Jumat, 15 Mei 2020

Tinjauan Teologis Tentang Persahabatan Dan Implementasinya Pada Masa Kini


Oleh: Made Nopen Supriadi
Dalam refleksi singkat ini akan membahas mengenai persahabatan yang ditinjau dari perspektif teologis. Dalam refleksi ini akan menuliskan tentang latar belakang dan problematika dalam relasi sesama manusia, selanjutnya menuliskan tentang pandangan Alkitab tentang persahabatan yang ditinjau dari fakta-fakta Alkitab tentang persahabatan, kemudian dilanjutkan dengan implementasi dari persahabatan pada masa kini dan terakhir ialah kesimpulan dari refleksi ini.

Latar Belakang
        Sahabat secara sederhana adalah seseorang yang menjalin sebuah relasi dengan sesama dan terlibat sebuah interaksi. Alkitab memberikan gambaran bahwa kasih semakin dingin, dinginnya kasih di antara manusia membawa manusia menjadi "serigala bagi sesamanya (Homo Homini Lupus)". Kondisi demikian menghadirkan suasana kehidupan manusia yang tidak lagi bersahabat dengan semua manusia. Persahabatan terjalin hanya dibatasi oleh kepentingan, kedekatan (SARA) dan kesetaraan status sosial. 
         Pada tahun 2019, salah satu aras Gereja yaitu PGI mengangkat sebuah tema natal "Menjadi Sahabat Bagi Semua Orang (Bdk. Yoh. 15:14-15)". Tema tersebut memiliki bobot nilai teologis dan etis serta moral yang begitu dalam dan berat. Karena sudah sangat sulit menemukan situasi persahabatan yang terjalin bagi semua orang. Bahkan dalam sejarah dunia belum pernah terjadi ada satu person yang menjalin persahabatan bagi "semua orang". Namun dalam sejarah dunia memberikan bukti bahwa banyak orang yang ingin membangun persahabatan dengan "semua orang" namun keterbatasan kondisi geografis membatasi pergerakan dalam menjalin persahabatan kepada semua orang. 
            Pada masa kini manusia telah memasuki perkembangan zaman yang begitu pesat. Kemajuan teknologi informasi-komunikasi telah mengatasi masalah jarak dan geografis dalam berkomunikasi terhadap sesama manusia. Hal tersebut terbukti dari hadirnya banyak aplikasi media sosial yang memberikan layanan untuk membangun persahabatan dengan siapa saja yang menggunakan aplikasi tersebut. Namun, benarkah persahabatan telah tercipta kepada semua orang dengan kemajuan teknologi ini?. Banyak fakta memperlihatkan bahwa terjadi degradasi sosial karena media sosial: pertama, manusia banyak berkomunikasi dengan sahabat di dunia maya, namun mengabaikan sahabat di dunia nyata. Kedua, manusia justru mudah dipecah belah karena berita-berita Hoaks yang disebarkan di media sosial. Dengan demikian impian terwujudnya persahabatan bagi semua orang melalui kemajuan teknologi zaman gagal terwujud.
          Lalu bagaimana mewujudkan persahabatan bagi semua orang?. Apakah hal tersebut adalah hal yang mustahil?. Adakah harapan tersebut ditemukan di dalam iman Kristen?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka akan dilakukan kajian secara teologis terhadap prinsip persahabatan menurut Perspektif Reform Teology.

Sahabat menurut Injil Yohanes 15:14-15
     Dalam Injil Yohanes menuliskan bahwa Yesus menyebutkan bahwa para murid-Nya juga adalah sahabat-Nya. Pada Ayat 14, menunjukkan bahwa Yesus memberikan sebuah kriteria seseorang yang disebut sebagai sahabat yaitu: "...berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." perlu dipahami bahwa dalam Theologia Reform tidak ada jasa manusia dapat layak menjadi sahabat Allah jika bukan kasih karunia. Sehingga ayat tersebut menunjukkan bahwa bukan karena jasa para Murid akhirnya mereka diterima menjadi sahabt Kristus tetapi karena Kristus yang bersahabat kepada mereka sehingga mereka menjadi sahabat (Bdg. Yoh. 15:16). Namun setelah Yesus menjadikan mereka sahabat, Yesus juga mengingatkan dalam relasi persahabatan yang diberikan oleh Yesus Kristus, para murid menunjukkan kasihnya kepada Kristus. Hal demikian menunjukkan bahwa dalam persahabatan kepada Kristus, kasih baru dapat terwujud setelah Kristus mengasihi. Lalu bagaimana dengan Yudas Iskariot?. Dalam pasal sebelumnya yaitu Yohanes 13:27 menunjukkan Yudas tidak bersahabat dengan Yesus. Sehingga pada konteks pasal 15 menunjukkan Yesus berbicara kepada para Murid yang memang dipilih sebagai sahabat kecuali Yudas. Hal tersebut menunjukkan Yudas tidak mampu menunjukkan kasih kepada Yesus karena Yudas memang tidak bersahabat kepada Yesus. Yudas menjual Yesus karena di dalam hidupnya sejatinya ia adalah musuh Yesus. Meskipu  secara formal ia mengikuti Yesus dalam beberapa waktu. 
        Bagian ini membawa kita merenungkan status persahabatan kita kepada Yesus. Secara formalitas ada banyak manusia memiliki status sebagai orang Kristen. Namun perlu kembali diselidiki apakah benar karena kasih Kristus yang memanggil untuk menjadi Kristen. Persahabatan yang kamuflase bisa saja terjadi di dalam kehidupan orang Kristen. Simbol-simbol agama dan aktifitas rutin keagamaan bisa menutupi ketidaksejatian persahabatan dengan Kristus. Oleh karena itu Tuhan Yesus menegaskan bahwa karena Ia lebih dahulu mengasihi maka orang yang percaya dapat mengasihi. KeKristenan yang palsu akan menunjukkan penolakan terhadap Kristus baik terhadap pribadi dan karya-Nya. Sehingga ketika ada orang Kristen menolak kebenaran Kritus maka sejatinya ia ada dalam posisi musuh Kristus (extra tou Christou). Dengan demikian tindakan seorang Kristen yang melakukan perintah Yesus semata-mata karena refleksi kasih Yesus yang ada di dalam hidup-Nya.
        Pada ayat 15. Tuhan Yesus menyatakan bahwa 'Aku tidak menyebut kamu lagi hamba'. Apakah artinya ketika percaya Yesus kita tidak menjadi hamba Kristus?. Atau ungkapan hamba Tuhan menjadi tidak relevan?. Oleh karena itu perlu dipahami maksud Yesus mengucapkan perkataan tersebut. Seorang Theolog bernama William Hendriksen menjelaskan bahwa: "Clearly implied in these words of Jesus is the thought that he is not satisfied with merely servile obedience. His Friends are motivated by friendship when they do his bidding. Oberdience is an expression of their love." Jadi Yesus sedang menekankan segi ketaatan. Ia menginginkan agar para Murid menunjukkan ketaatan jangan sebatas hamba tetapi ketaatan yang memiliki kedekatan sebagai sahabat. Namun perlu diperhatikan bahwa konteks perkataan Yesus adalah bersama dengan para Murid yang pada waktu itu benar-benar memiliki relasi sangat dekat (bdg. ay. 20). Dengan demikian status sebagai hamba tetap dimiliki oleh orang yang melayani Kristus. Namun dalam kehambaan tersebut hendaknya orang percaya juga menyadari bahwa dalam kehambaan itu juga tidak memudarkan nilai persahabatan. Sehingga melayani Kristus sebagai hamba-Nya dengan spirit kasih Yesus yang memberikan kedekatan secara spiirtual. 
         Pada masa kini para orang percaya yang melayani Kristus bisa memiliki sikap mengerjakan pelayanan karena ia adalah hamba. Namun seringkali karena kehambaan-Nya justru menengelamkan kesadaran bahwa Yesus mengasihi-Nya. Sehingga kedekata spiritualitas bersama Yesus menjadi tergeser karena status hamba yang harus melakukan segala hal. Ingat Yesus memang menginginkan kita melakukan perintah-Nya karena itu kita menjadi hamba-Nya, namun Yesus tidak menginginkan juga saat kita melakukan perintah-Nya sebagai hamba tidak memiliki kedekatan secara spiritualitas. Gambaran ini menunjukkan pelayan Kristen yang mengalami kekeringan rohani. Degradasi spiritualitas seringkalai terjadi karena sibuknya kita melakukan tugas sebagai hamba sehingga rasa malas untuk dekat kepada Sang Tuan terjadi. Maka jika demikian pelayanan seorang Kristen hanya karena ketakutan terhadap hukum dan perintah Tuan. Harusnya Pelayanan dilakukan dengan penuh kasih, sehingga seorang Kristen yang melayani, sekalipun banyak mengerjakan tanggung jawab sebagai hamba, namun tetap memiliki kedekatan secara Rohani dengan Sang Tuan yaitu Yesus Kristus.
        Pada kalimat Yesus yang terakhir menegaskan bahwa Yesus menjadikan mereka sahabat karena mereka telah diberitahu apa yang Yesus terima dari Bapa-Nya. Menjadi sahabat Kristus adalah siap menerima apa yang menjadi firman-Nya. Kedekatan bersama Yesus terjadi bukan hanya kita melakukan sesuatu bagi-Nya tetapi mengetahui hal-hal lebih dalam dari Kebenaran Injil itu juga penting. Karena kedekatan bisa terwujud dari apa yang kita ketahui dengan benar. Semakin kita tahu maka rasa dekat semakin kuat, tetapi semakin kita tidak tahu rasa dekat semakin jauh. Yesus menghendaki kita tidak hanya terlalu menyibukan diri dengan melakukan sesuatu bagia Dia. Tetapi Yesus mengingatkan agar kita juga memberikan diri untuk mau tahu apa yang menjadi Firman-Nya.

Implementasi
       Lalu bagaimana mewujudkan persahabatan bagi semua orang?. Berdasarkan kajian Injil Yohanes menunjukkan bahwa untuk menjadi sahabat bagi semua orang, kita harus menjadi sahabat Kristus. Mengapa?. Karena tanpa kasih Yesus yang ada di dalam kehidupan kita, maka ada banyak bahaya saat kita bersahabat dengan semua orang. Tidak semua orang cinta dan suka kepada kita. Namun jika ada kasih Kristus, maka orang yang membenci dan mengakimi kita dapat kembali kita rangkul sebagai sahabat. Kasih Kristus akan menolong kita tetap menjaga sikap saat ada banyak orang yang mengaku sahabat tetapi sejatinya musuh, sehingga kita bisa bersaksi tentang Kasih Yesus. Abraham Kuyper mengatakan bahwa "tidak ada satu incinpun di dunia ini tidak miliki Kristus." Hal itu benar, sehingga tidak ada satu orang pun juga yang tidak dikasihi oleh orang Kristen. Maka siap pun manusia ia berhak mendapatkan bagian kasih. 
         Menjadi sahabat bagi semua orang memang tidaklah mungkin, karena tidak ada satu pun manusia yang mengenal semua manusia di dunia ini. Sekalipun ada kemajuan Teknologi melalui akun media sosial, tetapi itu belum bisa menolong manusia mengenal semua orang. Sehingga dalam persepketif relasional maka hal tersebut tidak mungkin tercapai. Tidak ada manusia yang bisa menjadi sahabat bagai semua orang. Namun secara nilai hal tersebut dapat teralisasi yaitu bagaimana nilai Kasih Yesus menjadi bagian semua orang. Maka secara fisik tidak ada manusia yang bisa jadi sahabat semua orang, namun secara prinsip itu bisa terjadi karena kasih Kristus dinyatakan bagi semua orang. Dalam Teologi Reform ada Anugerah Umum. Anugerah umum memperlihatkan bahwa Allah masih memberikan kasih kepada semua manusia dan hal tersebut terlihat melalui ciptaan-Nya yaitu Matahari, Cuaca dan Oksigen. Maka hanya kasihlah yang bisa secara universal mempersahabatkan semua orang, dan kasih tersebut ialah kasih Kristus. Oleh karena itu jika ingin membangun persahabatan kepada banyak orang maka kedepankanlah kasih Kristus.
       Di dalam iman Kristen untuk menjadi sahabat bagi semua orang itu perlu namun perlu disadari bahwa cakupan kawasan untuk bersahabat itu terbatas. Tidak bisa orang Indonesia bersahabat dengan orang di Kutub Utara. Namun di dalam Iman Kristen perwujudan persahabatan secara global daapat direalisasikan melalui tindakan mengharagai kemanusiaan. Menjadi sahabat bagi semua orang secara kuantitas itu tidak mungkin, tetapi memiliki kualitas persahabatan bagai sesama itu bisa. Artinya, kualitas persahabatan didasarkan kepada Kasih Kristus. Jadi dalam Theologia Reformed kualitas kasih itu yang utama, meskipun kuantitas untuk mengadihi terbatas. Namun adalah sebuah celaka jika kita bosa bersahabat dengan semua orang namun kualitas persahabatan tersebut tidak benar. Maka yang benar ialah menjadi sahabat yang berkualitas, yaitu sahabat Kristus dan memberikan persahabatan yang berkualitas yaitu menghadirkan Kristus bagi sesama. Maka dengan persahabatan yang berkualitas akan menghidarkan persoalan dalam persahabatan, baik itu masalah komunikasi dengan sahabat di dunia maya, namun mengabaikan sahabat di dunia nyata. Ancaman dari berita-berita Hoaks yang disebarkan di media sosial.
         Sebagai penutup penulis menegaskan bahwa kasih Yesus adalah landasan utama membangun persahabatan yang bernilai tinggi dan berkualitas. Jika kita tidak mampu mengasihi semua orang secara jumlah, maka kasihilah beberapa orang yang bersama kita dengan kasih yang berkualitas. Persahabatan yang sejati adalah persahabatan yang menunjukkan nilai-nilai yang peduli bagi sesama. Karena itu persahabatan yang berkualitas hanya dapat terjadi dengan sungguh-sungguh, ketika manusia bersahabat dengan tujuan mempermuliakan Allah.
Ecclesia Reformata semper Reformanda Secundum Verbum Dei.