Rabu, 07 Agustus 2019

PRINSIP TEOLOGI REFORMED: SOLA GRATIA

Oleh: Made N. Supriadi, S.Th
A. Latar Belakang Penulisan
     Dalam kehidupan manusia secara praktis kita sering melihat banyak manusia yang menyombongkan dirinya, apakah karena keberhasilan dalam jabatan, pendidikan akademik, kekayaan dan lain sebagainya. Kemudian dalam konteks spiritualitas kita menyaksikan manusia yang berjuang keras melakukan perbuatan baik dengan tujuan agar masuk ke sorga, sehingga cenderung memunculkan arah sikap melakukan segala sesuatu untuk dapat mengubah hati Tuhan agar menerimanya di sorga, keadaan demikian juga terkadang mendorong manusia dengan sungguh-sungguh memberikan segala sesuatu bagi Tuhan. Tidak sampai disana, bahkan ada manusia yang rela menghabisi nyawannya sendiri, dengan cara bunuh diri, dengan alasan hidupnya tidak berarti. Berdasarkan dari persoalan tersebut penulis melihat bahwa problematika yang dihadapi adalah kurangnya memahami prinsip sola gratia. Istilah sola gratia merupakan prinsip penting dalam Teologi Reformed. Dalam tulisan ini akan membahas mengenai konsep sola gratia, dalam pembahasan ini akan membahas mengenai definisi dari sola gratia, selanjutnya meninjau prinsip tersebut di dalam Alkitab, lalu bagaimana para tokoh Reformator mengimplementasikan prinsip tersebut, selanjutnya memberikan jawaban terhadap keberatan prinsip sola gratia dan terakhir adalah penutup serta aplikasi perinsip tersebut.
B. Definisi Sola Gratia
          Dalam definisi ini penulis akan mengutip tulisan dari Pdt. Stevri I. Lumintang dalam bukunya Theologia Reformasi Abad XXI: Gereja Menjadi Serupa Dunia. Dalam buku tersebut ia menuliskan, sola (alone atau only), gratia (grace) artinya hanya oleh anugerah saja (Stevri I. Lumintang, Theologia Reformasi Abad XXI: Gereja Menjadi Serupa Dunia, (Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2017), 80). Kata 'gratia' merupakan kata Latin yang memiliki arti kemurahan hati, anugerah dan syukur (Hen ten Napel, Kamus Teologi Inggris - Indonesia (Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia, 2012), 151). Selanjutnya Dr. R. Soedarmo dalam bukunya Kamus Istilah Teologi menjelaskan arti kata 'anugerah' yaitu sesuatu yang baik yang diberikan tanpa adanya jasa dari si penerima, malahan meskipun penerima sebenarnya harus dijatuhi hukuman. Dalam tulisan ini konteks yang dibahas mengenai kata gratia adalah pada konteks kesemalatan (soteriologi). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arti sola gratia adalah keselamatan hanya oleh anugerah saja. Atau dapat dimengeri juga bahwa keselamatan merupakan pemeberian Allah kepada manusia yang layak dijatuhi hukuman atas dosanya, namun tetap diberikan keselamatan tanpa adanya jasa dari manusia. Inilah pemahaman sola gratia dalam konteks keselamatan dalam iman Kristen. 
C. Prinsip Sola Gratia Di Dalam Alkitab
        Prinsip sola gratia atau hanya oleh anugerah, bukanlah prinsip yang baru. Prinsip ini sudah hadir dalam kehidupan manusia mula-mula. Manusia pertama yaitu Adam dapat hidup oleh karena nafas kehidupan yang diberikan oleh Tuhan. Dengan demikian hidup adalah anugerah Tuhan, manusia tidak dapat menciptakan 'kehidupan / nyawa' Alkitab mencatat dimulainya kehidupan karena Allahlah yang memberikannya dan memulainya. Selanjutnya prinsip hanya oleh anugerah dapat kita temukan dalam fakta kejatuhan manusia pertama dalam dosa, ketika manusia malu dan telanjang, Allah tidak mematikan mereka langsung, tetapi Allah memeberikan kesempatan hidup kepada manusia, bahkan untuk menutupi tubuh manusia yang telanjang Allahlah yang berinisiatif memberikan kulit binatang kepada manusia. Inilah fakta bahwa prinsip sola gratia bukanlah prinsip baru.
        Selanjutnya prinsip sola gratia juga nyata dalam kehidupan Henokh dan Elia di mana mereka diangkat oleh Tuhan ke Sorga dan tindakan tersebut jelas memperlihatkan terjadi karena anugerah Tuhan semata, tanpa ada campur tangan manusia. Peristiwa penyelamatan Nuh dan keluarganya dari Bah merupakan kasih karunia Allah yang dianugerahkan kepada Nuh sekeluarga. Pemanggilan Abraham juga merupakan anugerah Allah, pemilihan Yakub sebagai juga merupakan anugerah Allah.
         Prinsip hanya anugerah juga dapat kita temukan dalam fakta kehidupan Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya namun Allah memakainya menjadi penolong sauadara-saudaranya yang kelaparan di masa mendatang. Pembebesan umat Israel dari perbudakan di Mesir merupakan karya Allah yang menunjukkan anugerah-Nya. Dalam PL juga kita sering menemukan prinsip hanya anugerah Allah dalam kasus Daud mengalahkan Goliat dan menjadi raja merupakan karena anugerah Allah. Dalam PL juga kita melihat prinsip-prinsip anugerah Allah dalam peperangan melawan Asyur di mana Allah yang berperang bagi umat Israel itulah anugerah.
          Dalam Perjanjian Baru (PB) prinsip anugerah dapat kita lihat dari perkataan Tuhan Yesus yang menyatakan bahwa "Anak manusia datang untuk mencari yang terhilang (Matius 18:11)", Tulisan Paulus dalam Roma 5:8 menyatakan konsep anugerah Allah "akan tetapi Allah menunjukkan kasihnya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa". Selanjutnya lebih jelas kembali dalam Efesus 2:8-9 "sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah., itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." Jadi prinsip sola gratia adalah konsep yang Alkitabiah, karena Alkitab menunjukkan satu-satunya pribadi yang dapat memberikan anugerah keselamatan hanya karena karya Kristus (Ibr. 9:28). Dalam banyak teks PB kata anugerah sering disertai dengan kasih karunia Allah (Lih. Roma 12:3,6,15:15;1Kor. 1:4, 3:10, 15:10, 2Kor. 8:1; Gal. 2:9; Ef. 3:8, 4:7; Yak. 4:6; 1Pet. 1:13). Dengan demikian prinsip sola gratia adalah prinsip yang telah ada dalam Alkitab dan para reformator hanya meneruskan dan menegaskan kembali (reaffirmed) prinsip yang telah ada.
C. Implementasi Prinsip Sola Gratia
       Secara konseptual prinsip sola gratia diimplementasikan oleh para reformator. Marthin Luther yang telah mengikuti ritual dalam tradisi gereja Katolik Roma pada abad ke XVI akhirnya bergumul tentang keselamatannya. Melihat banyaknya tradisi yang menyusahkan manusia untuk bisa mendapatkan kesalamatan, sehingga dalam kehidupan Luther ia bingung tentang dosanya, namun setelah membaca Roma 1:16-17 ia dicerahkan oleh prinsip "keselamatan hanya oleh iman". Ketika memahami nats inilah Luther akhirnya mengerti bahwa keselamatan itu hanya dan melalui iman kepada Kristus.
       Selanjutnya dalam kehidupan tokoh Reformator John Calvin, prinsip teologi anugerah nyata diimplementasikan. Hal tersebut dapat terlihat dari tulisan-tulisan beliau, yang menekankan keselamatan adalah anugerah Allah. Kemudian dalam kehidupan praktis beliau, yang selalu bersyukur atas apa yang terjadi, baik dalam kehidupan keluarganya, di mana ia harus menghadapi kematian anak-anaknya dan istrinya. Serta sikap hidup yang bersandar pada anugerah Allah ia tunjukkan dalam pelayanannya yang penuh dengan tantangan, saat ditolak di Jenewa dan diterima kembali. Calvin menimplematasikan hidupnya sebagai anugerah dari Allah.
D. Menjawab Keberatan Terhadap Prinsip Sola Gratia
       Prinsip Sola Gratia tidak serta merta diterima dalam pemikiran keKristenan. Dalam sejarah keKristenan, memaknai prinsip anugerah dalam konteks soteriologi juga mendapat tantangan, munculnya ajaran-ajaran yang mendasari keselamatan melalui usaha manusia (Anthroposentris) banyak bermunculan, hal tersebut telah terlihat dalam konteks Bapa-bapa Gereja, yaitu hadirnya Pelagius yang berkontra dengan Augustinus, pada abad reformasi ada John Calvin dan Jacobus Armenius. Bahkan ada ajaran semipelagianisme, yang mencoba untuk memadukan konsep keselamatan antara anugerah Allah dan kemampuan manusia (sinergisme). Dalam hal praktis muncul pemikiran ateisme yang membawa manusia berpikir bahwa Tuhan tidak ada, kehidupan ini berjalan dengan sendirinya, sesuai dengan hukum alam semesta, sehingga manusia tidak pernah memikirkan bahwa kehidupan dan kenyamanan dalam alam semesta adalah anugerah Allah. Bahkan banyak manusia yang berhasil memiliki banyak materi selalu mengatakan bahwa keberhasilannya adalah usahanya sehingga mengabaikan peran Tuhan dalam keberhasilannya. Bahkan banyak manusia yang memiliki pemikiran yang sembrono dengan menilai rendah kehidupan, sehingga melakukan aksi bunuh diri dan membunuh sesama karena tidak mengabaikan bahwa kehidupan adalah anugerah Allah.
        Keberatan-keberatan yang muncul baik secara teologis, filosofis dan praktis tersebut juga menyerang dalam kehidupan iman Kristen. Teologia Reform memberikan jawaban yang tegas bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu,sehingga tidak ada satu pun yang ada dalam dunia dan terjadi dalam dunia di luar dari otoritas Allah. Sehingga dalam prinsip Teologia Reform memberikan jawaban tegas bahwa secara teologis keselamatan adalah anugerah Allah, manusia tidak memiliki campur tangan dalam keselamatan (Lih. Ef. 1:4). Selanjutnya dalam konteks sejarah dunia dan terpeliharanya alam semesta dalam Teologia Reform diajarkan doktrin Anugerah Umum (Common Grace) sehingga sekalipun manusia telah berada dalam kondisi rusak total (total depravity), namun kerusakan tersebut tidak sampai menghancurkan seluruh isi bumi dan alam semesta, meskipun manusia bisa memiliki senjata pemusnah masal namun perdamaian dunia masih tetap terjaga. Hal tersebut dalam perspektif teologi Reform karena adanya anugerah Allah secara umum, Allah memberikan matahari, hujan, musim panas, air dan sebagainya kepada semua orang yang ada di bumi, apakah dia jahat atau baik, percaya dan tidak percaya mereka merasakan berkat yang sama. Namun dalam teologia Reform juga mengajarkan tentang anugerah khusus (special grace) anugerah ini diberikan khusus oleh Allah kepada orang-orang yang dipilih dalam keselamatan. Anugerah ini bukanlah usaha manusia tetapi murni karya Allah. Orang yang diberikan anugerah ini akan mengenal siapa itu Yesus Kristus, siapa yang mengenal Yesus Kristus akan mengerti apa arti kehidupan ini, yang mengerti arti kehidupan ini tidak akan merusak hidupnya dengan bunuh diri dan tidak akan berhenti mengucap syukur bahwa segala sesuatu adalah pemberian Allah. Manusia yang diberikan anugerah khusus tidak dapat menjadai manusia yang ateis praktis, Alkitab memberikan catatan penting bahwa setiap manusia yang diberikan anugerah khusus, dia akan hidup meproklamasikan imannya, Yesus diberitakan melalui hidupnya dan kata-katanya, baik dalam keadaan susah maupun bahagia. Manusia yang menolak anugerah, bukan karena mereka punya power untuk menolak, tetapi karena Allah memanag tidak memberikan anugerah kepada hati mereka yang rusak oleh dosa, sehingga mereka hidup dalam kekerasan hati. Dalam teologia Reform diajarkan tentang anugerah yang tidak dapat ditolak (irrisistible of grace), jadi Allah memberikan anugerah-Nya bukan karena apa yang dilihat pada diri manusia, karena manusia sudah berdosa (Roma 3:23), sehngga dasar Allah memberikan anugerah-Nya adalah karena kehendak Allah sendiri. Dengan demikian manusia yang dapat memahami prinsip sola gratia adalah manusia yang memang diberikan anugerah oleh Allah, sehingga Roh Kudus bekerja melahirbarukan manusia sehingga manusia mampu untuk mengerti Pribadi dan Karya Allah.
E. Penutup
       Prinsip sola gratia merupakan prinsip Alkitabiah, prinsip teologis ini merupakan pilar penting dalam teologia Reform. Allah yang memberikan anugerah-Nya kepada manusia, akan membuat manusia memahami berharganya kehidupannya dan mengerti bahwa pemeliharaan Tuhan (the Providence of God) merupakan anugerah Allah. Manusia yang mengerti makna anugerah Allah akan mengerti bagaimana mensyukuri  hidupnya dan pasti akan menggunakan hidupnya dengan maksimal untuk melaksanakan mandat budaya (culture mandate) dan mandat misi (evangelitation mandate) dan hidup mempermuliakan Allah dan bersukacita selalu di dalam Kristus. Soli Deo Gloria


Senin, 01 Juli 2019

Manusia Dan Logika: Sebuah Pembahasan Relasional-Teologis



Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th

            Adam diciptakan sebagai makhluk yang dapat berpikir dan mengembangkan pemikirannya, hal ini mencerminkan hikmat Allah dan juga membedakan dia dengan binatang (2Pe 2:12, Yud 10). Kita telah pelajari bahwa di taman Eden Adam telah menggunakan akal budinya dalam kebergantungan-Nya kepada Allah. Dia membangun pola berpikirnya sesuai dengan petunjuk Allah. Adam pasti menggunakan logika meskipun dalam bentuk yang sederhana, dan ia menggunakannya dalam ketaklukannya kepada Allah. Dia tidak pernah mengabaikan kebergantungannya kepada Allah dengan berpikir logikanya yang mampu untuk memberikan kepada dia penjelasan dan pengetahuan untuk terpisah dari Allah. Akibatnya, penggunaan Adam dalam kemampuannya untuk menggunakan akal budinya selalu tunduk pada keterbatasan dan pimpinan penyataan Allah. Allah selalu dilihat sebagai dasar dari kebenaran dan gembala dari kebenaran, oleh karena pada saat itu Adam masih dalam keadaan manusia yang diciptakan menurut gambar Allah dan tanpa dosa.              Dari peranan akal budi berdasarkan logika yang dimiliki oleh manusia sebelum dosa masuk ke dalam dunia, maka ada beberapa pengamatan dapat kita lakukan.

Pertama, menggunakan akal budi dan mengembangkan pemikiran itu bukanlah merupakan sesuatu yang salah dan jahat. Kekristenan telah mendapat berbagai macam serangan dari mereka yang mengklaim bahwa segala sesuatu harus "masuk akal" dan "ilmiah." Beberapa orang Kristen berpikir bahwa perlindungan satu-satunya adalah dengan cara menolak ilmu pengetahuan dan pemakaian akal budi serta menganggap ke dua hal itu sebagai sesuatu yang jahat. Penggunaan akal budi bukanlah merupakan sesuatu yang jahat, sebab di dalam taman Eden, Adam juga menggunakan akal budinya dan dia mengembangkan pemikirannya. Adamlah yang menamai binatang-binatang dan yang memelihara taman. Yang perlu diperhatikan adalah apabila pemakaian akal budi dan pengembangan pemikiran manusia itu dilakukan secara berdiri sendiri atau terlepas dari Allah, maka hal-hal itu akan memimpin kepada ketidakbenaran dan kesalahan. Tetapi apabila kedua hal itu dipergunakan dalam kebergantungan kepada penyataan Allah, maka kebenaran yang akan diketemukan. Menggunakan akal budi dan mengembangkan pemikiran itu sendiri tidaklah berlawanan dengan iman atau kebenaran.

Kedua, logika tidaklah berada di atas fakta perbedaan antara Pencipta dengan ciptaan. Pada saat kita berbicara tentang manusia dalam menggunakan akal budinya, kita harus ingat bahwa logika hanya merupakan refleksi dari hikmat dan pengetahuan Allah. Meskipun dalam Firman Tuhan, Allah merendahkan diri dan menyatakan diri-Nya dengan istilah yang sesuai dengan daya pikir, logika manusia, namun itu tidak berarti logika manusia berada di atas atau sejajar dengan Allah dan juga tidak merupakan bagian dari keberadaan Allah. Logika dalam bentuk-bentuk yang paling kompleks dan tajam tetap berada dalam ruang lingkup ciptaan dan kualitasnya sesuai dengan kualitas manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, bukan dengan kualitas Allah itu sendiri.

            Oleh karena logika merupakan bagian dari ciptaan maka logika memiliki keterbatasan. Pertama terlihat dari logika sebagai sistem yang selalu dalam proses berubah dan berkembang. Bahkan ada beberapa sistem logika yang dalam titik tertentu berlawanan satu sama lain. Bahkan tidak ada definisi dari "kontradiksi" yang diakui secara universal. Meskipun apabila semua manusia dapat sepakat dalam satu sistem untuk mengembangkan suatu pemikiran, logika manusia tidak dapat dipergunakan sebagai hakim untuk menentukan kebenaran dan ketidakbenaran.

            Kekristenan pada hal-hal tertentu dapat dikatakan masuk akal dan logis tetapi logika menemui batas kemampuan pada saat diperhadapkan dengan hal-hal seperti inkarnasi dari Kristus, dan doktrin Tritunggal. Logika bukanlah Allah dan tidak boleh diberikan penghormatan yang hanya dimiliki oleh Allah saja. Kebenaran hanya ditemukan pada penghakiman Allah bukan pada pengadilan logika. Oleh karena itu kita harus berhati-hati untuk menghindari dua ekstrim yang biasanya diambil dalam hubungan dengan penggunaan akal budi dan logika. Di satu pihak ada manusia yang menolak untuk menggunakan akal budi dan setuju pada iman yang buta. Di lain pihak, ada manusia yang memberikan logika sejumlah ruang untuk berdiri sendiri dan terlepas dari Allah. Kedua posisi tersebut tidak sesuai dengan karakter manusia sebelum kejatuhan. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang dapat berpikir dan mengembangkan pemikirannya tetapi dia diharapkan untuk menyadari keterbatasan pemikirannya dan kebergantungan akan logikanya kepada Penciptanya. Soli Deo Gloria
(Sumber: John M. Frame: Menaklukan Segala Pikiran Kepada Kristus