan Penuh Kemenangan (21:1-11)
2. Penyucian Bait Allah (21:12-17)
3. Pengutukan Pohon Ara (21:18-22)
4. Mempersoalkan Kuasa Yesus dan Jawaban-Nya yang Bersifat
Perumpamaan (21:23-22:14)
5. Beberapa Kelompok Mempersoalkan Yesus (22:15-46)
6. Kecaman Yesus Terhadap Orang Farisi di Depan Umum
(23:1-39)
7. Khotbah di Bukit Zaitun (24:1-25:46)
IV.
Kesengsaraan Yesus Kristus (26:1-27:66)
A. Komplotan Menentang Yesus (26:1-16)
B. Perjamuan terakhir (26:17-30)
C. Nubuat Tentang penyangkalan Petrus (26:31-35)
D. Rangkaian Peristiwa di Getsemani (26:36-56)
E. Rangkaian Peristiwa di Pengadilan Yahudi (26:57-27:2)
F. Penyesalan yang Mendalam oleh Yudas (27:3-10)
G. Rangkaian Peristiwa di Pengadilan Romawi (27:11-31)
H. Penyaliban (27:32-56)
I. Penguburan (27:57-66)
V.
Kebangkitan Yesus Kristus (28:1-20)
A. Penemuan Kubur yang Kosong (28:1-18)
B. Penampakan Yesus (28:9-10)
C. Laporan Para Penjaga (28:11-15)
D. Amanat Agung (28:16-20)[67]
Jadi dari ketiga susunan garis besar Injil
Matius maka dapat disimpulkan, semua teks dalam Injil Matius merupakan satu
kesatuan karena dari ketiga contoh tersebut tidak menunjukkan adanya penolakan
terhadap bagian teks dalam Injil Matius terutama Matius 19:1-12. Lalu perbedaan
perumusan garis besar hanya berdasarkan dari fokus terhadap Injil Matius, jika
memfokuskan pada bentuk sastra maka dapat mengikuti garis besar dari Donald
Guthrie, dan jika fokus pada konteks pelayanan bisa mengikuti garis besar dari
Ola Tulluan dan jika ingin fokus pada konteks dan karya Kristus dapat mengikuti
susunan dari Homer A. Kent.
[1]John Balchim, dkk, Intisari Alkitab Perjanjian Baru (Jakarta:
Persekutuan Pembaca Alkitab, 2009), 9
[2] Ola Tulluan, Introduksi Perjanjian Baru (Batu:
Departemen Literatur YPPII, 1999), 34
[3] Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, Vol. 1 (Surabaya:
Momentum, 2010), 35
[4] Tujuan Palestina banyak dilawan
karena berasal dari Papias yang dianggap bisa jadi tidak menunjuk Injil Matius
. Juga dikatakan bahwa bahasa asli Injil Matius, bahasa Yunani, tidak mendukung
tujuan Palestina. Alternatifnya adalah Siria. Jikia benar demikian, mungkin
Injil Matius ditujukan bagi pusat KeKristenan yang penting di Siria, dan tempat
apa yang lebih baik daripada Antiokhia. Sebagaian besar theolog menamakan
jemaat yang menerima Injil Matius dengan jemaat Injil ini dituliskan. Ini
karena mereka menganggap Injil Matius sebagai produk komunitas atau setidaknya,
ditulis untuk memenuhi kebutuhan komunitas tertentu. Jika seorang editor
mengerjakan Injil Matius, maka mungkin sekali ia berasal dari komunitas yang
sama. Lihat: (Donald Guthrie, Pengantar,...,
22-23)
[5] Ola Tullan, Introduksi,36
[6] John Balchim, Intisari, 9
[7]Ola Tulluan, Introduksi, 35
[8] M.E. Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru (Jakarta:
BPK, Gunung Mulia, 2011), 49
[9] Donald Gutrie, Pengantar, 23
[10] Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2012), 184
[11] Ola Tulluan, Introduksi, 35
[12] Donald Guthrie menuliskan: Pertama, Silsilah dalam Injil Matius mau
menunjukkan bahwa Yesus adalah keturunan langsung Abraham dan hal ini dengan
jelas mengindikasikan maksud Matius. (Lihat: Donald Guthrie, Pengantar, 18).
[13] Ola Tulluan, Introduksi, 36-37
[14] John Balchim, dkk, Intisari,...., 9
[15] John M. Echols dan Hasan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka, 2010), 265
[16] Arti kata biografi adalah
riwayat hidup; buku yang menguraikan riwayat hidup seorang tokoh. (Lih.: Suharso
dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Semarang: Widya Karya, 2014), 89). Menurut C.H. Talbert yang
dikutip oleh Donald Guthrie, perbandingan ini merupakan kunci kita mengerti
Injil. Ia mengklaim menemukan sudut pandngan mistik dari karya biografi kuno
terhadap Injil. Ia menunjukkan adanya kesejajaran dalam hal kategori ilah dan
manusia, dan kategori tengah dari yang kekal dan yang abadi. Lalu, mitos
manusia ilahi yang muncul di budaya Yunani dan budaya kuno lainnya dianggap
bisa menjelaskan cara sebagian orang Kristen mula-mula memikirkan Kristus. (Lih.:
Donald Guthrie, Pengantar, 2).
[17]Aretologi [Yun arete kebajikan + logia]: bahan yang menceritakan tentang kehebatan (karena mis.
Kebajikan; perbuatan ajaib dsb.) seorang dewa ataupun manusia (Lih.: Henk ten
Napel, Kamus Teologi Inggris-Indonesia (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2012), 40). Donald Guthrie menjelaskan bahwa ada pemikiran
tentang genre Injil Matius yaitu kisah perbuatan ajaib yang dilakukan oleh para
ilah atau pahlawan. Di sini, manusia-ilahi Yunani juga dijadikan pola bagi
narasi Injil tentang Yesus (Lih.: Donald Guthrie, Pengantar, 3).
[18] Lektionari: daftar bacaan-bacaan
Alkitab untuk digunakan dalam ibadah jemaat (Lih.: Hen ten Napel, Kamus, 192).
[19] Midrash artinya penjelasan oleh
para Rabi tentang teks PL. (Hen ten Napel, Kamus, 211)
[20] Donale Guthrie, Pengantar, 3
[21] Merrill C. Tenney, Survei, 160-161
[22] Tenney, Survei, 194-195
[23] Kritik sastra berguna untuk
menentukan jenis-jenis pertanyaan yang dapat diajukan terhadap teks.
Bagaimanakah suatu dokumen dapat dipecah menjadi bagian demi bagian? Makna
apakah yang dapat dikenakan pada keseluruhan dan makna apakah yang dapat
dikenakan pada setiap bagian? Bagaimanakah kita menjelaskan tatanan dari
bagian-bagian itu? (Lih.: Donald Guthrie, Pengantar,
5)
[24] Philip Johnston, IVP, 302
[25] Ola Tulluan, Introduksi, 38-39
[26] (John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2011), 217
[27] ”Dibandingkan dengan Markus,
narasi dalam matius umumnya lebih ringkas, misalnya catatan kematian Yohanes
Pembaptis (Mat. 14:3-12; Mrk. 6:17-29) dan peristiwa penyembuhan anak muda yang
sakit ayan (Mat. 17:14-21; Mrk. 9:14-29). Selain struktur yang begitu tertata,
keringkasan inilah yang tampaknya membuat gereja mula-mula banyak memakai Injil
Matius demi keperluan liturgi. (Lih.: Donald Guthrie, Pengantar, 13)
[28] Ola Tulluan, Introduksi, 29
[29] Beberapa peristiwa khusus
terdapat dalam Matius. Hal-hal ini tidak termuat dalam Kitab-Kitab Injil
lainnya: penglihatan Yusuf (1:20-24), kunjungan orang-orang Majus (2:1-12),
pelarian ke Mesir (2:13-15), pembunuhan bayi-bayi (2:16), mimpi istri Pilatus (27:19),
kematian Yudas (27:3-10), kebangkitan orang-orang kudus pada waktu kematian
Yesus di kayu Salib (27:52), pemberian uang suap pada para penjaga (28:12-15),
dan amanat pembaptisan (28:19-20). Dan kisah-kisah perumpamaan ini pun hanya
terdapat dalam Matius: lalang di anatara gandum (13:24-30, 36-43), harta yang
terpendam (13:44), mutiara (13:45, 46), pukat (13:47), hamba yang tidak
pengampun (18:23-35), orang-orang upahan di kebun anggur (20:1-16), dua orang
anak (21:28-32), perjamuan kawin putra raja (22:1-13), sepuluh gadis pengiring
mempelai (25:1-13), dan talenta (25:14-30). Tiga mukjizat yang hanya terdapat
dalam Matius: dua orang buta (9:27-31), orang bisu yang kerasukan setan
(9:32-34), dan mata uang di dalam mulut ikan (17:24-27). Penggunaan mukjizat
dalam Matius lebih banyak ditujukan utnuk memberi bukti tentang kekuasaan Yesus
sebagai Mesias daripada untuk mengembangkan cerita meskipun ia banyak mencatat
yang sudah termuat dalam Markus dan Lukas. (Lih. : Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum
Mas, 2009), 193)
[30] John Balchim, Intisari, 10
[31] Philip Johnston, IVP Introduction to the Bible (Bandung:
Kalam Hidup, 2011), 245
[32] Stanley D. Toussaint, Behold the King (Portland: Multnomah,
1980), 18-20
[33] Ola Tulluan, Introduksi, 29
[34] John Drane, Memahami, 217
[35] Merrill C. Tenney, Survei, 185
[36] Abraham Park, Pelita Perjanjian Yang Tak Terpadamkan
Silsilah Yesus Kristus Abrham-Daud (Jakarta: Grasindo, 2013), 65
[37] Donald Guthrie, Pengantar, 13
[38] Ola Tulluan, Introduksi, 36
[39] Universal (Lat. Universum)
artinya umum (Lih. : Henk Ten Napel, Kamus
Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,), 320)
[40] Selain rujukan Perjanjian Lama,
perhatian Matius terhadap keyahudian tampak dari berbagai hal. Injilnya kerap
mencerminkan cara pandangan Yahudi-Kristen yang lebih ketat. Satu iota atau
satu titik pun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat (Mat. 5:18 dst); ahli
Taurat dan orang Farisi menduduki kursi Musa (23:2 dst); Yesus memerintahkan
penggenapan perintah-perintah Allah (19:17 dst.; 23:23); pajak Bait Allah
dibayar (Mat. 17:24 dst.); para murid diharapkan untuk berpuasa, memelihara
sabat, dan memberikan persembahan dalam tradisi Yahudi (6:16 dst.; 24:20; 5:23
dst.); Yesus sendiri berkata bahwa Ia hanya diutus bagi ”domba-domba yang
hilang dari umat Israel” (15:24); nenek moyang Yesus ditarik dari Abraham dan
diatur dalam tiga kelompok masing-masing empat belas, yang merupakan ciri khas
rabinik (1:1 dst.); dan kebudayaan dan frasa-frasa Yahudi dimasukan tanpa
penjelasan (di 15:2, ”adat-istiadat nenek moyang” muncul dalam perdebatan
tentang membasuh tangan; 23:5 menyebutkan tali sembahyang; dan 23:27 merujuk
kepada kubur yang dilabur putih). Selain itu, tema Yesus sebagai Anak Daud
terus dimunculkan dan peristiwa masuknya Yesus dengan penuh kemenangan ke
Yerusalem, berfokus pada orang Kristen Yahudi yang menganggap Yesus sebagai
penggenap dari pengharapan bangsa mereka. Namun hal penting dalam Injil Matius
adalah munculnya universalisme bersama-sama dengan pertikularisme ini.
KeKristenan dilihat sebagai israel ideal juga dilihat sebagai Israel Baru yang
tidak terikat oleh lingkungan terbatas dari mana ia muncul. Pada yesus lahir,
Matius mencatat penghormatan dari bangsa-bangsa lain (2:1 dst.). Dalam
kesimpulannya, Injil Matius merekam mandat Agung yang menjangkau seluruh bangsa
(28:18 dst.). (Lih.: Donald Guthrie, Pengantar,
15)
[41] John Drane, Pemahaman, 218
[42] John Balchim, dkk, Intisari, 10
[43] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology (Malang: Literatur SAAT, 2004), 431
[44] Merrill C. Tenney, Survei, 195
[45]
Gereja Katholik Roma mengatakan bahwa Tuhan mendirikan gereja-Nya di
atas Petrus, dan apa yang diikat oleh Petrus akan diikat di Sorga serta apa
yang dilepaskan lehnya aka terlepas di Sorga. Penafsiran semacam ini tentu tidak dapat dibenarkan. Dua
alasan yang perlu diperhatikan: 1) Tuhan mengeluarkan pernyataan tersebut
setelah Petrus menyatakan pengakuan imannya. Jadi, poin signifikan yang
menyatakan Yesus mengeluarkan pernyataan tersebut adalah pengakuan Petrus dan
bukan pribadi Petrus. 2). Petrus sendiri adalah anggota tubuh (gereja) Kristus
dimana tubuh Kristus ditandai oleh adanya penbgakuan iman terhadap Yesus
Kristus dan oleh karenanya Petrus dan pengakuan imannya mewakili seluruh
anggota gereja yang tidak kelihatan yang juga mengucapkan pengakuan iman yang
sama (Lih. : Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika
Kristen Dari Perspektif Reformed (Malang: GKKR, 2017), 811-812).
[46]Donald Guthrie, Pengantar, 16
[47]Donald Guthrie, Pengantar, 17
[48] Philip Johnston, IVP, 303
[49] Merrill C. Tenney, Survei, 189
[50] (Ola Tulluan, Introduksi, 38)
[51] Ada dukungan awal yang
menyatakan bahwa Matius, sang pemungut cukai, pada awalnya menulis dalam
Aramik, suatu kesaksian penting untuk keutamaan dari Matius. Kira-kira tahun
150 AD, Papias, seorang bishop dari Hierapolis, memberi kesaksian:
”Demikianlah, Matius menyusun pernyataan-pernyataan itu dalam bahasa Ibrani,
dan setiap orang menafsirkannya sebisanya.” Origen (185-254 AD) menyatakan
bahwa Matius dipersiapkan untuk ”petobat Yudaisme, dan menerbitkan dalam bahasa
Ibrani.” Paul Enns, The Moody,..., 96
[52] Merrill C. Tenney, Survei, 184
[53]Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan
Pokok-Pokok Teologisnya (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 277-278
[54] M.E. Duyverman, Pembimbing,16-17
[55] ...., Menyingkap Alkitab (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2005), 4
[56] Adina Chapman, Pengantar Perjanjian Baru (Bandung:
Kalam Hidup, 2014), 4
[57] Philip Johnston, IVP,316
[58] Philip Johnston, IVP, 299, 316
[59]F.F. Bruce, Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997),
17
[60] W. Gary Crampton, Verbum Dei (Surabaya: Momentum, 2000),
44-46
[61] Berikut penjelasan mengenai
kualifikasi kanon tersebut: pertama, Permasalahan
mengenai ‘kepenulisan yang bersifat kerasulan’ tidaklah sederhana. Seorang
Rasul adalah seorang yang dipanggil Kristus secara pribadi (Mat. 10:1-4) dan
seorang yang pernah menjadi murid-Nya dan menyaksikan Dia pda kondisi setelah
kebangkitan (Kis. 1:21, 22; 1Kor. 9:1). Orang-orang ini, seperti yang
dijelaskan sebelumnya, telah ditugaskan oleh Tuhan untuk berbicara dan menuliskan
firman Allah yang mutlak (infallible).
Karena itu, apapun yang mereka tuliskan harus lebih dipertimbangkan sebagai
diinsiprasikan oelh Allah. Tetapi beberapa penulis Perjanjian Baru bukan Rasul
(misalnya, Markus, Lukas, Yakobus, Yudas). Karena itu, tradisi apostolik
(orang-orang yang bersifat kerasulan) dipertimbangkan bersama dengan otoritas
kerasulan. Kristus menurunkan tradisi-tradisi tertentu kepada para rasul-Nya
(2Tes. 2:15; 1Kor. 11:23) yang kemudian diturunkan dari orang-orang ini kepada
mereka yang lain (Ibr. 2:3, 4). Yakobus dan Yudas merupakan sanak saudara dari
Tuhan Yesus (Mrk. 6:3). Lukas adalah teman dekat Paulus (Kol. 4:14; 2Tim.
4:11). Markus adalah anak rohani dari Petrus (1Pet. 5:13). Maka orang-orang ini
dianggap memenuhi kriteria otoritas/tradisi kerasulan. Kedua, para penyusun kanon memikirkan kriteria dari penerimaan
suatu kitab oleh Gereja mula-mula (abad pertama dan kedua). Dalam banyak
situasi, para bapak Gereja mula-mula terbiasa dengan para rasul dan tradisi
kerasulan. Waktu mereka menerima manuskrip-manuskrip tertentu sebagai bagian
dari Alkitab, hal ini memberikan pertimbangan yang sangat menentukan kepada
para pengkanon. Ketiga, konsistensi
ajaran juga dipertmbangkan. Bagaimana dokumen-dokumen Perjanjian Baru
dibandingkan dengan keselarasan Alkitab berkenaan dengan bermacam-macam
doktrin. (Ibid, 46-47)
[62] Philip Johnston, IVP, 25
[63] Johnston, IVP, 32-33
[64] Stephen Tong, Seri Teologi Reformed Reformasi dan Teologi
Reformed (Surabaya: Momentum, 1994), 28
[65] Donald Guthrie, Pengantar, 39-42
[66] Ola Tulluan, Introduksi, 40
[67] Homer A. Kent, The Wycliffe Bible Commentary Volume 3 (Malang:
Gandum Mas, 2008), 21-22