Selasa, 05 Maret 2019

DOKTRIN PREDESTINASI

Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
Sebelum membahas tentang doktrin predestinasi kita terlebih dahulu harus mengerti tentang doktrin penetapan Allah (foreordaination). Penetapan sejak semula berarti rencana Allah yang berdaulat, yang denganya Allah menetapkan semua yang akan terjadi di seluruh alam semesta ini. Tak ada satu hal pun di dunia ini yang terjadi secara kebetulan. Allah berada dibalik segala sesuatu. Ia memutuskan dan menyebabkan semua peristiwa yang terjadi. Allah tidak tidak duduk diam sambil bertanya-tanya dan mungkin juga merasa cemas mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya. Tidak! Sejak semula Allah telah menetapkan segala sesuatu ”menurut keputusan kehendak-Nya”: gerakan sebuah jari, detak sebuah jantung, tawa ceria seorang gadis, kesalhan seorang juru ketik, bahkan dosa.
Genesis 50:20  20 Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
Acts 4:27-28   27 Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi,  28 untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu.
Penetapan Allah berhubungan erat dengan kedaulatan Allah. Apakah penetapan Allah itu? Westminster Confession: Penetapan Allah adalah maksudnya yang kekal, sesuai dengan pertimbangan kehendak-Nya, demi untuk kemuliaan-Nya sendiri. Ia menetapkan apapun yang terjadi (Maz. 33:11; ), Allah berdaulat atas segala sesuatu (1 Taw. 29:10-12).
Kata predestinasi dapat kita temukan dalam Efesus 1:5 yang menyatakan : ”Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,”. Kata ”menentukan” dari kata dasar Yunani ’proori,zw’ (proorizo) yang artinya ”to predetermine, foreordain, predestine” (untuk menentukan, menentukan sebelumnya, menentukan). Jadi doktrin predestinasi adalah doktrin Alkitabiah yang mengajarkan tentang ’penentuan Allah’. R.C. Sproul menempatkan pembahasan predestinasi dalam doktrin soteriologi. Jadi saat ini secara khusus akan membahas doktrin predestinasi dalam konteks soteriologi.
A.    Kapan Allah melakukan predestinasi?
Jawab: Alkitab menyatakan bahwa Allah telah menentukan dari semula.
Efesus 1:5 ”Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya”.
Efesus 1:11Aku katakan "di dalam Kristus", karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan, kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya
Kis. 4:28untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu”.
Roma 8:29Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
Istilah dari semula menunjuk kepada kekekalan. Jadi Allah telah melakukan predetinasi dari kekekalan. Jadi sama seperti gedung 30 lantai, maka membutuhkan pondasi yang sangat dalam juga. Maka jika keselamatan itu kekal maka pondasinya juga dari kekekalan.

B.     Pembuat & Obyek Predestinasi
1.      Pembuat
Ketetapan predestinasi adalah tindakan berkesinambungan dari ketiga Pribadi dari Allah Tritunggal, yang adalah satu dalam pertimbangan-Nya dan kehendak-Nya.
Yoh. 17:9-10Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu  10 dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku, dan Aku telah dipermuliakan di dalam mereka.
Ef. 1:14Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.
2.      Obyek Predestinasi
Louis Berkhof menjelaskan bahwa obyek predestinasi mencakup semua makhluk yang mempunyai rasio, hati nurani dan kehendak, yaitu manusia dan malaikat.
Roma 9:15-16 15 Sebab Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati."  16 Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.
1 Tim. 5:21 Di hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat-malaikat pilihan-Nya kupesankan dengan sungguh kepadamu: camkanlah petunjuk ini tanpa prasangka dan bertindaklah dalam segala sesuatu tanpa memihak.
Yudas 1:6Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar.
            Dalam konteks karya keselamatan (soteriologi) Yesus Kristus juga menjadi obyek predestinasi Allah, Yesus Kristus telah ditentukan dari semula untuk melakukan karya penebusan.
Kis. 2:23  Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.
Roma 5:6  Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.

C.    Bagian-Bagian Dalam Predestinasi
Dalam predestinasi kita akan menemukan dua bagian penting yaitu pemilihan sebagian orang untuk diselamatkan (election) dan penolakan Allah (reprobasi).
1.      Pemilihan (election)
a.      Definisi
Pemilihan dapat didefinisikan sebagai tindakan kekal Allah di mana Ia dalam kesukaan kedaulatan-Nya dan tanpa memperhitungkan jasa atau kebaikan manusia memilih sejumlah orang untuk menjadi penerima dari anugerah khusus dan keselamatan kekal (Lih. Louis Berkhof, Doktrin Allah, 207)
Efesus 1:4-5   Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.

b.      Ciri-ciri khas dari pemilihan
-          Merupakan penyataan dari kehendak dan kasih Allah yang berdaulat.
Ulangan 7:6-8 6 Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya.  7 Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?  8 tetapi karena TUHAN mengasihi kamu dan memegang sumpah-Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu, maka TUHAN telah membawa kamu keluar dengan tangan yang kuat dan menebus engkau dari rumah perbudakan, dari tangan Firaun, raja Mesir.
Jadi pemilihan Allah mendahului karya penebusan umat Israel secara bangsa. Demikian juga dalam keselamatan secara individual orang yang telah dipilih akan diberikan kepada Kristus untuk ditebus, dibenarkan, dikuduskan, dan dimuliakan.

-          Pemilihan ini tidak dapat berubah dan dengan demikian menyatakan keselamatan dari orang pilihan adalah pasti.
Roma 8:29-30  29 Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.  30 Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.
Ayat tersebut tidak memfokuskan pada urutan logis, karena semuanya dapat berjalan simultan (bersamaan) tetapi ayat tersebut memfokuskan kita pada kepastian akhir orang yang dipilih oleh Allah.

-          Pemilihan ini bersifat kekal yang sudah berarti sudah ada sejak kekelan.
Efesus 1:4-5   Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.
2 Tim. 1:9   9 Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman
Jadi pemilihan sudah terjadi dalam kekekalan, hal tersebut menunjukkan bahwa manusia belum diciptakan Allah telah menentukan segalanya di dalam Yesus Kristus.

-          Pemilihan ini tanpa syarat.
Roma 9:11  11 Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan-Nya.
Pemilihan yang Allah lakukan tidak didasarkan pada kondisi manusia. Karena sebelum manusia dilahirkan Allah telah melakukan pemilihan. Bahkan jauh dari itu dalam kekekalan Allah telah memilih manusia yang diselamatkan.

-          Pemilihan ini tidak dapat ditolak.
Yehezkiel 36:26-27  26 Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.  27 Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.
Filipi 2:13  13 karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah secara aktif mengerjakan kemauan di dalam diri manusia yang diselamatkan. Dan Allahlah yang akan membuat manusia taat kepada Allah, sehingga orang yang dipilih Allah tidak dapat menolak.
-          Pemilihan ini tidak boleh dituduh sebagai ketidakadilan.
Romans 9:14-15  14 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil!  15 Sebab Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati."
Kis. 13:48  48 Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.
Jika kita menuntut Allah adil, maka tidak satu pun manusia akan diselamatkan. Manusia semua telah berdosa (Rom. 3:23), upah dosa adalah mau (Rom. 6:23), dalam kondisi berdosa manusia rusak total (total depravity) sehingga tidak ada kerinduan manusia untuk memilih Allah dan manusia tidak mampu memilih Allah (Kej. 6:5; Kej. 8:21, Mazmur 14:1-3). Jadi kalau Allah adil maka semua manusia harusnya dihukum dan tidak satupun yang selamat. Dalam kondisi demikian jika Allah hadir di tengah manusia berdosa maka manusia justru akan merasakan ketakutan penghukuman. Tetapi dari semua yang terhukum, Allah menyatakan kasih-Nya, Ia memilih dari antara mereka yang terhukum untuk diselamatkan, maka tindakan Allah memilih ini adalah anugerah yang besar (amazing grace).

c.       Tujuan Pemilihan
Tujuan pemilihan dari kekal ini ada dua, yaitu:
-          Rencana keselamatan bagi orang pilihan.
2 Tesalonika 2:13  Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai.
-          Sasaran akhirnya untuk kemuliaan Allah.
Efesus 1:14  Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.

2.      Penolakan (reprobation)
a.      Definisi
Penolakan adalah sebagai ketetapan kekal Allah di mana Ia telah menentukan sebagian orang untuk terhilang berdasarkan tindakan dari anugerah khusus-Nya, dan menghukum mereka karena dosa-dosa mereka untuk menyatakan keadilan-Nya.
Roma 9:13 seperti ada tertulis: "Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau."
Roma 9:18 Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendaki-Nya.

b.      Penjelasan
Penolakkan menggambarkan dua tujuan Allah, yaitu: melewatkan sebagian orang dalam pencurahan anugerah keselamatan dan menaruh mereka dalam keadaan yang tidak dimuliakan dan masuk dalam murka Allah oleh karena dosa-dosa mereka.
Jadi dalam pemilihan Allah, sifatnya tidak bersyarat, maka dalam penolakkan Allah sifatnya bersyarat yaitu karena dosa-dosa manusia, maka manusia dibiarkan oleh Allah dan ditolak oleh Allah.
Roma 9:21-22 Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?  22 Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan.
Yudas 1:4   Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.
Amsal 16:4 TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka.
2 Korintus 4:3-4  Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa,  4 yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.
Jadi penolakkan Allah terhadap sebagian manusia yang tidak diselamatkan tidak menghilangkan anugerah umum / alamiah dalam kehidupan mereka (Lih. Mat. 5:45). Allah menolak manusia dengan memberikan kondisi yang juga membuat mereka dalam kesadarannya menolak Yesus Kristus.

D.    Predestinasi Ganda
Predestinasi mencakup 2 bagian, yaitu pemilihan dan penolakkan. Dalam Roma 9:13 menyatakan: ”Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau”. Alkitab memperlihatkan bahwa Allah telah menentukan dari mulanya orang-orang yang akan diselamatkan, dan secara logis pastilah ada orang-orang yang tidak diselamatkan. Lalu bagaimana kita memahami hal ini? Apakah Allah patut disalahkan atas orang-orang yang tidak diselamatkan?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita akan memahami pandangan yang muncul dalam predestinasi ganda yaitu: pandangan positif-positif (Aktif-Aktif) dan pandangan positif-negatif (Aktif-Pasif).  
1.      Pandangan positif-positif dari predestinasi
Pandangan positif-positif dari predestinasi mengajarkan bahwa Allah secara positif (Aktif) mengintervesi di dalam kehidupan orang-orang yang dipilih untuk mengefektifkan anugerah di dalam hati mereka dan membawa mereka kepada iman. Demikian pula dalam kasus orang-orang yang tidak dipilih, Allah secara positif (aktif) berintervensi di dalam hati mereka supaya tetap jahat dan menghalangi mereka untuk datang kepada iman.
2.      Pandangan positif-negatif dari predestinasi
Di dalam kasus orang yang dipilih, Allah intervensi secara positif dan aktif untuk mengefektifkan anugerah di dalam hati manusia dan membawa mereka kepada iman yang menyelamatkan. Allah melahirbarukan orang yang dipilih dan menjamin keselamatan mereka. Di dalam orang yang tidak dipilih, Allah tidak intervensi aktif (pasif) bekerja di dalam hati mereka untuk menjadikan mereka jahat atau menghalangi mereka untuk datang kepada iman yang menyelamatkan.
3.      Perbedaan dan persamaan
Dalam kedua pandangan tersebut (positif-positif & positif-negatif) terdapat perbedaan, yaitu aktivitas Allah antara orang yang dipilih dan tidak dipilih tidak simetris. Namun terdapat juga kesamaan yaitu kesimetrisan dalam kepastian akibat akhir, yaitu orang yang tidak dipilih baik secara positif atau negatif sama-sama ke neraka pada akhirnya.
4.      Jawaban terhadap beberapa teks Alkitab
a.      Roma 9:13
Apakah yang dimaksudkan dengan Allah ”membenci Esau?” Ada dua penjelasan:
1.      Kebencian kepada Esau bukan dalam arti sikap hati yang negatif kepada Esau, melainkan hanya tidak adanya kasih penebusan (anugerah khusus). Allah masih menunjukkan kebaikkan dengan memberi anugerah umum dan pemeliharaan dalam hal-hal alamiah tetapi Allah tidak memberikan anugerah khusus yaitu penebusan. Penjelasan ini merupakan pemahaman untuk mengantisipasi sikap bahwa Allah membenci seseorang.
2.      Kebencian kepada Esau artinya Esau tidak menerima berkat yang sama seperti Yakub, dan itulah artinya ia dibenci oleh Allah. Perhatikan Allah ’mengasihi’ Yakub karena Allah memberikan berkat tanpa hasil usaha apa pun dari Yakub. Allah memberikan berkat kepada Yakub yang ia tidak layak menerimannya. Penjelasan kedua ini menunjukkan bahwa Esau layak dibenci menurut pandangan Allah. Tidak ada sesuatu pun dari diri Esau untuk dikasihi Allah (Lih. Roma 9:14-16).
b.      Keluaran 4:21, 7:3, 9:12, 10:20; 27, 14:4
Dalam ayat tersebut kita melihat Allah mengeraskan hati Firaun. Apa artinya? Apakah Allah aktif menciptakan hati yang jahat lalu memberikannya kepada Firaun?. Pengerasan hati Firaun itu bersifat pasif bukan aktif. Artinya Allah tidak menciptakan hati jahat. Secara natur, semua manusia telah mengalami kerusakan total (total depravity of Man), maka begitu juga Firaun memang sudah mengalami kerusakan total. Namun dalam kerusakan total manusia Allah masih berkarya melakukan pemeliharaan (Providency of God), sehingga kejahatan manusia akibat dari kerusakan total manusia masih ditahan oleh Allah sendiri. Ketika Firaun mengeraskan hati menunjukkan bahwa Allah mengangkat anugerah yang menahan manusia untuk melampiaskan keinginan jahat mereka, dan membiarkan mereka untuk melaksanakan kecendrungan jahat yang sudah ada pada diri mereka.
Kesimpulan
Dari kedua ayat tersebut inilah yang Allah lakukan pada orang yang akan binasa di dalam neraka. Orang tersebut meninggal dalam kedegilan dan kejahatan dan dengan sadar menolak karya penebusan Kristus. Sehingga tidak ada orang di dalam neraka akan berteriak meminta ke Surga.  

E.     Predestinasi & Penginjilan
Doktrin predestinasi seringkali dianggap memberikan kepasifan dalam penginjilan. Namun doktrin predestinasi justru sangat penting dalam penginjilan.
Pertama, sebelum menerima Injil (panggilan Injil), kondisi orang-orang pilihan adalah sama dengan mereka yang binasa dan terpencar-pencar di padang pasir (Calvin, Institutio III, XXIV, 10). Jadi melalui penginjilan maka orang-orang yang telah diselamatkan oleh Allah akhirnya berkumpul dalam sebuah persekutuan.
Kis. 2:37-39   37 Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain: "Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?"  38 Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.  39 Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita."
Kedua, Predestinasi merupakan bagian non material cause. Kita dapat memahami dan mengerti predestinasi hanya pada batasan material dan formal cause (pemberitaan Injil). Pada saat penginjilan, kita hanya memperlihatkan bagian materialnya, yaitu Injil di beritakan, dengan metode tertentu dan ada orang percaya atau menolak. Tetapi dibalik semua yang non material cause kita tidak memahami yaitu predestinasi Allah sebelum Injil diberitakan dan setelah orang mendengar Injil. Jadi pemberitaan Injil berperan sebagai instrumen (alat) untuk menyatakan pemilihan Allah.
 2 Korintus 4:3-4  Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa,  4 yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.
Ketiga, doktrin predestinasi memberikan sukacita dan ucapan syukur keyakinan keselamatan, sehingga ucapan syukur dan keselamatan yang telah kita rasakan, mendorong kita untuk penginjilan.

KESIMPULAN
Doktrin predestinasi adalah doktrin yang Alkitabiah. Doktrin ini merupakan bagian dalam ketetapan Allah yang kekal. Doktrin predestinasi bersifat ganda dalam arti postif-negatif, artinya Allah aktif memilih orang untuk diselamatkan, namun manusia ditentukan dineraka karena dosa mereka. Doktrin predestinasi tidak menghilangkan tanggung jawab penginjilan, justru semakin memotivasi manusia dalam penginjilan untuk mengumpulkan orang pilihan dalam persekutuan dan muara predestinasi adalah untuk kemuliaan Allah.
Ecllesia Reformata semper Reformanda secundum Verbum Dei, Soli Deo Gloria

Selasa, 19 Februari 2019

MEMANDANG ALLAH DALAM KESALEHAN (Sebuah Refleksi Pemikiran Teologis Ayub dalam Kehidupan John Calvin)

Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
Dalam Alkitab kata saleh ditulis dengan tamim. Kata tersebut muncul dalam pembahasan mengenai pribadi Ayub yang saleh. Kata saleh tersebut memiliki arti integrity, Perfect. Kesalehan adalah kehidupan yang dalam kondisi ideal. Hal tersebut tidak didapatkan begitu saja oleh manusia. Karena hanya Allah saja yang memiliki keidealan tersebut. Oleh karena itu secara teologis, manusia dapat hidup saleh karena Allahlah yang membentuk manusia dalam kesalehan. Tanpa Allah manusia tidak akan dapat menginginkan hal-hal yang baik apalagi saleh (Lih. Total Depravity of Man).
       Dalam kesalehan hidup Ayub, ia justru banyak mengalami problematika yang sangat berat. Iblis diijinkan Allah untuk mencobai Ayub. Pencobaan pertama bersifat eksternal, Ayub kehilangan seluruh harta, anak dan budaknya. Pencobaan kedua bersifat internal yaitu Iblis menghajar Ayub dengan penyakit kulit yang membuat istrinya tidak betah dan meminta agar mengutuki Allah. Namun Alkitab mencatat dalam kesemuanya itu Ayub tidak berdosa, bahkan ia memiliki sikap dan pandangan yang tetap ideal kepada Tuhan, dengan siap menerima bukan hanya baik tetapi yang buruk dari Tuhan. Kesalehan Ayub membuat ia tetap memiliki pemikiran teologis yang benar tentang Allah.
       Doktrin Teodisi menjadi hal yang terlihat dalam pemikiran Ayub. Ia percaya Allah tidak bersalah sama sekali dalam penderitaan yang ia alami. Ia tidak mau menuduh Allah dengan pandangan negatif. Kesalehan hidup Ayub memimpin dirinya berpikir benar tentang Allah tanpa memberikan tuduhan dan kecaman yang salah kepada Allah. Ayub tidak berteriak bahwa Allah jahat, Allah kejam tetapi ia justru tidak didapati berdosa dalam perkataannya kepada Allah saat penderitaan muncul.
      Buku Institutio yang ditulis oleh John Calvin (1509-1564), seorang tokoh reformator Gereja. Memberikan arahan agar manusia yang membacanya terarah kepada kesalehan hidup. Calvin tidak hanya membentuk pembaca secara intelektualitas dalam memahami Alkitab tetapi ia juga mengharapkan manusia mengerti akan kesalehan hidup dari buku tersebut. Jika kita melihat apa hubungan buku Intitutio dengan pengalaman hidup Calvin?.
      Dalam catatan Majalah Momentum no. 29/Triwulan I/1996 yang diterbitkan oleh Lembaga Reformed Injili Indonesia (LRII), menuliskan tentang sejarah kisah kehidupan keluarga Calvin. Berikut kisah seingkat kehidupan John Calvin dan keluarganya:

Kita melihat kehidupan John Calvin sebagai suatu kehidupan yang serius, akan tetapi pada saat kita melihat dia mencari seorang calon istri, ini merupakan suatu hal yang menarik yang cukup menggegerkan khususnya pada abad 20 ini. Sangatlah sulit ditentukan secara pasti kapan masa pencarian itu dimulai. Setelah Calvin menginjak usia 29 tahun dan menjalani masa kependetaanya di gereja berbahasa Perancis di pengungsian Strasbourg, dia tidak mempunyai banyak waktu untuk memikirkan masalah perkawinan. Di samping itu, dia pernah menulis bahwa, "Saya tidak akan pernah bercampur dengan orang-orang yang dituduh menyerang Roma, seperti orang-orang Yunani yang bertempur melawan Troy, yang hanya bisa mengambil istri orang lain." Jadi dia sama sekali tidak terburu-buru.

Akan tetapi Strasbourg lebih dari sekedar tempat pengungsian bagi Calvin. Tidak berapa lama setelah dia berada di kota itu, dia tinggal bersama dengan Martin dan Elizabeth Bucer. Martin adalah seorang pendeta yang ramah dari gereja St. Thomas di kota tersebut. Dan Elizabeth adalah seorang tuan rumah yang ramah juga seperti Martin. Rumah mereka terkenal sebagai "pondok kebenaran". John Calvin tidak pernah melihat suatu pernikahan yang begitu bahagia. Bucer sangat bahagia sehingga dia menganjurkan tentang pernikahan kepada semua rekan sepelayanannya "Calvin, kamu harus mencari seorang istri." Martin mengatakan ini kepada Calvin lebih dari satu kali.

Philip Melanchthon pernah sekali memperhatikan bahwa John Calvin kelihatan seperti seorang yang pendiam dan pelupa, walaupun itu bukan merupakan karakternya, setelah menghadiri suatu konprensi yang melelahkan sepanjang hari. "Baiklah! Baiklah!", kata Melanchthon, "...sepertinya theolog kita ini sedang memikirkan seorang calon istri." Pada saat itu, Melanchthon telah menikah selama 19 tahun dan pernikahannya merupakan suatu pernikahan yang bahagia. Ny. Melanchthon, adalah seorang yang humoris, yang merawat Philip dengan sangat baik. Satu-satunya keluhan yang pernah disampaikan Philip kepada John Calvin, adalah, "Dia (Ny. Melanchthon) senantiasa mempunyai pikiran bahwa saya akan mati kelaparan jika saya tidak selalu diberi makan yang banyak."

Demikian juga Calvin, menyadari bahwa dia memerlukan seseorang untuk memperhatikannya. Ketika dia pindah keluar dari "pondok kebenaran" Bucer, dia menyewa satu rumah untuk dirinya sendiri, saudara- saudaranya, adik tirinya dan beberapa murid yang tinggal bersama dengan dia. Dia merasa bahwa beban untuk mengurus suatu rumah tangga sangatlah sulit, dan pada saat yang bersamaan dia juga harus melayani sebagai seorang pendeta di gereja yang sedang berkembang. Ini merupakan alasan lain yang menunjang Calvin untuk mencari seorang pendamping. Oleh sebab itu, dia memberitahukan pada koleganya bahwa dia sekarang siap untuk dicarikan seorang istri dan dia terbuka untuk semua saran-saran.

Tentu saja, seperti biasa, dia tahu apa yang dikehendakinya. Kwalifikasi dari "pekerjaan" tersebut adalah : "Harus diingat bahwa apa yang saya harapkan dari istri saya - dia harus merupakan seseorang yang halus di dalam budi bahasanya, tidak terlalu rewel, hemat, sabar dan apabila memungkinkan dia harus bisa memperhatikan kesehatan saya juga. Saya tidak seperti anak-anak muda umumnya yang hanya jatuh cinta dan tertarik dengan keadaan fisik dari seseorang."

Pada saat itu, Calvin sedang menghadapi masalah sehingga dia berharap bebannya akan sedikit ringan apabila dia mempunyai seorang istri; walaupun sebenarnya tidak menyelesaikan masalahnya. "Saya tidak pandai menyimpan uang. Sangatlah mengherankan bagaimana uang saya semuanya habis untuk semua keperluan di luar keperluan biasa". Seperti apa yang dituliskan oleh T.H.L Parker, "...kesehatan Calvin sangatlah menurun, dia juga bukan merupakan seorang yang bisa mengatur diri sendiri, dia seorang yang tidak sabaran dan kemungkinan akan berubah menjadi lebih baik apabila dia menikah."

Pada kenyataannya, Calvin sangat yakin bahwa langkah berikut di dalam kehidupannya untuk tahun 1539 adalah menikah, sehingga dia menetapkan satu tanggal, beberapa hari setelah Paskah adalah merupakan hari pernikahannya. William Farel, teman dekatnya, yang akan melangsungkan upacara pernikahan tersebut. Tapi kita tidak tahu adalah apakah dia sudah memilih seorang calon istri?

Beberapa bulan kemudian, calon pertama dipertemukan dengan Calvin. Dia adalah seorang wanita Jerman yang kaya, yang mempunyai seorang kakak yang menjadi manajer kampanye wanita itu. Mereka merupakan pendukung Calvin yang setia, dan kakaknya berpendapat bahwa pernikahan di antara mereka berdua akan merupakan suatu pernikahan yang saling menguntungkan. Calvin sering mengatakan bahwa dia ingin sekali hidup sebagai seorang ilmuwan. Dan hasil dari royalti penjualan buku-bukunya tidak memberikan hasil yang cukup memuaskan; ini akan merupakan suatu hal yang membantu kehidupannya apabila dia menikah dengan seorang wanita yang kaya.

Akan tetapi, Calvin mempunyai dua permasalahan dengan calon pertama ini; alasan yang pertama - dia tidak mengerti sama sekali mengenai bahasa Perancis dan tidak menunjukkan itikad untuk mempelajarinya; alasan yang kedua - seperti yang dia jelaskan kepada Farel bahwa, "Dia pasti akan membawa emas kawin yang banyak dan hal tersebut akan sangat memalukan bagi diri saya, sebagai seorang hamba Tuhan yang miskin. Dan saya juga berpendapat bahwa dia juga tidak akan merasa puas hanya dengan menjadi seorang istri hamba Tuhan yang sederhana."

Farel mempunyai seorang calon yang cukup memenuhi syarat untuk dikenalkan dengan Calvin. Dia cukup mahir dalam bahasa Perancis, dan merupakan seorang Protestan yang saleh; akan tetapi berbeda usia mereka cukup jauh, di mana Calvin 15 tahun lebih muda dari wanita tersebut. Calvin tidak pernah menginginkan yang ini.

Calon berikutnya merupakan seorang wanita yang mahir di dalam bahasa Perancis dan dia juga tidak mempunyai harta yang berlimpah; teman- teman Calvin sangat menyetujui. Calvin kelihatannya sangat tertarik, dan merupakan suatu alasan yang cukup kuat untuk mengundang dia ke Strasbourg untuk berkenalan. Calvin sekali lagi mengingatkan Farel, "Apabila semuanya berjalan dengan lancar, dan ini yang sungguh-sungguh kita harapkan semua, maka upacara pernikahannya tidak akan ditunda dan melewati tanggal 10 Maret." Pada saat itu, Calvin telah berusia 31 tahun, tepatnya pada tahun 1540. "Saya harapkan kamu bisa hadir dan memberkati pernikahan ini," tetapi Calvin menambahkan, "saya akan kelihatan seperti orang bodoh apabila semua yang kita harapkan kali ini tidak akan berjalan sesuai dengan rencana." Dan ternyata rencana pernikahan tersebut tidak pernah terlaksana sesuai dengan yang telah ditetapkan.

John sangat malu dengan semua masalah yang ditimbulkannya dan semua surat-surat yang dikirimnya kepada William Farel; dia menulis di salah satu suratnya kepada Farel, "Saya masih belum menemukan seorang istri pun dan saya merasa sungkan untuk melanjutkan "pencarian" tersebut." Akan tetapi, pada saat dia berhenti untuk mencari, dia menemukan pasangannya. Di antara para jemaatnya ada seorang janda muda, Idelette de Bure Stordeur. Dia, suaminya dan kedua anaknya, datang ke Strasbourg sebagai penganut Anabaptis. Setelah mendengarkan khotbah- khorbah dari John Calvin mengenai eksposisi-eksposisi Alkitab, pandangan mereka berubah menjadi pandangan Reformed.

Jean Stordeur, suami Idelette, merupakan seorang pemimpin Anabaptis dan tidak diragukan bahwa John Calvin sering mendiskusikan masalah- masalah theologi dengan keluarga Stordeur di tempat kediaman mereka. Pada tahun 1537, ketika Calvin masih berada di Geneva, Stordeur telah datang ke kota itu untuk berdebat dengan para Reformator di kota itu. Stordeur kalah di dalam perdebatan tersebut dan diperintahkan untuk keluar dari kota itu dan kembali ke Strasbourg. Tidak kita ragukan bahwa diskusi itu dilanjutkan ketika dua tahun kemudian Calvin tiba ke Strasbourg. Pada akhirnya, Calvin berhasil menyakinkan mereka dengan ayat-ayat dari Alkitab mengenai perbedaan-perbedaan yang ada tetapi tidak semuanya. Di dalam beberapa hal, Calvin memasukkan beberapa hal mengenai pemikirannya sendiri. Tetapi setelah itu suami istri Stordeur mengikuti kebaktian di gereja Calvin, dan turut serta di dalam Perjamuan Kudus, anak mereka kemudian di baptis oleh Calvin - setelah melalui diskusi yang cukup lama; pada akhirnya seluruh keluarga Stordeur menjadi anggota jemaat di gereja tersebut yang mana anggota jemaatnya telah mencapai 500 orang pelarian dari Perancis dan negara- negara yang letaknya di bawah Perancis.

Kemudian pada tahun 1540 di musim semi, Jean Stordeur diserang oleh penyakit pes dan tiba-tiba meninggal. Idelleta menangisi kematian suaminya, John Calvin merasa sedih karena kehilangan seorang teman. Pada saat John Calvin sudah menyerah mengenai rencana pernikahan oleh karena kegagalan-kegagalan sebelumnya pada saat itulah teman- temannya, pendeta Martin Bucer menganjurkan kepada Calvin, "Mengapa tidak mempertimbangkan Ideletta sebagai calon istrimu?". Dan John Calvin benar-benar mempertimbangkan saran tersebut.

Idelette adalah seorang wanita yang menarik, cerdas, seorang yang berbudi bahasa, dan dia berasal dari kalangan kelas menengah atas. Dia juga seorang wanita yang berkarakter dan sangat bersemangat. Tidak memerlukan waktu terlalu lama bagi sang Reformator untuk menulis surat kepada William Farel, meminta kesediaan dia untuk datang dan melangsungkan upacara pernikahan tersebut. Kali ini bukanlah alarm yang salah lagi; dan pada bulan Agustus, John dan Idelette resmi dinikahkan.

Untuk Idellette, dia lebih memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya bahwa mereka memiliki seorang ayah yang baik, sedangkan untuk John, dia merasa lega oleh karena telah menemukan seorang istri yang baik. Penyesuaian besar pertama bagi Idellete adalah pindah ke asrama Calvin dan tinggal bersama dengan para murid-muridnya, dan belajar untuk menyesuaikan diri dengan pengurus rumah tangga yang mempunyai lidah yang "tajam".

Idellete juga harus dihadapkan dengan masalah kesehatan. Mereka berdua, jatuh sakit tidak lama setelah hari pernikahan mereka dan diharuskan untuk tinggal di tempat tidur. Calvin mengirimkan kartu ucapan terima kasih kepada William Farel dan mencantumkan, "...sepertinya semua ini telah diatur, sehingga pernikahan kami tidak berkesan terlalu "menggembirakan", Tuhan telah memberikan suatu kebahagiaan yang sepantasnya kami dapatkan."

Di dalam tulisan-tulisannya, John Calvin tidak pernah banyak menyinggung masalah-masalah pribadinya, dan demikian juga mengenai istrinya. Sama sekali berbeda dengan Martin Luther - akan tetapi melalui surat-suratnya kita bisa menarik suatu kesimpulan bahwa Idellete adalah adalah seorang istri yang benar-benar memperhatikan suaminya, demikian juga kepada anak-anaknya. Penulis biografi Calvin menyimpulkan bahwa Idelette adalah seorang wanita yang kuat dan berpribadi; dan John Calvin sendiri menggambarkan dia sebagai seorang penolong yang setia darinya, serta merupakan seorang teman hidup yang paling menyenangkan. John Calvin pastilah tidak kecewa dengan pernikahannya tersebut.

Walaupun dia sangat menikmati kebersamaan Idelette di sampingnya, akan tetapi pada tahun pertama pernikahan mereka - dia tidak begitu mempunyai banyak waktu. Setelah mereka sembuh, John Calvin harus berkeliling, meninggalkan Idellete untuk mengurusi permasalahan- permasalahan yang timbul di asrama, demikian juga kedua anak-anaknya sendiri. Sebenarnya John Calvin tidak ingin pergi, tetapi Raja Charles, penguasa Holy Roman Empire telah memanggil para pemimpin- pemimpin Roma Katholik dan para Sarjana Protestan untuk berkumpul dan mendiskusikan bagaimana mereka bisa menghentikan perdebatan di antara mereka dan membentuk satu kesatuan untuk melawan kerajaan Turki yang hendak menguasai pemerintahannya.

Setelah tiga bulan kemudian, John Calvin kembali ke rumah untuk sebulan lamanya, sebelum dia harus kembali melanjutkan tugas pelayanannya untuk menghadiri suatu konferensi yang dihimpun oleh Raja Charles. "Saya dipaksa untuk pergi", dia menuliskannya, tetapi dia berangkat juga.

Ketika dia menghandiri konprensi tersebut, dia menerima kabar bahwa Strasbourg diserang oleh wabah penyakit pes. Dia sangat mencemaskan istrinya. "Siang dan malam, saya selalu memikirkan istri saya." Dia menyadari bahwa penyakit pes ini telah mengambil nyawa suami Idelette setahun yang lalu, ada kemungkinan Idellete akan terserang oleh penyakit tersebut oleh karena dia belum pulih benar setelah sembuh dari sakitnya. Dia menulis surat kepada istrinya dan meminta dia untuk meninggalkan Strasbourg, sampai wabah penyakit tersebut berlalu.

Akan tetapi, Idelette telah bertindak duluan. Dia telah membawa anak- anaknya untuk mengungsi ke rumah kakaknya, Lambert. Lambert dulunya adalah seorang tuan tanah yang kaya di Liege, sebelum dia dipaksa untuk pergi dan meninggalkan semua yang dimilikinya. Tetapi hanya dalam beberapa tahun saja semenjak kedatangannya di Strasbourg, dia kembali memulihkan reputasinya menjadi seorang penduduk yang terhormat.

Pada penghujung tahun tersebut, John Calvin dipanggil kembali untuk menghadiri suatu konprensi. Dia dan Idelette terpisah selama 32 minggu dari 45 minggu pertama semenjak hari pernikahan mereka. Walaupun demikian, John Calvin masih dihadapkan pada suatu tantangan yang lebih besar daripada hanya sekedar perpisahan mereka yang cukup lama. John Cavin dihadapkan pada suatu dilema dimana dia disuruh untuk kembali ke Geneva. Dia tidak mau pergi, "Saya lebih baik menghadapi "100 kali kematian" daripada diberi kebebasan untuk memilih, saya lebih baik melakukan apa saja yang lain di dunia ini."

Tetapi pada bulan September, tahun 1541. John Calvin menuju Geneva untuk melihat kemungkinan apakah dia harus merubah pikirannya. "Saya menyerahkan hati saya kepada Tuhan sebagai persembahan", dia menuliskan. Idelette tinggal di Strasbourg untuk sementara, sampai Calvin merasa yakin kalau Geneva akan aman untuk Idelette dan anak- anaknya. Geneva memberikan John Calvin banyak hadiah. "Ada jubah baru dari kain beludru hitam, yang dihiasi dengan bulu domba. Dan disediakan rumah di Rue de Chanoines, yang terletak di suatu jalan kecil dekat katederal. Di belakang rumah tersebut didapati taman yang menghadap ke danau yang biru." Para dewan anggota mengirimkan kereta kuda mewah untuk menjemput Ideletta, anak-anaknya dan membawa semua perabotan dari Strasbourg ke Geneva. Ini merupakan suatu perpindahan yang traumatis baik bagi Idelette maupun John Calvin sendiri. Strasbourg telah menjadi rumah bagi Ideletta dan juga anak-anaknya. Apalagi kakaknya, Lambert, beserta keluarganya juga tinggal di Strasbourg. Semua yang diketahui oleh dia mengenai Geneva adalah berdasarkan cerita pengalaman John Calvin selama dia berada di Geneva, dan semuanya itu menggambarkan suatu ketidakpastian dan kebimbangan, jika bukan pencobaan dan penderitaan.

Pada akhirnya, Idelette pergi juga menuju Geneva. Dan setelah dia mulai menetap di rumah baru mereka di Rue de Chanoines No. 11, dia merasa bahagia. Keadaan di Geneva sama sekali berbeda dengan keadaan di asrama Strasbourg yang penuh sesak.

Para dewan kota meminjamkan Calvin perabotan-perabotan, oleh karena mereka tidak memiliki banyak perabotan. Di belakang rumah mereka ada kebun yang ditanami sayur, pohon-pohon untuk obat dan bumbu masak dan juga ditanami berbagai bunga yang mengharumkan udara, semua ini dirawat oleh Idelette. Ketika para tamu berkunjung, dengan bangga John Calvin menunjukkan kepada mereka kebun yang dirawat oleh Idelette.

Pada musim panas mereka yang pertama di Geneva, Idelette melahirkan seorang bayi laki-laki prematur. Si kecil Jacques meninggal dunia pada usia 2 minggu. Ini merupakan suatu pukulan yang berat untuk mereka berdua. "Tuhan memberikan suatu pelajaran kepada kami melalui kematian putera kami." John menuliskan kesedihannya kepada sesama koleganya. "Tetapi Dia sendiri sebagai seorang Bapa, mengetahui apa yang terbaik untuk anak-anak-Nya."

Tiga tahun kemudian, putri mereka juga meninggal pada saat dilahirkan, dan dua tahun kemudian, ketika John dan Idelette menginjak usia 39 tahun, lahirlah anak ketiga yang prematur, yang juga meninggal kemudiannya. Setelah semua kejadian yang menimpa mereka, kondisi kesehatan Idelette mulai menurun; yang disertai dengan batuk-batuk yang memberatkannya.

Walaupun kehidupan di Geneva bagi John Calvin lebih baik, akan tetapi ini juga bukan merupakan suatu kehidupan yang mudah. Dia mempunyai banyak musuh di kota tersebut sama seperti ia mempunyai banyak sahabat. Beberapa penduduk kota tersebut memanggil anjing-anjing mereka "Calvin". Tetapi yang membuat Calvin lebih marah, apabila mereka juga mengikutsertakan Idelette di dalam gunjingan mereka.

Pernikahan Idelette yang pertama dengan John Stordeur bukanlah merupakan suatu pernikahan yang bersifat suatu upacara pemberkatan resmi, oleh karena ajaran Anabaptis mempercayai bahwa pernikahan itu merupakan suatu hal yang sakral, bukan merupakan suatu tindakan hukum. Beberapa tahun kemudian, gunjingan-gunjingan tersebut makin meluas ke seluruh kota dan mereka berpendapat bahwa Idellete adalah seorang wanita yang mempunyai reputasi yang jelek, dan bahwa kedua anaknya tersebut itu lahir di luar nikah. John Calvin dan Idelette pada saat ini tidak bisa mempunyai anak, mereka mengatakan bahwa Tuhan sedang menghukum mereka oleh karena perbuatan-perbuatan amoral Idelette di waktu lampau.

Walaupun kesehatan Idelette semakin menurun, Idelette tetap berusaha unuk menjaga supaya John tetap berada pada keadaan emosi yang stabil. Teman-teman mereka mengatakan bahwa John berada pada keadaan di mana dia bisa mengontrol emosinya dengan baik, walaupun dia harus dihadapkan dengan berbagai macam serangan.

Idelette masih berusia 30 tahunan ketika dia diserang oleh penyakit, kemungkinan tuberkulosa (TBC), yang merupakan penyebab utama dari kemunduran kesehatannya. Di bulan Agustus 1548, John Calvin menulis, "Dia begitu dikuasai rasa sakitnya sehingga dia sendiri hampir sama sekali tidak mampu untuk mendukung dirinya sendiri." Pada tahun 1549, ketika dia berusia 40 tahun, dia terbaring dengan lemahnya. Idelette hanya baru menikah dengan John untuk 9 tahun, pada saat dia terbaring sakit. Di tempat tidurnya, Idelette mempunyai dua masalah yang sangat diperhatikannya. Salah satunya adalah bahwa sakit penyakitnya janganlah sampai menghalangi pelayanannya Jon Calvin. Yang satunya lagi adalah anak-anakNya.

Di kemudian hari, di salah satu surat John Calvin, dia menuliskan, "Semenjak saya mengetahui bahwa kekhawatirannya terhadap anak-anaknya akan sangat menghabiskan tenaganya, saya mengambil kesempatan ini, tiga hari sebelum hari kematiannya untuk mengatakan bahwa saya tidak akan mengecewakan dia di dalam bertanggungjawab terhadap anak- anaknya." Dia kemudian membalas saya dengan berkata bahwa, "Saya (Idelette) telah mempercayakan anak-anak saya ke dalam tangan Tuhan." Ketika saya menjawab dia bahwa biarpun demikian, saya (John Calvin) tidak akan hanya berpangku tangan dan tidak melakukan apa-apa. Kemudian dia menjawab, "Saya mengetahui bahwa kamu tidak akan melalaikan itu semua, walaupun engkau tahu telah saya serahkan sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan."

Pada hari kematiannya, John sangat terkesan dengan ketenangannya. "Dia tiba-tiba berseru sehingga semua orang bisa melihat bahwa rohnya telah meninggalkan dunia ini. Inilah seruan terakhirnya,"Ya kebangkitan yang mulia! Ya Allah Abraham dan Bapa dari kami semua, sungguh semua orang percaya sepanjang abad yang telah percaya kepada-Mu tidak menaruh pengharapan kepada hal yang sia-sia. Dan sekarang saya memusatkan pengharapan hanya kepada-Nya." Kalimat pernyataan yang singkat ini lebih diserukan secara nyaring daripada hanya sekedar suara bisikan. Ini bukan merupakan suatu pernyataan yang didiktekan oleh orang lain kepada dia. Pernyataan tersebut merupakan kata-kata yang keluar dari pemikirannya sendiri."

Satu jam kemudian, Idelette sudah tidak dapat berbicara dan dia berada dalam keadaan setengah sadar. "Akan tetapi raut wajahnya masih mencerminkan suatu tanda kesadaran mentalnya", John berusaha untuk mengingat peristiwa pada saat itu. "saya membisikkan beberapa kata kepada dia mengenai anugerah Kristus, pengharapan akan kehidupan kekal, pernikahan kami dan kematiannya yang diambang pintu. Kemudian saya berpindah ke samping dan berdoa. Tidak lama kemudian, dia secara perlahan-lahan menghembuskan nafasnya yang terakhir."

John menghadapi masa-masa kesedihan yang sangat mendalam. Dia menulis kepada temannya, Viret, "Kamu mengetahui bagaimana pekanya perasaan saya. Jika saya tidak mengontrol diri saya dengan kuat, saya tidak akan mampu menghadapi masa-masa sulit tersebut sampai saat ini. Kesedihannku sangat mendalam. Teman hidupku yang terbaik telah "diambil" dari kehidupanku. Apabila saya menghadapi kesulitan, dia selalu siap untuk mendengarkannya dan saling berbagi-rasa, bukan hanya dalam pembuangan dan kemiskinan bahkan sampai pada saat terakhir kepergiannya pun dia masih mendengarkan saya."

Surat kepada temannya, William Farel, dia menuliskan bahwa "Saya tidak dapat menjauhi diri saya dari kesedihan yang sangat memukul ini. Teman-teman yang lain juga berusaha untuk menghibur saya...Sekiranya Tuhan Yesus... memberikan saya kekuatan di dalam pencobaan yang berat ini." John Calvin baru berusia 40 tahun pada saat Idelette meninggal dunia, tetapi dia tidak pernah menikah lagi. Di kemudian hari, dia menceritakan tentang keunikan Idelette dan dia bermaksud untuk menghabiskan sisa hidupnya di dalam "kesendirian".

Kehidupan Idelette de bure Calvin merupakan suatu kehidupan yang dipenuhi dengan kepedihan, tetapi dia tidak pernah merajuk, dia membawa kebahagiaan dan damai di manapun dia berada. John telah mengetahui banyak mengenai Allah Bapa itu berdaulat, tetapi melalui kehidupan dan kematian Idelette, Idelette mengajari dia mengenai Roh Kudus sebagai Penghibur. 
         Dari peristiwa tersebut memperlihatkan bahwa Calvin yang memiliki hidup yang saleh, dan percaya juga pada predestinsi Allah, tidak pernah menghakimi Allah atas kesulitan hidup yang dialaminya. Sehingga dengan demikian, kehidupan yang saleh sangat penting agar kita mampu mengehentikan dan membatasi asumsi-asumsi negatif terhadap Tuhan atas penderitaan yang kita alami. Justru kesalehan yang diberikan Allah membawa kita untuk memuliakan Allah dalam penderitaan kita. Kehilangan bisa menimbulkan kependihan di hati dan bisa membawa hati kita marah kepada Tuhan tetapi dalam kesalehan kita menyadari Allah tidak pernah salah dan Allah tetap mulia.
Ecclesia Reformata Semper Reformanda, Secundum Verbum Dei.