Kamis, 07 Maret 2019

"YO... AYO!!! MERAIH BINTANG" : Sebuah Refleksi Terhadap Mandat Budaya & Mandat Misi Dalam Membangun Masa Depan

Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
Mari kita bahas tema ini secara filosofis!. Tema ini merupakan sebuah ”methapora”. ”Bintang” selalu menjadi ungkapan untuk menyatakan sesuatu yang tinggi dan indah, jadi saya menyimpulkan makna ”Yo... Ayo!!! Meraih Bintang!” dengan arti “”Ayo...!!! gapailah cita-citamu yang tinggi dan indah!”. Jadi keberhasilan yang dicapai bukan hanya sekedar mendapat kedudukan yang tinggi, gelar yang tinggi tetapi harus dibarengi dengan keindahan. Albert Eisntein (Ahli Fisika dari Jerman & AS: 1879-1955 M) menuliskan: ”Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value (Janganlah mencoba menjadi orang sukses. Jadilah orang yang bernilai).” Jadi Albert Eisntein juga memiliki pemikiran yang terpenting adalah menjadi orang bernilai, bukan hanya berhasil tetapi bernilai. Karena itu betullah yang dikatakan dalam Kitab Amsal 22:1 yang menyatakan: ”Nama baik (a good name) lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.
Menjadi pertanyaan besar buat kita ialah, mengapa kita harus meraih bintang? Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan memberikan perspektif dalam Reformed Evangelical Theology yaitu mengenai konsep: Mandat Budaya (Culture Mandate) dan Mandata Misi (Evangelitation Mandate). 

1.     Mandat Budaya (Culture Mandate)
Dalam Kejadian 1:26 Allah menciptakan manusia untuk berkuasa atas isi bumi. Apa artinya berkuasa? Blaise Pascal (Ahli matematika, ahli fisika dan filsuf dari Perancis 1623-1662) mengatakan ”Keadilan dan kekuasaan harus berjalan beriringan. Jadi apa pun yang adil mungkin akan berkuasa dan apa pun yang berkuasa mungkin akan adil.” Jadi kekuasaan sangat penting dibarengi oleh keadilan, prinsip demikian juga dituliskan dalam Kejadian 2:15, Tuhan menciptakan dan menempatkan manusia di Taman Eden untuk dua hal yaitu mengusahakan dan memelihara taman itu.
Kata “mengusahakan” dalam bahasa Ibrani ‛âbad (abad) bisa berarti melayani (serve) dan kata “memelihara” dalam bahasa Ibrani shâmar (shamar) yang bisa berarti melindungi (protect), meneliti (observe), dan memelihara (preserve). Di dalam Taman Eden ini, Allah tidak membiarkan manusia tidak bekerja, tetapi manusia diperintahkan Tuhan untuk melayani dan melindungi/memelihara. Ini berarti ada campur tangan manusia di dalam dunia ciptaan Allah. Orang-orang Kristen harus mengintegrasikan iman Kristen di dalam setiap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, dll sebagai reaksi untuk memuliakan Allah.
Aplikasi: Karena itu anak-anak Kristen harus bersemangat belajar, semangat kuliah, miliki kehausan untuk mendapatkan ilmu. Bangun kehidupan saat ini dengan ilmu yang telah dipelajari. Jangan kuliah hanya demi gelar dan hanya demi pujian semata. Kuliahlah karena kalian butuh ilmu, kuliahlah karena kalian butuh wawasan untuk membangun peradaban saat ini. Mari belajar dari seorang tokoh bernama Pdt. DR. Stephen Tong: beliau dikenal sebagai seorang Theolog, Filsuf, Komposer dan Arsitek. Beliau memiliki prinsip hidup ”Squeezeism” yang artinya ”memeras diri”. Hal tersebut dilakukan sebagai tanggung jawab dalam melakukan mandat budaya, beliau memiliki semangat membangun sebuah convetion hall tempat panggung orkestra yang bernilai internasional.

2.     Mandat Injil (Evangelitation Mandate)
Matius 28:18-20 & KPR 1:8. Mandat Injil, artinya orang-orang Kristen dipanggil untuk memberitakan Injil Kristus di tengah dunia berdosa. Menjadi saksi artinya harus menampilkan hidup yang bernilai. Oleh karena itu jika mandat misi dilaksanakan bersama dengan mandat budaya, kita akan mengerti bahwa pengetahuan yang kita dapati untuk membangun peradaban harus terarah pada satu titik yaitu Yesus diberitakan. Sehingga disinilah kita akan menjadi Ilmuwan yang bertanggung jawab, Pejabat yang tidak korupsi, dosen yang memberi ilmu, dokter yang mengutamakan kesehatan manusia baik miskin atau kaya, guru yang menajadi teladan. Semua itu dilakukan karena mandat misi menjadi arah bagi mandat budaya.
Lalu dalam zaman ”Post Modern” ini kita berhadapan dengan filsafat ”kesuksesan”. Sehingga makn ”sukses” telah diartikan sebagai keberhasilan, kemapanan dan ketenaran. Maka banyak Anak Kristen yang secara Materi dan Jabatan sukses tetapi tidak bernilai. Bagaimana dengan Tuhan Yesus, kesuksesan apa yang ia raih? Bagaimana dengan Rasul Paulus, kesuksesan apa yang mereka raih? Bagaimana dengan Para Murid Tuhan Yesus, kesuksesan apa yang mereka raih? Lalu nabi Yeremia & Yesaya, kesuksesan apa yang mereka raih? Perhatikan baik-baik, mereka terlihat gagal jika dinilai dalam perspektif dunia. Tetapi Mereka orang-orang yang yang berhasil dalam pandangan Allah. Jadi hidup kita jika ingin menjadi bintang, jadikanlah hidupmu bernilai bersama dengan pengetahuan yang dimiliki, sehingga melalui hidup kita Allah dimuliakan dan manusia dibangun peradabannya menjadi lebih baik.
Penutup
Alkitab dengan tegas menyatakan orang percaya harus semangat dalam membangun cita-cita dan mewujudkannya. Oleh karena itu harus semangat belajar dan berkarya. Tetapi ingat ilmu yang didapat arahkan kepada Kristus, karya yang dibuat arahkan kepada Kristus. Jika ilmu itu diarahkan kepada Kristus dengan benar, maka pastilah ilmu itu juga akan diarahkan kepada sesama dengan benar (Khotbah di KMK UNIVED, 14 September 2018). Soli Deo Gloria



BAGIMU NEG'RI, JIWA & RAGA KAMI: Sebuah Refleksi Teologis-Nasinonalis Berdasarkan Roma 9:3


Oleh: Made Nopen Supriadi, S.Th
Roma 9:3
Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.
Dalam moment 73 tahun RI merdeka, ada sebuah peristiwa terjadi di Atambua (NTT) seorang anak SMP dengan sigap memanjat tiang bendera, karena tali bendera putus. Dengan kerelaan dan pengorbanan ia memanjat tiang bendera yang tinggi. Nyawanya bisa bahaya jika ia lelah lalu jatuh, tetapi demi Upacara Kemederdekaan Indonesia ia rela membahayakan dirinya.
Kata ”terkutuk” dalam bahasa Yunani ”anatema” ditulis sebanyak 6x dalam PB, menunjuk kepada seorang yang ada di bawah hukuman Allah. Kata ”terpisah” dalam bahasa Yunani ”ego apo”. Kata ”ego” artinya aku. Dan kata ”apo” ditulis sebanyak 646x dalam PB, memiliki arti ”terpisah dari, mulai dari, berasal dari,dari / menyatakan sumber suatu barang, jauh dari.”  Jadi Rasul Paulus dalam konteks ini ingin menunjukkan bahwa Ia siap berkorban bahkan meskipun menjadi seorang yang terkutuk / terpisah dari Kristus asalkan saudara-saudara sebangsanya secara jasamani dapat diselamatkan / rasul Paulus siap menukar keselamatannya dengan saudara sebangsanya (Paulus dikutuk umat Israel selamat). Wycliffe Commentary menuliskan ”Paulus memiliki perasaan yang demikian mendalam terhadap bangsanya sehingga dia memakai bahasa yang berarti keinginan yang tidak mungkin tercapai (bentuk imperfect dalam bahasa Yunani): aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmaniah.” Ungkapan Rasul Paulus ini sama seperti ungkapan Musa ketika memohon agar Tuhan mengampuni umat Israel yang telah menyembah Patung Lembu Emas (Lih. Kel. 32:31-32).  
Mengapa Paulus rela dan siap menjadi orang yang dihukum Allah demi umat Israel? Karena Paulus melihat status dan berkat yang diberikan Allah kepada umat Israel (Li. Rm. 9:4-5), yaitu: mereka telah diangkat menjadi anak, mereka telah menerima kemuliaan, perjanjian, taurat, ibadah dan keturunan Bapa-Bapa Leluhur yang telah menurunkan Mesias sebagai manusia. Jadi karena Paulus melihat banyak hal istimewa diberikan Allah namun mereka tidak percaya kepada Yesus sebagai Mesias, sehingga Rasul Paulus mau menjadikan dirinya terkutuk asal mereka bisa diselamatkan.
Dalam Theologia Reform diajarkan yaitu Mandat Budaya (culture mandate / Kej. 1:28) dan Mandat Misi (evangelical mandate / Matius 28:19-20). Mandat budaya adalah upaya mengintegrasikan Iman Kristen dalam setiap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, dll. Sedangkan Mandat Misi artinya orang-orang Kristen dipanggil untuk memberitakan Injil Kristus di tengah dunia berdosa (Stephen Tong).   Rasul Paulus melakukan Mandat Budaya dan Mandat Misi, ia memakai segala potensi dalam dirinya untuk mengasihi Tuhan dan bangsanya: ilmunya, skillnya dan semangatnya ia berikan untuk melaksanakan Mandat Budaya. Dan juga Rasul Paulus melakukan mandat misi dengan menginjili baik orang Yahudi dan juga orang Yunani.
Perenungan!!!
Apa yang sudah kita berikan bagi bangsa Indonesia??? Sudahkah potensi diri yang terbaik kita kembangkan untuk memajukan segala aspek kehidupan di Indonesia??? Atau masihkah kita menjadikan potensi diri itu hanya untuk ajang kesombongan??? Apa arti gelar sarjana kita saat ini bagi Indonesia??? Apakah gelar sarjana hanya untuk kesombongan diri??? Lalu mengertikan kita mengapa kita harus hidup di Indonesia dengan suku-suku yang berbeda??? Dan pernahkah berpikir tentang madat Misi bagi suku-suku di Indonesia???.  Saat ini kita tidak lagi berperang fisik dengan penjajah, namun jiwa dan raga kita tidak boleh mundur untuk tetap berjuang bagi negara Indonesia. Bagimu neg’ri jiwa raga kami: Jiwa berbicara tentang rohani, intelektualitas dan emosionalitas. Dan Raga berbicara tentang fisik yang kelihatan. Saat ini kita gunakan untuk apa jiwa dan raga kita dalam konteks hidup di Indoensia??? Apakah yang akan anda berikan bagi Indonesia ini???. (Khotbah di PERKANTAS Bengkulu, Agustus 2018)
Soli Deo Gloria.